INDEKS MEDIA

Berita Hari Ini Di Indonesia & Internasional

Komnas Perempuan Tegaskan Urgensi Revisi UU Perkawinan Demi Lindungi Hak Perempuan

Gie

JAKARTA, INDEKS MEDIA – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) merespons polemik Peraturan Gubernur Jakarta No. 2 Tahun 2025 (Pergub Jakarta 2/2025) tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian. Dalam pernyataannya, Komnas Perempuan menegaskan pentingnya revisi Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 guna memastikan perlindungan hak perempuan dan penghapusan diskriminasi dalam praktik perkawinan di Indonesia.

Komnas Perempuan menyoroti ketentuan dalam UU Perkawinan yang meski mendasarkan asas monogami, tetap memberikan celah untuk praktik poligami melalui alasan-alasan yang dianggap diskriminatif, seperti istri tidak dapat menjalankan kewajibannya, memiliki cacat badan, atau tidak mampu melahirkan keturunan. Alasan ini dinilai merugikan perempuan, memperkuat budaya patriarki, dan melanggengkan ketimpangan gender.

“Pengaturan ini tidak hanya mengabaikan keadilan gender, tetapi juga memperkuat posisi subordinat perempuan dalam masyarakat,” ungkap ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, dalam rilis yang diterima, Sabtu (18/1/2025).

Komnas Perempuan mencatat bahwa poligami sering kali menjadi pemicu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), baik secara fisik, psikis, maupun ekonomi. Data menunjukkan bahwa dari 3.079 kasus KDRT yang dilaporkan sejak 2004, setengahnya merupakan kekerasan psikis, sementara 16% terkait penelantaran dan kekerasan ekonomi.

Poligami yang dilakukan tanpa prosedur resmi juga dinilai sebagai tindak pidana kejahatan perkawinan. Praktik seperti ini sering menyebabkan penderitaan psikologis, penelantaran, hingga hilangnya hak-hak perempuan dan anak dalam keluarga.

Komnas Perempuan menegaskan pentingnya revisi UU Perkawinan untuk menghapus alasan-alasan diskriminatif dalam praktik poligami, menjadikan alasan poligami bersifat kumulatif, bukan alternatif, mengintegrasikan pengaturan poligami dengan tindak pidana kejahatan perkawinan sebagaimana diatur dalam KUHP dan UU PKDRT dan emastikan pelaksanaan hak nafkah bagi perempuan dan anak pasca-perceraian.

“Putusan Mahkamah Konstitusi No. 12/PUU-V/2007 telah menegaskan bahwa pengaturan ketat terhadap praktik poligami adalah amanat konstitusional untuk melindungi perempuan dari diskriminasi dan kekerasan,” tambahnya.

Komnas Perempuan meminta agar pelaksanaan Pergub Jakarta 2/2025 diiringi dengan langkah-langkah tegas untuk memastikan keadilan dan perlindungan hak perempuan. Beberapa rekomendasi tersebut meliputi:

Penegakan hukum terkait pencatatan perkawinan sesuai UU Perkawinan dan UU Administrasi Kependudukan. Pembentukan tim pertimbangan yang adil gender dan memiliki keahlian mengenali kekerasan berbasis gender.

Komnas Perempuan berharap pemerintah segera mengkaji revisi UU Perkawinan sebagai langkah nyata untuk memastikan keadilan gender dan melindungi perempuan dari diskriminasi serta kekerasan.

“Ini adalah momentum untuk menguatkan komitmen negara terhadap pemenuhan hak-hak perempuan,” pungkasnya.