Ramadan Momen Tajrid al-Nafs
Penulis: Gunawan Hatmin
Tajrid al-Nafs atau penyucian jiwa adalah konsep yang mengajak manusia untuk membersihkan hati dan pikiran dari hal-hal bersifat duniawi, sehingga dapat menemukan makna dan tujuan hidup yang lebih dalam. Puasa, sebagai salah satu ibadah utama dalam Islam, menjadi sarana efektif untuk mencapai hal tersebut.
Dengan menahan diri dari makan, minum, dan hawa nafsu lainnya, puasa mengajarkan kita untuk mengendalikan diri, merenung, dan fokus pada hal-hal yang bersifat spiritual. Dalam konteks kehidupan modern yang serba cepat dan dipenuhi distraksi, puasa memberikan kesempatan untuk memperlambat ritme hidup, merenungkan prioritas, serta menguatkan hubungan dengan Sang Pencipta. Tajrid al-Nafs juga mengajarkan kita untuk melepaskan diri dari keterikatan berlebihan terhadap materi dan gemerlap duniawi.
Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan permainan dan senda gurau belaka. Dan sungguh, negeri akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu mengerti?” (QS. Al-An’am: 32)
Ayat ini mengingatkan kita bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara dan tidak boleh menjadi tujuan utama. Puasa, dengan menahan diri dari hal-hal bersifat materi, membantu kita menyadari bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada kepemilikan harta atau pencapaian duniawi, melainkan pada kedekatan dengan Allah dan pengabdian kepada-Nya. Ayat ini menegaskan bahwa manusia harus memandang dunia sebagai sarana, bukan tujuan akhir.
Selain itu, puasa juga mengajarkan kita untuk mengembangkan empati dan kepedulian sosial. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
“Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 184)
Ayat ini tidak hanya menegaskan keutamaan puasa, tetapi juga mengisyaratkan bahwa puasa memiliki dimensi sosial yang kuat. Ketika kita merasakan lapar dan haus, kita menjadi lebih peka terhadap penderitaan orang lain yang mungkin mengalaminya setiap hari. Ayat ini mengajarkan bahwa puasa adalah bentuk latihan spiritual untuk mengatasi egoisme dan mengembangkan solidaritas kemanusiaan.
Dalam konteks kekinian, hal ini dapat diterapkan dengan berbagi kepada mereka yang membutuhkan, seperti menyisihkan sebagian rezeki untuk donasi atau terlibat dalam kegiatan sosial.
Contoh relevan dalam kehidupan masa kini adalah bagaimana puasa membantu seseorang mengurangi ketergantungan pada teknologi dan media sosial. Di era digital, banyak orang terjebak dalam kebiasaan *scrolling* tanpa henti, yang sering kali membuat mereka lupa akan tujuan hidup yang lebih bermakna.
Saat berpuasa, seseorang bisa memanfaatkan waktu yang biasanya dihabiskan untuk aktivitas konsumtif tersebut dengan merenung, membaca, atau berbuat kebaikan. Misalnya, seorang pelajar yang berpuasa mungkin akan lebih fokus pada tujuan akademisnya, atau seorang profesional bisa memanfaatkan waktu luang untuk merencanakan pengembangan diri yang lebih bermakna.
Dengan demikian, puasa tidak hanya membersihkan jiwa, tetapi juga membantu kita menemukan arah hidup yang lebih jelas dan terarah.