Mengenal Seni Pertunjukan Debus Banten, Pemainnya Pakai Ilmu Kebal?
INDEKSMEDIA.ID – Kata Debus, sebenarnya adalah nama sebuah alat yang terbuat dari besi sepanjang 40 cm dengan ujung yang runcing.
Pada pangkalnya diberi alas (dudukan) dari kayu yang diperkuat dengan lilitan pelat baja, agar tidak cepat terbelah jika dipukul.
Di dalam permainan besi itu ditusukan kebagian-bagian tubuh, bahkan dipalu bagian pangkalnya, agar bisa menembus bagian-bagian tubuh yang ditusuk.
Anehnya, walaupun tubuhnya tertembus alat itu pemain tidak merasa sakit dan tidak mengalami cedera, padahal dialaminya dalam keadaan sadar. Kata Debus merupakan perubahan arti dari kata Tembus.
Pada abad XVII Masehi (tahun 1651 -1652) ketika Sultan Agung Tirtayasa memegang tampuk pemerintahan di Kesultanan Banten, sengaja diciptakan satu bentuk latihan bagi prajurit Banten ialah latihan perang atau perkelahian dengan menggunakan alat yang disebut Debus, selain alat-alat lain seperti pedang, golok, keris, tombak, dan sebagainya.
Dalam latihan itu mereka berpasang-pasangan, kadang perang campuk.
Dengan ketabahan, keuletan, dan keimanan yang kuat kepada Tuhan mereka dapat mengatasi segala ujian itu.
Jadi pada mulanya Debus diciptakan untuk mempertahankan negara (peperangan).
Karena Debus sudah ada sejak abad ke 17 tentu saja Debus termasuk permainan rakyat yang berusia cukup tua.
Konon, kesenian yang disebut sebagai debus ini ada hubungannya dengan tarikat Rifaiah yang dibawa oleh Nurrudin Ar-Raniry ke Aceh pada abad ke-16.
Para pengikut tarikat ini ketika sedang dalam kondisi epiphany (kegembiraan yang tak terhingga karena “bertatap muka” dengan Tuhan) kerap menghantamkan berbagai benda tajam ke tubuh mereka.
Filosofi yang mereka gunakan adalah “laa haula walla Quwata ilabillahil ‘aliyyil adhim” atau tiada daya upaya melainkan karena Allah semata.
Jadi, kalau Allah mengizinkan, maka pisau, golok, parang atau peluru sekalipun tidak akan melukai mereka.
Pada awalnya di Banten kesenian ini berfungsi untuk menyebarkan ajaran Islam.
Namun, pada masa penjajahan Belanda dan pada saat pemerintahan Sultan Agung Tirtayasa, seni ini digunakan untuk membangkitkan semangat pejuang dan rakyat Banten untuk melawan Belanda.
Dewasa ini, seiring dengan perkembangan zaman, kesenian ini hanya berfungsi sebagai sarana hiburan semata.
Permainan debus biasanya dilakukan di halaman rumah pada saat diadakannya acara-acara lain yang melibatkan banyak orang.
Peralatan yang digunakan dalam permainan adalah: (1) debus dengan godo-nya (2) golok yang digunakan untuk mengiris tubuh pemain debus; (3) pisau juga digunakan untuk mengiris tubuh pemain; (4) bola lampu yang akan dikunyah atau dimakan (sama seperti permainan kuda lumping di Jawa Tengah dan Timur; (5) panci yang digunakan untuk menggoreng telur di atas kepala pemain; (6) buah kelapa ; (7) minyak tanah dan lain sebagainya.
Sementara alat musik pengiringnya antara lain: (1) gendang besar; (2) gendang kecil; (3) rebana; (4) seruling; dan (5) kecrek.
Para pemain debus terdiri dari seorang syeh (pemimpin permainan), beberapa orang pezikir, pemain, dan penabuh gendang.
Satu sampai dua minggu sebelum diadakannya pertunjukan debus biasanya para pemain akan melaksanakan pantangan-pantangan tertentu agar selamat ketika melakukan pertunjukan, yaitu: (1) tidak boleh minum-minuman keras; (2) tidak boleh berjudi; (3) tidak boleh mencuri; (4) tidak boleh tidur dengan isteri atau perempuan lain; dan lain sebagainya.
Adapun jalannya permainan pada umumnya diawali dengan mengumandangkan beberapa lagu tradisional (sebagai lagu pembuka atau “gembung”).
Setelah gembung berakhir, maka dilanjutkan dengan pembacaan zikir dan belum atau macapat yang berisi puji-pujian kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW.
Tujuannya adalah agar mendapat keselamatan selama mempertunjukkan debus.
Setelah zikir dan macapat selesai, maka dilanjutkan dengan permainan pencak silat yang diperagakan oleh satu atau dua pemain tanpa menggunakan senjata tajam.
Kegiatan selanjutnya adalah permainan debus itu sendiri yang berupa berbagai macam atraksi, seperti: menusuk perut dengan menggunakan debus; mengupas buah kelapa dan memecahkannya dengan cara dibenturkan ke kepala sendiri; memotong buah kelapa dan membakarnya di atas kepala; menggoreng telur dan kerupuk di atas kepala; menyayat tubuh dengan sejata tajam seperti golok dan pisau; membakar tubuh dengan minyak tanah atau berjalan-jalan di atas bara api; memakan kaca dan atau bola lampu; memanjat tangga yang anak tangganya adalah mata golok-golok tajam dengan bertelanjang kaki; dan menyiram tubuh dengan air keras.
Sebagai tambahan, pada atraksi penusukan perut dengan menggunakan debus, seorang pemain memegang debus, kemudian ujungnya yang runcing ditempelkan ke perut pemain lainnya.
Setelah itu, seorang pemain lain akan memegang kayu pemukul yang disebut gada dan memukul bagian pangkal debus berkali-kali.
Apabila terjadi “kecelakaan” yang mengakibatkan pemain terluka, maka Syeh akan menyembuhkannya dengan mengusap bagian tubuh yang terluka disertai dengan membaca mantra-mantra, sehingga Iuka tersebut dalam dapat sembuh seketika.
Kemudian, ketika atraksi penyayatan tubuh dengan sejata tajam seperti golok dan pisau, pemain akan menusukkan senjata tersebut ke beberapa bagian tubuhnya seperti: leher, perut, tangan, lengan, dan paha.
Namun ketika melakukannya, ia mengucapkan mantra-mantra agar tubuhnya kebal dari senjata tajam.
Salah satu contoh mantra adalah: “Haram kau sentuh kulitku, haram kau minum darahku, haram kau makan dagingku, urat kawang, tulang wesi, kulit baja, aku keluar dari rahim ibunda. Aku mengucapkan kalimat la ilaha illahu”.
Dan, ketika atraksi pemakanan kaca dan atau bola lampu, yang dimuntahkan bukannya serpihan kaca melainkan puluhan ekor kelelawar hidup. (*)