INDEKS MEDIA

Berita Hari Ini Di Indonesia & Internasional

Rugi Jika Ditinggalkan! Ini Keutamaan Puasa Tasu’a dan Asyura

Ilustrasi Puasa (Dok. NU Jateng)

INDEKSMEDIA.ID – Bulan Muharram 1446 H kini telah memasuki hari kedelapan. Bulan ini memiliki keistimewaan tersendiri bagi umat Islam, tidak hanya karena termasuk dalam asyhurul hurum (bulan-bulan mulia), tetapi juga karena ada hari Asyura pada tanggal 10 Muharram.

Umat Islam sangat dianjurkan untuk melaksanakan puasa pada hari kesepuluh itu. Nabi Muhammad saw juga menganjurkan untuk berpuasa pada hari sebelumnya atau sesudahnya sebagai pembeda dari puasa umat Yahudi.

Hari sebelum Asyura dikenal dengan sebutan Tasu’a. Menurut pengumuman Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) nomor 046/LF–PBNU/VII/2024 mengenai awal Muharram 1446 H, puasa Tasu’a akan jatuh pada Selasa (16/7/2024).

Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU), Alhafiz Kurniawan, menyatakan bahwa puasa Tasu’a atau puasa pada tanggal 9 Muharram sangat dianjurkan oleh Rasulullah saw. Pernyataan ini disampaikan dalam artikelnya di NU Online yang berjudul Ini Lafal Niat Puasa Tasu’a dan dikutip oleh NU Online Jateng pada Senin (15/7/2024).

Dalam riwayat Muslim, Rasulullah saw bersabda bahwa beliau akan berpuasa pada hari Tasu’a jika masih hidup hingga tahun mendatang.

Artinya, “Dari Abdullah bin Abbas ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, ‘Kalau sekiranya aku hidup hingga tahun depan, niscaya aku akan puasa pada hari Sembilan (Muharram)’ pada riwayat Abu Bakar ia berkata, yakni ‘pada hari sepuluh (Muharam),’” (HR Muslim).

Untuk menjalankan ibadah puasa ini, umat Islam harus berniat pada malam hari atau pagi harinya. Berikut adalah lafal niat puasa Tasu‘a.

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ التَّا سُوْعَاءِ لِلّٰهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatit Tasû‘â lillâhi ta‘âlâ.

Artinya, “Aku berniat puasa sunah Tasu‘a esok hari karena Allah swt.”

Ustadz Alhafiz menjelaskan bahwa ada perbedaan pandangan di kalangan ulama mengenai penyebutan nama ibadah puasanya dalam niat tersebut. Beberapa ulama berpendapat bahwa seseorang harus mengingat ‘puasa sunah Tasu’a’ saat berniat dalam hati. Namun, ulama lainnya berpendapat bahwa penyebutan itu bukanlah suatu keharusan.

Sebagai tambahan, Ustadz Alhafiz mengutip pandangan Imam Ibnu Hajar Al-Haitami, yang menyatakan bahwa penyebutan nama puasa dalam niat sebaiknya dilakukan. Ini karena, seperti dalam puasa ‘Arafah, puasa Asyura, puasa ayyamul bidh (tanggal 13, 14, 15 setiap bulan Hijriyah), dan puasa enam hari Syawwal, penetapan nama puasa tersebut penting seperti ta’yin dalam shalat rawatib. Puasa pada hari-hari tersebut sudah diatur berdasarkan waktunya.

Namun, jika seseorang berniat puasa lain pada waktu-waktu tersebut, ia tetap mendapatkan keutamaan puasa sunah rawatib. Hal ini serupa dengan shalat tahiyyatul masjid. Tujuan utama dari perintah puasa rawatib adalah pelaksanaan puasanya itu sendiri, terlepas dari apa pun niat puasanya.

Puasa Tasu’a memiliki banyak keistimewaan. Dikatakan bahwa puasa di bulan Muharram menempati posisi satu tingkat di bawah puasa bulan Ramadhan. Selain itu, puasa pada hari tersebut dilakukan di bulan yang mulia. Nabi Muhammad saw juga sangat mendambakan untuk melaksanakan puasa ini.

Adapun Puasa Asyura memiliki keutamaan yang lebih istimewa lagi berdasarkan keterangan hadis Nabi.

Rasulullah SAW bersabda:

صِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ، إِنِّي أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ

_”Puasa pada hari Asyura, aku berharap kepada Allah agar dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu.”_
(HR. Muslim)