Pesan Indah Untuk Lelaki Dalam Film “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”
INDEKSMEDIA.ID – Siapa yang tidak mengenal sang sufi asal negeri Nusantara, Buya Hamka.
Bapak tua asal Sumatera Barat ini adalah seorang penafsir Qur’an, Tafsir Al-Azhar.
Tokoh yang digelari Datuk Indomo ini, melalui jemari lembutnya telah terejawantah novel mencengangkan.
Adalah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck yang difilmkan Soraya di Indonesia.
Film drama romantis yang mengambil setting pada tahun 1930-an ini terbilang menelan banyak budget.
Bahkan bisa dikatakan termahal, sebagai tanda bahwa film ini bukanlah penceritaan kisah yang sembarangan.
Pemerannya juga adalah aktor ternama, Herjunot Ali sebagai Zaenuddin, Pevita Pearce sebagai Hayati dan Reza Rahardian sebagai Aziz.
Adegan begitu menyayat hati, menggembirakan, dan menginspirasikan semangat dan arti cinta yang mendalam.
Mengisahkan tentang perbedaan latar belakang sosial dan budaya yang menghalangi hubungan cinta sepasang kekasih yang berujung tragis.
Zaenuddin, anak yang lahir dari darah Minang dan Makassar, tidak berhasil mempersunting kekasih lembutnya. Dialognya dengan Hayati yang menyayat hati dapat kita resapi:
Zaenuddin: Maaf? Engkau regas segenap pucuk pengharapanku. Kau patahkan. Kau minta maaf.
Hayati: Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman, kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini.
Zaenuddin: Demikianlah perempuan, ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walau pun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya.
Zaenuddin: Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir ole Ninik Mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina, tidak tulen Minangkabau.
Ketika itu kau antarkan saya di simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanganku berapa pun lamanya, tetapi kemudian kau berpaling ke yang lebih gagah, kaya raya, berbangsa, beradat, berlembaga, berketurunan, kau kawin dengan dia.
Kau sendiri yang bilang padaku bahwa pernikahan itu bukan terpaksa oleh paksaan orang lain tetapi pilihan hati kau sendiri.
Hampir saya mati menanggung cinta Hayati…. Dua bulan lamanya saya tergeletak di tempat tidur, kau jenguk saya dalam sakitku, menunjukkan bahwa tangan kau telah berinang.
Bahwa kau telah jadi kepunyaan orang lain. Siapakah di antara kita yang kejam Hayati?
Hayati, di waktu lain, menyampaikan kepada Zaenuddin bahwasanya fisiknya telah diambil orang lain namun hatinya tetap saja masih tak tersentuh oleh siapa pun selain kekasihnya, Zaenuddin.
Pesan kosmologis ini merupakan suatu daya perempuan yang menunjukkan kemandirian jiwa.
Ini memang bisa dilakukan oleh perempuan. Sekalipun beratnya perpisahan, tetapi pujaannya masih saja di dalam hati.
Zaenuddin, yang sebagian penonton mengatakan adalah lelaki bodoh sekaligus puitis, tidak menahankan diri untuk meneteskan air mata manakala Hayati telah tiada
Yang pada gilirannya penyesalan bertubi-tubi menjangkiti jiwa Zaenuddin yang menggebu-gebu akan cinta.
Keretakan hubungan ini diawali dengan adegan pernikahan oleh Hayati dengan seorang konglomerat, Aziz, yang diperankan oleh Reza Rahardian.
Peristiwa ini membawa luka pada Hayati dan Zaenuddin. Namun, tidak sedikit orang saat menyaksikan film ini mengutuk Hayati,
“Mengapa Hayati tidak menolak lamaran konglomerat itu? Apakah ia tak lagi mencintai Zaenuddin? Mengapa Hayati begitu bodoh tidak memerhatikan ketulusan hati Zaenuddin?,”
Begitulah tanggapan sebagian orang. “Apalah arti cinta di hadapan tumpukan uang”, barangkali inilah besitan para lelaki yang sakit hati ditinggal kekasihnya.
Fenomena ini banyak terjadi di sekeliling kita, uang mengalahkan banyak cinta yang telah membentangkan tembikar sejarahnya bertahun-tahun lamanya.
Waktu sekejap telah mengambyarkan pola hubungan intens yang telah dibangun semegah istana, diruntuhkan dengan ketajaman emas dan rupiah.
Barangkali pesan indah untuk para lelaki adalah, berhati-hatilah menerima dan membawa hati perempuan, di sana terdapat kemuliaan, janganlah membuatnya menunggu hingga tak tentu.
Perempuan mencintai kepastian, suka dengan keharmonisan, dan tidak suka dengan janji-janji yang palsu.
Untuk para lelaki, di kedalaman hati perempuan, ada madu yang siap untuk diseduh. Seperti Hayati dengan “keperawanan” jiwanya untuk Zaenuddin. (Agung)
Tinggalkan Balasan