INDEKS MEDIA

Berita Hari Ini Di Indonesia & Internasional

Luce Irigary, Feminisme Teologi dan Dominasi Laki-laki

Luce Irigary penganut feminisme teologi asal Prancis (kolase)

INDEKSMEDIA.ID — Ada beberapa sosok yang terkenal dalam feminisme teologi, tak hanya Mary Daly.

Feminisme Teologi yang satu ini bahkan lebih menarik lagi.

Dialah perempuan asal Prancis yang lahir pada 3 Mei 1930. Sekarang masih aktif dalam banyak bidang termasuk linguistik, psikologi, dan budaya serta pengembangan feminisme teologi.

Luce Irigary, sosok feminis Prancis paling terkenal yang punya banyak komentar teologi feminis.

Dia menulis dari perspektif post-modernis yang kritis terhadap kesetaraan feminisme.

Cita-citanya bukanlah masyarakat di mana perbedaan gender itu dihilangkan.

Akan tetapi suatu masyarakat di mana feminitas yang baru, hadir dengan tindakan-tindakan perempuan yang terbebas dari dominasi laki-laki.

Pembebasan memiliki implikasi teologis. Luce Irigary menentang Kekristenan karena konsep maskulinnya tentang Tuhan, khususnya seperti yang diungkapkan dalam konsep Trinitas.

Meskipun dia berpendapat bahwa perempuan membutuhkan agama dan ketuhanan, namun gagasan tentang Tuhan yang disajikan dalam agama-agama wahyu tersebut ditolak.

Penghormatan kepada Tuhan dimungkinkan selama tidak ada yang menyadari bahwa dia adalah topeng yang menyembunyikan fakta bahwa manusia hanya memiliki satu-satunya kepemilikan yang ilahi, identitas, dan kekerabatan.

Namun, begitu kita memberikan perhatian dan pertimbangan serius pada seluruh masalah ini, bagaimanapun, menjadi jelas bahwa Tuhan digunakan oleh laki-laki untuk menindas perempuan dan.

Oleh karena itu, Tuhan harus dipertanyakan dan tidak hanya digambarkan dengan cara pseudoliberal saat ini.

Dia mengklaim bahwa hanya “Tuhan dalam gender feminin” yang dapat mempertahankan kebebasan dan kepuasan perempuan “sebagai individu dan sebagai anggota komunitas.”

Sementara sebagian besar teolog feminis tidak menganjurkan teologi dewi yang disarankan oleh Daly dan Irigary.

Mereka moderat hanya jika dibandingkan dengan pandangan ekstrim seperti ini.

Apa yang disebut teolog feminis moderat menerima sebagian besar orientasi umum feminisme yaitu:

Penolakan atas ke-saling-melengkapi-an gender, penerimaan “keluarga non-tradisional‟ yang terdiri dari pasangan homoseksual dengan atau tanpa anak dan ibu.

Atau yang tidak menikah dengan memiliki anak, serta suatu hermeneutika yang
berbasis pada upaya mengungkap bias gender.

Mereka menganjurkan penulisan ulang mengenai teks-teks agama sedemikian rupa sehingga seluruh rujukan maskulin
kepada Tuhan diganti dengan kenetralan

Atau rujukan maskulin dan feminin, sehingga di mana Al-Kitab menyebut
Tuhan sebagai “Bapa kami”, kaum feminis menggantinya dengan “Ibu dan Bapa kami”.

Meskipun hal ini mungkin tampak dangkal, para teolog feminis moderat cenderung menafsirkan pesan dasar Kristiani sebagai seruan untuk memperjuangkan
pembebasan.

Khususnya, pembebasan perempuan dari dominasi laki-laki, yang melibatkan pembongkaran atas keluarga tradisional. (*)