Cerita Rakyat dan Budaya Tana Luwu (3) : Sebab Terjadinya Sianre Bale
INDEKSMEDIA.ID – Sebelumnya dalam Cerita Rakyat 2 telah disampaikan ibu dari Batara Lattuq.
Selain itu juga, ada Cerita Rakyat yang maknanya amat mendalam, awal mula tumbuhnya padi.
Cerita rakyat itu diyakini sebagai salah satu simbol betapa kemuliaan perempuan di Tana Luwu memang benar-benar dijunjung tinggi.
Dalam kisah sebelumnya, Batara Guru menikah dengan salah satu putri yang indah rupanya, dan dari hubungan keduanya lahirlah Batara Lattuq.
Batara Lattuq adalah Pajung/Datu Luwu II. Dirinya berkuasa sekitar 20-an tahun di Ware, daerah yang diwarisi oleh ayahnya.
Perkawinan Batara Lattuq dengan We Opu Sengeng melahirkan anak kembar emas yang juga sangat dikenal dalam budaya Tana Luwu.
Anak kembar emas itu adalah Sawerigading dan We Tenriabeng sebagai adiknya. Yang saat itu dipisahkan lantaran setelah 40 hari disusukan oleh ibunya, kemudian diberikan kepada orang lain.
Batara Lattuq, Raja kedua Luwu ini meninggal di Ware. Berhubung putra mahkota, Sawerigading, oleh karena sumpahnya tak ingin kembali ke Luwu, maka dirinya tak bisa diangkat menjadi Pajung (Datu).
Pada masa itu, kekuasaan pun kosong, dengan kata lain tanpa pemerintahan. Sehingga memunculkan kekacauan yang amat sulit diatasi.
Saat itulah fenomena “sianre baleni taue” terjadi, artinya manusia saling makan-memakan seperti ikan besar menyantap ikan kecil.
Hukum rimba pun terjadi selama ratusan tahun, sampai munculnya Simpurusiang, tokoh yang juga dianggap sebagai sosok yang memiliki darah keturunan manusia langit.
Ini menunjukkan, tanpa adanya pemimpin di suatu wilayah atau kelompok, akan menjadikan perkumpulan itu masuk ke adalam situasi sianre bale.
Maka dari itu, pemimpin amat penting di kehidupan manusia. Lalu, siapakah sosok yang pantas untuk menjadi pemimpin? Tanya hati nurani Anda.
Demikianlah Cerita Rakyat Tana Luwu, nantikan part selanjutnya ya gan. (Aa)