Emansipasi dan Sikap Melayani, Ini dia Budaya Politik Pilihan Nurhan Tabau
INDEKSMEDIA.ID – Budaya merupakan kebiasaan masyarakat yang terjadi secara turun-temurun. Proses ini pada gilirannya melahirkan kompleksitas tradisi.
Itu berarti, budaya tidak hanya bermakna kearifan lokal, ritual dan sebentuk mistik di tengah masyarakat, tetapi juga setiap laku hidup manusia yang dapat diwariskan.
Karena itu juga, sebagai makhluk yang memiliki motif, manusia tak henti-hentinya mengejawantahkan budaya politik yang berbeda-beda.
Secara umum, konsep budaya politik merujuk pada sikap politik dan pola perilaku masyarakat terhadap sistem politik yang dipilih oleh suatu negara.
“Banyak teori tentang budaya politik, yang melihat bahwa unsur-unsur kebudayaan berdampak langsung terhadap cara institusi politik itu bekerja,” kata Nurhan Tabau (NTB).
Dalam perkembangannya, kata dia, budaya politik paling purba (tradisional) adalah pola kerja institusi politik, yang menempatkan kekuatan patron (tuan) sebagai rujukan tunggal bawahannya dalam menentukan pilihan.
Masih kata NTB, perilaku semacam itu amat sering dijumpai dalam praktek politik hingga saat ini, dalam masyarakat modern yang umumnya sudah berproses dalam sistem demokrasi politik.
“Ini menunjukkan betapa kuatnya ikatatan sosial yang lahir dalam pola hubungan masyarakat, yang sedemikian rupa membentuk lapisan dan stratifikasi sosial,” tegasnya.
“Dalam perkembangan dan proses penyempurnaan pilihan sistem demokrasi, pernah juga kita melihat betapa di negara yang menganut sistem monarki, menunjukkan kemiripan pola dengan budaya Politik patron-klien, di mana masyarakat masih mempercayakan seluruh alasan pilihannya karena kepatuhan terhadap tuannya,” tambahnya.
Hadirnya jalan demokrasi modern yang terbuka, kata NTB, membawa kesadaran yang berbeda.
“Kesadaran individu sangat dipengaruhi oleh kepentingannya sebagai individu maupun kelompok terhadap institusi-institusi politik atau calon pemimpin yang akan ia pilih,” tandasnya.
“Kemudian, politik partisifatif akhirnya menjadi jawaban atas persoalan ini,” sambungya.
Politisi PKB itu juga menegaskan, demokrasi politik yang dalam prakteknya banyak mengalami reduksi ketika gagal dipraktekkan dengan metode (pendekatan) yang tepat, berdampak atas lambatnya masyarakat berada dalam cara pandang politik emansipatoris.
“Emansipatoris sebagai salah satu pilihan pendekatan politik, dalam kenyataannya, sulit diwujudkan, apalagi dalam kondisi masyarakat yang tidak berdaya secara ekonomi,” ujar bacaleg DPR RI itu.
“Dari kesemua persoalan ini, saya memilih mengambil praktek politik partisipatoris, yang biasanya saya gaungkan dengan istilah ‘politik melayani’, yang digerakkan oleh semangat pilihan rasional,” bebernya.
“Ini merupakan sebuah pilihan pendekatan yang bila berjalan dengan baik, pada gilirannya akan menciptakan semangat emansipatoris, di mana para pemilik suara tidak lagi diposisikan sebagai objek, tetapi menjadi bagian dari terciptanya institusi-institusi politik yang mencerdaskan dan mensejahterakan,” tutupnya.