Sejarah Karya Sastra Fenomenal, Gurindam Dua Belas Beserta Isinya
INDEKSMEDIA.ID – Satu karya sastra fenomenal yang dimiliki Indonesia ialah Gurindam Dua Belas.
Gurindam Dua Belas adalah suatu karya sastra yang dibuat Raja Ali Haji, seorang sastrawan dari Kepulauan Riau.
Karya sastra ini berbahasa Melayu Kuno dengan ciri khas banyaknya istilah tasawuf, kata-kata kiasan dan metafora.
Karya ini terdiri dari dua belas pasal dan dikategorikan sebagai “Syi’r Al-lrsyadi” atau puisi didaktik karena berisikan nasehat atau petunjuk hidup, antara lain tentang ibadah, kewajiban raja, kewajiban anak terhadap orang tua, tugas orang tua kepada anak, budi pekerti dan hidup bermasyarakat.
Pembuatan karya ini dilatarbelakangi oleh konflik internal kerajaan dan tekanan penjajah yang ada pada kerajaan Riau-Lingga saat itu.
Agar nilai-nilai keislaman tidak terkikis oleh konflik internal dan eksternal pada masyarakat Melayu saat itu, Raja Ali Haji kemudian menunjukkan tanggung jawab beserta moral untuk memelihara dan mempertahankan eksistensi agama dan budaya Islam dengan cara menulis Gurindam Dua Belas ini.
Karya ini selesai ditulis di Pulau Penyengat pada 23 Rajab Tahun 1263 Hijriah (1846 Masehi).
Pada saat ini perkembangan Gurindam Dua Belas terhambat karena beberapa hal.
Pertama karena kurangnya penerbitan dan penyebarluasan, kedua banyaknya kata dan kalimat yang sulit dipahami.
Sedangkan ketiga penyajiannya yang banyak diwarnai kiasan, metafora, dan bahkan istilah tasawuf yang menjadi identifikasi dan identitas sastra Melayu yang sudah lama tidak diketemukan pada masyarakat Melayu sekarang.
Ini Gurindam Dua Belas pasal pertama
Barang siapa tiada memegang agama,
Sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.
Barang siapa mengenal yang empat,
Maka ia itulah orang yang ma’rifat
Barang siapa mengenal Allah,
Suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.
Barang siapa mengenal diri,
Maka telah mengenal akan Tuhan yang bahri.
Barang siapa mengenal dunia,
Tahulah ia barang yang teperdaya.
Barang siapa mengenal akhirat,
Tahulah ia dunia mudarat.
Ini Gurindam pasal yang kedua:
Barang siapa mengenal yang tersebut,
Tahulah ia makna takut.
Barang siapa meninggalkan sembahyang,
Seperti rumah tiada bertiang.
Barang siapa meninggalkan puasa,
Tidaklah mendapat dua termasa.
Barang siapa meninggalkan zakat,
Tiadalah hartanya beroleh berkat.
Barang siapa meninggalkan haji,
Tiadalah ia menyempurnakan janji.
Ini Gurindam pasal yang ketiga:
Apabila terpelihara mata,
Sedikitlah cita-cita.
Apabila terpelihara kuping,
Khabar yang jahat tiadaiah damping.
Apabila terpelihara lidah,
Niscaya dapat daripadanya paedah.
Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan,
Daripada segala berat dan ringan.
Apabila perut terlalu penuh,
Keluarlah fi’il yang tiada senonoh.
Anggota tengah hendaklah ingat,
Di situlah banyak orang yang hilang semangat
Hendaklah peliharakan kaki,
Daripada berjaian yang membawa rugi.
Ini Gurindam pasal yang keempat:
Hati itu kerajaan di daiam tubuh,
Jikalau zalim segala anggotapun rubuh.
Apabila dengki sudah bertanah,
Datanglah daripadanya beberapa anak panah.
Mengumpat dan memuji hendaklah pikir,
Di situlah banyak orang yang tergelincir.
Pekerjaan marah jangan dibela,
Nanti hilang akal di kepala.
Jika sedikitpun berbuat bohong,
Boleh diumpamakan mulutnya itu pekung.
Tanda orang yang amat celaka,
Aib dirinya tiada ia sangka.
Bakhil jangan diberi singgah,
Itulah perampok yang amat gagah.
Barang siapa yang sudah besar,
Janganlah kelakuannya membuat kasar.
Barang siapa perkataan kotor,
Mulutnya itu umpama ketor.
Di mana tahu salah diri,
Jika tidak orang lain yang berperi.
Ini Gurindam pasal yang kelima:
Jika hendak mengenai orang berbangsa,
Lihat kepada budi dan bahasa,
Jika hendak mengenal orang yang berbahagia,
Sangat memeliharakan yang sia-sia.
Jika hendak mengenal orang mulia,
Lihatlah kepada kelakuan dia.
Jika hendak mengenal orang yang berilmu,
Bertanya dan belajar tiadalah jemu.
Jika hendak mengenal orang yang berakal,
Di dalam dunia mengambil bekal.
Jika hendak mengenal orang yang baik perangai,
Lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai.
Ini gurindam pasal yang keenam:
Cahari olehmu akan sahabat,
Yang boleh dijadikan obat.
Cahari olehmu akan guru,
Yang boleh tahukan tiap seteru.
Cahari olehmu akan isteri,
Yang boleh dimenyerahkan diri.
Cahari olehmu akan kawan,
Pilih segala orang yang setiawan.
Cahari olehmu akan abdi,
Yang ada baik sedikit budi,
Ini gurindam pasal yang ketujuh:
Apabila banyak berkata-kata,
Di situlah jalan masuk dusta.
Apabila banyak berlebih-lebihan suka,
Itulah landa hampirkan duka.
Apabila kita kurang siasat,
Itulah tanda pekerjaan hendak sesat.
Apabila anak tidak dilatih,
Jika besar bapanya letih.
Apabila banyak mencela orang,
Itulah tanda dirinya kurang.
Apabila orang yang banyak tidur,
Sia-sia sahajalah umur.
Apabila mendengar akan khabar,
Menerimanya itu hendaklah sabar.
Apabila menengar akan aduan,
Membicarakannya itu hendaklah cemburuan.
Apabila perkataan yang lemah-lembut,
Lekaslah segala orang mengikut.
Apabila perkataan yang amat kasar,
Lekaslah orang sekalian gusar.
Apabila pekerjaan yang amat benar,
Tidak boleh orang berbuat onar.
Ini gurindam pasal yang kedelapan:
Barang siapa khianat akan dirinya,
Apalagi kepada lainnya.
Kepada dirinya ia aniaya,
Orang itu jangan engkau percaya.
Lidah yang suka membenarkan dirinya,
Daripada yang lain dapat kesalahannya.
Daripada memuji diri hendaklah sabar,
Biar dan pada orang datangnya khabar.
Orang yang suka menampakkan jasa,
Setengah daripada syirik mengaku kuasa.
Kejahatan diri sembunyikan,
Kebalikan diri diamkan.
Keaiban orang jangan dibuka,
Keaiban diri hendaklah sangka.
Ini gurindam pasal yang kesembilan:
Tahu pekerjaan tak baik,
Tetapi dikerjakan,
Bukannya manusia yaituiah syaitan.
Kejahatan seorang perempuan tua,
Itulah iblis punya penggawa.
Kepada segaia hamba-hamba raja,
Di situlah syaitan tempatnya manja.
Kebanyakan orang yang muda-muda,
Di situlah syaitan tempat berkuda.
Perkumpulan laki-laki dengan perempuan,
Di situlah syaitan punya jamuan.
Adapun orang tua yang hemat,
Syaitan tak suka membuat sahabat.
Jika orang muda kuat berguru,
Dengan syaitan jadi berseteru.
Ini gurindam pasal yang kesepuluh:
Dengan bapa jangan durhaka,
Supaya Allah tidak murka.
Dengan ibu hendaklah hormat,
Supaya badan dapat selamat.
Dengan anak janganlah lalai,
Supaya boleh naik ke tengah balai.
Dengan isteri dan gundik janganlah alpa,
Supaya kemaluan jangan menerpa.
Dengan kawan hendaklah adil supaya tangannya jadi kafill.
Ini gurindam pasal yang kesebelas:
Hendaklah berjasa,
Kepada yang sebangsa.
Hendaklah jadi kepala,
Buang perangai yang cela.
Hendaklah memegang amanat,
Buanglah khianat.
Hendak marah,
Dahulukan hajat.
Hendak dimulai,
Jangan melalui.
Hendak ramai,
Murahkan perangai.
Ini gurindam pasal yang kedua belas:
Raja muafakat dengan menteri,
Seperti kebun berpagarkan duri.
Betul hati kepada raja,
Tanda jadi sebarang kerja.
Hukum adil atas rakyat,
Tanda raja beroleh anayat.
Kasihan orang yang berilmu,
Tanda rahmat atas dirimu.
Hormat akan orang yang pandai,
Tanda mengenal kasa dan cindai.
Ingatkan dirinya mati,
Itulah asal berbuat bakti.
Akhirat itu terlalu nyata,
Kepada hati yang tidak buta. (*)