Ini Makna dan Simbol dalam Kain Tenun Tapis Asal Lampung
INDEKSMEDIA.ID – Awal mula Kain Tapis dibuat sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur, misalnya saja adanya motif kapal, kapal digambarkan sebagai wahana atau kendaraan roh dalam perjalanan menuju alam setelah meninggal (alam baka).
Serta dikaitkan dengan bentuk pemujaan terhadap tokoh leluhur atau nenek moyang.
Selanjutnya penggunaan Kain Tapis dalam perkembangannya dimanfaatkan pada acara-acara adat sepanjang lingkaran hidup yang terkait dengan ritual keagamaan.
Ritual tersebut adalah sarana untuk menghubungkan manusia dengan alam roh.
Penggunaan kain tapis sangat erat kaitannya dengan penggunaan secara praktis dan fungsi simbolis yang kemudian diberi makna ritual.
Muatan simbol pada kain Tapis adalah sebagai penghubung dari berbagai makna pelaksanaan upacara adat di sepanjang lingkaran hidup manusia.
Makna simbolis yang terkandung dalam motif kain Tapis selalu berkaitan dengan lingkungannya, secara filosofis erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat Lampung baik masyarakat Lampung pesisir/saibatin maupun masyarakat Lampung pepadun.
Sebagai contoh motif tapis dengan motif kapal. Kapal dianggap sebagai kendaraan yang membawa perjalanan kehidupan manusia mulai dari kelahiran, masa anak-anak, masa remaja, dewasa, masa perkawinan, sampai pada masa kematian.
Motif ini dianggap sebagai simbol perjalanan hidup manusia.
Sementara itu fungsi praktis kain tapis sangat terkait dengan salah satu perlengkapan dalam upacara adat.
Berbagai tata cara penggunaan dan letak kain mengisyaratkan bahwa kain Tapis sangat menentukan kesempurnaan dalam persyaratan kesucian dan keagungan sebuah upacara adat.
Kain Tapis juga mencerminkan status sosial seseorang dalam masyarakat adat, apakah dia sebagai tokoh adat, tokoh masyarakat, dan mencerminkan tingkat kepenyimbangan.
Karena jenis kain tapis tertentu hanya dimiliki dan dipergunakan oleh kalangan terbatas, seperti pada kelompok pemimpin adat/penyimbang.
Fungsi praktis kain Tapis pada umumnya karena dikenakan oleh kaum wanita saat pada acara-acara adat.
Kemudian dikenakan oleh para penari, sebagai mas kawin pada upacara perkawinan; sebagai hadiah pada upacara perkawinan maupun khitanan; penutup dan pembungkus makanan; alas kepala dan alas tempat duduk dalam berbagai upacara adat; sapu tangan pengantin wanita; serta penutup punggung mempelai (kain nampan).
Sedangkan pada kain pelepai dan tatibin dipergunakan atau dibentangkan pada dinding sewaktu ada upacara: khitanan anak penyimbang; perkawinan; kematian; dipakai sebagai gendongan bayi saat upacara cukuran bayi; ngelamo; dan pada saat bayi diberi gelar adat. (*)