Biografi Ibn Arabi, Mistisisme Bukanlah Penghalang Perubahan Sosial dan Pemerintahan
INDEKSMEDIA.ID — Ibn Arabi adalah seorang pemikir Muslim yang paling berpengaruh dan kontroversial, yang muncul selama sembilan ratus tahun terakhir.
Dalam tradisi sufi, Ibn Arabi disebut sebagai sang maha guru (ash-Syeikh al-Akbar), yang berarti bahwa ia adalah pemeran utama dari ajaran-ajarannya.
Sarjana dan pemikir modern benar-benar meragukan penyematan gelar yang mengagumkan itu kepada Ibn Arabi.
Tetapi, ditemukan banyak bukti yang menunjukkan bahwa penghargaan khusus kepada Ibn Arabi bukanlah suatu penyematan yang serampangan.
Itu karena misalnya, pada sisi kuantitatif, al-Futuhat al-Makkiyyah (Pembukaan Mekkah/The Meccan Openings) karya Ibn Arabi, punya lebih banyak teks daripada yang dituliskan oleh sebagian besar penulis produktif.
Naskah-naskah (manuskrip) dari ratusan karya lainnya tersebar di berbagai perpustakaan, sejumlah buku dan risalahnya juga sudah banyak diterbitkan.
Teks-teks Arab, dalam beberapa artikel, biasanya memanggil dirinya (dengan nama) Ibn al-Arabi.
Dia pun juga sering menandatangani karyanya dengan toreha Abu Abd Allah Muhammad bin al Arabi at-Tai al-Hatimi.
Dia kemudian disebut Muhyi ad-Din, yang berarti “Menghidupkan kembali Agama.”
Ibn Arabi lahir pada tahun 1165 di Murcia, Andalusia, Spanyol. Ayahnya, Ali, rupanya dipekerjakan oleh Muhammad ibn Sa’id bin Mardanish, seorang penguasa kota.
Pada tahun 1172, Murcia ditaklukkan oleh dinasti Almohad, dan Ali membawa keluarganya ke Seville, di mana lagi-lagi ia dibawa ke (petugas) pelayanan pemerintah.
Ibn Arabi dibesarkan di lingkungan pengadilan, dan baru-baru ini penelitian menunjukkan bahwa ia pernah menjalani pelatihan militer.
Syeikh al-Akbar dipekerjakan sebagai sekretaris oleh gubernur Seville dan menikah dengan seorang gadis bernama Maryam dari keluarga yang berpengaruh.
Ibn Arabi tidak menerima pendidikan agama yang tidak biasa sebagai seorang anak, dan dia memberitahukan kepada kita bahwa dirinya menghabiskan sebagian besar waktunya dengan teman-temannya
dalam hiburan dan keceriaan.
Namun, di awal masa remajanya, ia dipenuhi oleh panggilan spiritual yang dengan cepat mengarah pada penglihatan tentang Tuhan.
Ia menyampaikan bahwa semua yang kemudian dikatakan dan dituliskannya adalah “perbedaan hakikat universal yang terdiri dari yang tampak“.
Pada periode awal ini, Ibn Arabi memiliki sejumlah penglihatan tentang Yesus (Isa), yang disebutnya sebagai pembimbing pertama untuk dirinya di jalan menuju Tuhan.
Ayah Ibn Arabi memberitahukan kepada temannya, seorang filsuf dan hakim, yakni Ibn Rusyd, tentang perubahan dalam diri
anaknya itu.
Menurut cerita Ibn Arabi, bahwa Ibn Rusyd memintanya untuk mengadakan pertemuan.
Dalam pertemuan tersebut, pertukaran khazanah keilmuan pun terjadi, yang telah diceritakan dalam beberapa penelitian tentang Ibn Arabi.
Khususnya Corbin, menyoroti jurang lebar yang dipersepsi oleh Ibn Arabi berkenaan dengan pengetahuan formal atau rasional dari para pemikir, dan penyingkapan mereka yang ia sebut gnostik (arifun), yaitu mereka yang memiliki pengetahuan mendalam berkenaan dengan hakikat segala sesuatu.
Setelah Ibn Arabi memulai perjalanan pertamanya masuk ke dalam sufisme, ia mendedikasikan hidupnya ke jalan spiritual.
Suatu bagian yang ambigu di Futuhat telah ditafsirkan, bahwa ia tidak masuk ke dalam pelatihan (pendidikan) sufisme formal sampai ia berusia 19 tahun.
Akan tetapi mengubah pandangan hidup
dan pertemuan dengan Ibn Rusyd sudah pasti terjadi beberapa tahun sebelumnya. Diperkirakan saat Ibn Arabi berusia 15-17 tahun.
Akhirnya ia belajar dengan banyak syekh Sufi, dua dari kisah ini telah diterjemahkan oleh Ralph Austin dalam Sufis of Andalusia.
Ibn Arabi juga belajar dengan banyak pembimbing (sage/guru) dari ilmu-ilmu keislaman lainnya.
Dalam satu dokumen, ia menyebutkan nama-nama tujuh puluh guru di bidang ilmu, seperti Hadis, bacaan Al-Qur‘an, tafsir Al-Qur‘an, dan fikih.
Dia meninggalkan Spanyol untuk pertama kalinya ketika berusia tiga puluh tahun, menuju ke Tunisia.
Pada tahun 1200, sebuah penyaksian (ilham) memerintahkannya untuk pergi ke Timur.
Pada tahun 1202 dia menunaikan haji dan bertemu dengan Majd ad-Din Ishaq, seorang ulama dari Malatya. Dia kemudian menemani Majd ad-Din kembali ke Anatolia.
Dalam perjalanannya, Ibn Arabi bermukim sementara waktu di Mosul, di mana dirinya dinobatkan dengan jubah pemrakarsa oleh Ibn al-Jami‘, yang ia sendiri telah menerimanya dari Khadir.
Khidir adalah nabi, pembimbing spiritual abadi yang menjadikan penampilan pertamanya dalam sumber-sumber ajaran Islam yang terdapat pada kisah Al-Qur‘an tentang pertemuan misteriusnya dengan Musa (QS. 18: 65-82).
Ibn Arabi menceritakan sejumlah pertemuannya sendiri dengan Khidir, dan Henry Corbin telah menyoroti ini dalam studi utamanya.
Namun tidak memiliki dasar, karena kesan Corbin bahwa Khidir adalah pembimbing utama Ibn Arabi di jalan spiritual.
Selama beberapa tahun Ibn Arabi melakukan perjalanan dari kota ke kota di wilayah Turki, Suriah, dan Mesir. Lalu, ia kembali mengunjungi Mekkah dan Madinah.
Pada tahun 1212 ia berada di Baghdad, mungkin didampingi oleh Majd ad-Din Ishaq, yang dikirim ke sana oleh Sultan Kay Ka’us dari Konya dalam misi ke pengadilan khalifah.
Ibn ‘Arabi berhubungan baik dengan sultan tersebut dan menulis kepadanya sebuah surat yang berisi nasihat-nasihat praktis.
Dia juga merupakan pendamping dari penguasa Aleppo, al-Malik az-Zahir (1186-1218) putra Saladin.
Kemudian Ibn Arabi menjadi seorang guru dari penguasa Ayyubiyah Damaskus, Muzaffar ad-Din (wafat 1238).
Pergaulannya dengan bangsawan menunjukkan dua hal:
Pertama, usahanya sendiri, karena ia akan dilatih dalam semua cara berbicara dan bertindak yang benar, yang dituntut oleh masyarakat kelas atas;
Kedua, peran penting yang dimainkan oleh para pemikir sebagai penasihat, konsultan, dan bahkan guru sampai raja.
Hubungannya dengan bangsawan juga
adalah bukti yang cukup jelas bahwa mistisisme Ibn Arabi bukanlah penghalang untuk melibatkan diri di dalam lembaga-lembaga sosial dan politik saat itu.
Referensi: Heir to the Prophet karya William C.Chittick