INDEKS MEDIA

Berita Hari Ini Di Indonesia & Internasional

Sebab Terjadinya Perubahan Sosial

Penulis: Agung Ardaus

Dalam lapangan sejarah, ada banyak teori ihwal sebab-musabab terjadinya perubahan sosial. Apa sajakah yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial tersebut?

1. Ide-ide (Ideas)

Ada orang yang berpandangan bahwa masyarakat itu berubah lantaran ide-ide: pandangan dunia (world view), pandangan hidup (life view), dan berbagai nilai (value) yang dianutnya.

Salah satu pemikir yang menganut pandangan ini adalah sosiolog besar asal Jerman, Max Weber. Pada intinya, penyebab perubahan sosial adalah sekumpulan ide-ide.

Gagasannya mengenai kuatnya pengaruh ide-ide sebagai dimensi penting perubahan suatu masyarakat dapat ditemukan dalam karyanya, Sosiologi Agama (The Sociology of Religion) dan Etika Protestan dan Spirit Kapitalisme (The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism).

Kata kang Jalal, sejumlah pemikir dan peneliti Max Weber juga mengatakan demikian, bahwa tesis utama Weberianisme adalah pengakuan atas peranan besar ideologi sebagai variabel independen bagi perkembangan masyarakat.

Mari kita berikan contoh sederhana. Di Indonesia, sebelum lahirnya pemikir bangsa dengan segenap kumpulan ide-ide, maka tidak mungkin ada strategi cermerlang yang akan lahir.

Di kampus-kampus, sekolah, pesantren, dan berbagai perkumpulan tidak akan mungkin lahir suatu perubahan menarik tanpa suatu ide yang menarik pula.

Artinya, strategi perubahan sosial amat bergantung pada apa yang kita anggap sebagai sebab-musabab terjadinya perubahan.

Umpamanya lagi, para nabi, kali pertama datang dengan mengubah pandangan dunia individu dan masyarakat sekitarnya. Saat Al-Qur’an datang, misalnya, Muhammad Saw. banyak mengubah idiom-idiom yang sebenarnya sudah ada sebelumnya.

Contohnya istilah ‘fitrah‘, kata Muthahhari dulu istilah fitrah digunakan oleh orang Arab untuk menunjukkan sesuatu yang baru saja ditemukan–Muthahhari contohkan sumur yang airnya baru keluar.

Artinya, dulu, kata fitrah tidak jauh merujuk pada kondisi batin manusia, setelah Al-Qur’an diturunkan, konsep fitrah itu berubah. Begitu juga kata Takwa, dulu sebelum Nabi datang, kata takwa hanya berarti ‘takut’, sekarang kata takwa semakin kaya maknanya.

Apa yang saya hendak simpulkan untuk sementara dari contoh di atas bahwa Al-Qur’an telah melakukan suatu perubahan sosial melalui ide-ide. Dan karena itu, patut dikatakan bahwa Al-Qur’an juga menaruh peran besar ide-ide (ideas) sebagai aspek yang berpengaruh terhadap perubahan sosial.

2. Tokoh-tokoh Besar (Great Individuals)

Sebenarnya, apa yang mempengaruhi perubahan sosial adalah individu besar, alias figur. Bisa juga Anda sebut pahlawan (Hero).

Thomas Carlyle adalah salah satu penganut teori ini. Dirinya pernah mengatakan dalam karya On Heroes, “Sejarah dunia adalah biografi orang-orang besar.”

Barangkali memang benar seperti itu. Mari kita lihat biografi di banyaknya buku-buku yang hadir di tengah kita, kesemuanya orang besar, atau sebut saja mayoritas orang-orang besar.

Bahkan dikisahkan suatu perang berakhir tragis tatkala sang raja dibunuh waktu dia sedang pipis. Dapatkah saya simpulkan bahwa kekalahan puluhan ribu pasukan hanya karena air kencing? Yahh, itu adalah pengaruh satu orang.

Kematian pemimpin atau orang-orang besar akan mempengaruhi masyarakat di daerah tersebut. Contohnya banyak.

Apa yang saya hendak katakan bahwa amat sulit melakukan perubahan sosial tanpa hadirnya orang-orang besar, figur, tokoh, mereka yang disegani dan punya otoritas.

3. Gerakan Sosial (Social Movement)

Perubahan sosial bisa terjadi jelas apabila adanya suatu “ledakan”, atau sebut saja gerakan sosial (social movement).

Banyak kita temukan di sekeliling kita, misalnya komunitas kajian, baik dalam bidang filsafat, ekonomi, politik dan lain sebagainya, adalah gerakan sosial.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), sekalipun kecil, juga adalah suatu bentuk gerakan sosial.

Mengapa bisa? Ya karena faktanya demikian. Akan amat sulit suatu masyarakat melakukan perubahan sosial tanpa suatu komunitas.

Tentu saja ini lahir dari keinginan manusia secara fitrahwi untuk berkumpul dan bekerja sama.

Saya kira, poin terakhir ini adalah suatu penentu penting perubahan sosial.

Singkatnya saya mau bilang, tanpa orang besar, ide besar hanya akan lapuk dimakan rayap-rayap usia. Tanpa komunitas, orang besar hanya menjadi orang besar tanpa perubahan, bahkan komunitas tertentulah yang menolak orang besar lantaran ketidaktahuan dan “kedangkalan” pandangan mereka. Orang besar tanpa ide besar, ia hanya akan tinggal nama.

Kita butuh ketiganya, ide besar, orang besar, dan komunitas. Ketiganya mesti dihubungkan agar mendapatkan daya dorong yang sangat besar.

Saya pernah baca, saat Napoleon Bonaparte, seorang penguasa Eropa kala itu, bersurat kepada isterinya tatkala ia menuju ke Medan perang bersama pasukannya. Isi suratnya secara implisit seperti ini, “duhai ayang, bila kau rindu, katakanlah, aku kan pulang segera dan meninggalkan pasukanku ini.”

Itu orang besar, penuh pasukan, orang yang kokoh, tapi sangat lumpuh di hadapan ayang. Fir’aun pun demikian, patah kaki depan ayang Asiyah.

Maka dapat kusimpulkan, salah satu teori lagi selain tiga teori di atas, yaitu “teori ayang”.

Selamat berayang-ayang setelah lebaran.
Semoga setelah lebaran, kita ada perubahan. Perubahan yang besar-besaran.

Semoga bermanfaat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini