OPINI: Salah Kaprah, Transparansi Penyidikan
INDEKSMEDIA.ID — Suatu ketika penulis mendengar suara lantang sang orator pengunjuk rasa katanya, bahwa “Polisi harus transparan dalam menangani perkara”. Bahkan, tidak jarang memerintah penyidik agar dalam penanganan perkara sesuai kehendaknya.
Misalnya, keinginan mereka agar rekonstruksi harusnya dilakukan ditempat kejadian perkara. Dari prespektif hukum, maka apa yang diteriakkan dan dikehendaki di atas adalah bentuk ketidakpahaman dalam proses penegakan hukum.
Mungkin, oratornya bukan berasal dari disiplin ilmu hukum pidana. Criminal Justice Sistem mulai dari Polisi, Jaksa, Hakim & Lembaga pemasyarakatan, memiliki batas kewenangan masing-masing sebagaimana telah ditetapkan di dalam KUHAP.
KUHAP yang merupakan hukum pidana formil, dan sebagai penegak hukum pidana materil.
Dalam pasalnya, tidak satupun yang mengatur, bahwa penyelidikan dan penyidikan sebagaimana kewenangan Polisi, harus dibuka atau dibeberkan ke publik.
Logika hukumnya, misalnya, jika dalam penyidikan akan dilakukan penangkapan terhadap tersangka X pada malam hari, tapi paginya dirilis di depan publik bahwa akan dilakukan penangkapan terhadap tersangka X pada malam ini, tentu tersangka X keburu kabur, melarikan diri.
Lantas apa yang mesti transparan dalam penyidikan ? Yang transparan atau yang dapat disampaikan ke publik dalam proses penegakan hukum di Kepolisian adalah sejauh mana langkah-langkah yang telah dilakukan dalam menangani suatu perkara
Apakah masih dalam proses penyelidikan atau sudah tahap penyidikan atau kah berkas perkara tersebut sudah dilimpahkan ke penuntut umum dan sudah dinyatakan lengkap, bukan subtansi perkaranya.
Lain halnya jika berbicara pada ranah hakim di Pengadilan, di sanalah akan terbuka secara terang benderang kepada publik suatu peristiwa pidana. Sebab jika persidangan tidak terbuka dan dibuka untuk umum, maka tidak sah menurut hukum (vide pasal 153 ayat 3 KUHAP) kecuali perkara asusila dan perkara anak.
Penulis berharap, bahwa sebelum berorasi terlebih dahulu harus mengerti dan memahami isu yang disuarakan dengan banyak membaca dan berdiskusi
biar saat berorasi nanti, kedengarannya tidak asal teriak, tidak Asbun (asal bunyi). (**)
Penulis: Nurdin
Disclaimer: indeksmedia.id tidak bertanggung jawab atas isi konten. Kami hanya menayangkan opini yang sepenuhnya jadi pemikiran narasumber.