Komnas Perempuan Klarifikasi Terkait Batas Waktu Akses Aborsi bagi Korban Perkosaan
JAKARTA, INDEKSMEDIA.ID – Komnas Perempuan menyampaikan klarifikasi dan pelurusan informasi mengenai kerangka hukum yang mengatur hak perempuan korban perkosaan atau kekerasan seksual dalam mengakses layanan aborsi. Hal ini disampaikan menyusul diskusi yang berkembang di grup Media Center.
“Menanggapi diskusi yang berkembang di grup Media Center, Komnas Perempuan menyampaikan klarifikasi dan pelurusan informasi terkait kerangka hukum yang berlaku mengenai hak perempuan korban perkosaan atau kekerasan seksual dalam mengakses layanan aborsi,” kata Ketua Komnas Perempuan dalam keterangan yang diterima, Minggu (13/4/2025).
Ia menjelaskan, informasi yang selama ini beredar merujuk pada ketentuan lama dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan PP No. 61 Tahun 2014.
“Sebelumnya, informasi yang beredar mengacu pada Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014, yang menyatakan bahwa tindakan aborsi akibat perkosaan hanya dapat dilakukan paling lama 40 hari sejak hari pertama haid terakhir,” jelasnya.
Namun dalam praktiknya, ketentuan tersebut dinilai tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Menurutnya Ketentuan ini terbukti kerap tidak realistis secara praktik.
“Karena banyak korban baru menyadari kehamilannya dan mampu berbicara kepada pendamping setelah usia kehamilan melampaui 10 minggu,” ungkapnya.
Saat ini, menurutnya, kerangka hukum nasional telah mengalami perkembangan dan semakin memperkuat perlindungan terhadap hak-hak korban.
“Saat ini, kerangka hukum nasional telah berkembang dan memperkuat perlindungan terhadap hak korban,” imbuhnya.
Ia merinci sejumlah regulasi terbaru yang relevan:
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang menegaskan bahwa aborsi dilarang, kecuali dalam keadaan tertentu. Ketentuan teknisnya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024.
2. Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), yang mengakui hak korban atas pemulihan, termasuk akses terhadap layanan kesehatan reproduksi dan penguatan psikologis (Pasal 70).
3. Undang-Undang No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang akan berlaku mulai tahun 2026, memuat ketentuan bahwa perempuan korban perkosaan atau kekerasan seksual lainnya yang menyebabkan kehamilan tidak dipidana jika melakukan aborsi dalam usia kehamilan tidak melebihi 14 minggu, atau jika terdapat indikasi kedaruratan medis (Pasal 463 Ayat 2).
Dengan demikian, pemahaman mengenai batas waktu aborsi bagi korban perkosaan kini merujuk pada ketentuan yang lebih progresif dan realistis, yaitu maksimal 14 minggu usia kehamilan sebagaimana tercantum dalam KUHP terbaru, bukan lagi terbatas pada 40 hari sebagaimana tercantum dalam UU Kesehatan tahun 2009.
Komnas Perempuan berharap klarifikasi ini dapat memperkuat pemahaman bersama serta mendukung upaya pemenuhan hak-hak korban kekerasan seksual secara komprehensif. (*)