Sidang Sengketa Pilwalkot Palopo di MK, Ahli Jelaskan Keabsahan Ijazah dan Prosedur Penyelesaian
JAKARTA, INDEKSMEDIA.ID – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang sengketa Pilwalkot Palopo dengan menghadirkan sejumlah ahli dari pihak terkait dan pemohon. Dalam sidang tersebut, Prof. Agus Riewanto, dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS), menjelaskan berbagai aspek hukum terkait kasus yang disengketakan.
Prof. Agus menegaskan bahwa jika terjadi pelanggaran administratif dalam setiap tahapan pemilihan, baik berupa temuan Bawaslu maupun laporan, maka penyelesaiannya harus dilakukan sesuai dengan jadwal pemilihan. Ia juga menyoroti bahwa kewenangan menentukan keaslian suatu ijazah bukan berada di tangan KPU, melainkan instansi yang berwenang, seperti satuan pendidikan yang mengeluarkan ijazah atau melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Lebih lanjut, Prof. Agus menjelaskan bahwa jika terdapat dugaan pelanggaran administratif dalam pencalonan, seperti ketidakabsahan dokumen persyaratan bakal calon, maka penyelesaiannya harus mengikuti prosedur yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu. KPU memiliki kewajiban untuk melakukan verifikasi faktual terhadap lembaga yang mengeluarkan dokumen tersebut.
“Terkait perkara ini, seharusnya penyelesaian dilakukan di ranah hukum administrasi dengan mengajukan banding ke PTUN untuk memastikan keabsahan dokumen. Hal ini hanya dapat dilakukan saat tahapan pemilihan masih berlangsung, sebagaimana diatur dalam yurisprudensi Putusan MK Nomor 110 Tahun 2011,” ujar Prof. Agus.
Sementara itu, ahli dari pihak pemohon, Charles Simabura, berpendapat bahwa keabsahan pendaftaran merupakan salah satu syarat utama dalam pencalonan. Ia menyebut bahwa jika terdapat dugaan ketidaksesuaian syarat pencalonan, maka MK memiliki kewenangan untuk meninjau kembali keabsahannya, sebagaimana pernah diputuskan dalam berbagai perkara sebelumnya.
Charles juga menyoroti langkah KPU Palopo dalam melakukan klarifikasi ulang terkait ijazah yang disengketakan. Menurutnya, klarifikasi tersebut tidak dilakukan kepada pihak yang berwenang sebagaimana diatur dalam Permendikbud Nomor 29 Tahun 2014. Bahkan, ia menegaskan bahwa klarifikasi ulang tidak diperlukan, karena hasil verifikasi sebelumnya telah dituangkan dalam keputusan KPU yang menyatakan pasangan calon Trisal-Akhmad tidak memenuhi syarat (TMS).
Di sisi lain, Haryo Susetiyo, ahli dari pihak terkait, menjelaskan bahwa ijazah yang menjadi sengketa merupakan dokumen yang diterbitkan oleh dinas pendidikan provinsi melalui satuan pendidikan. Ia juga menambahkan bahwa selain ijazah, terdapat dokumen bernama SHUN (Sertifikat Hasil Ujian Nasional), yang sejak 2016 dicetak oleh dinas pendidikan masing-masing provinsi.
“Dalam data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang terdaftar adalah siswa yang mengikuti ujian, bukan yang mendapatkan ijazah. Ini berlaku baik untuk sekolah formal maupun PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat),” jelas Haryo.
Dalam persidangan, saksi dari pihak pemohon, Junaid, yang juga merupakan dosen STISIP Veteran Palopo, mengungkapkan bahwa informasi mengenai dugaan ijazah palsu Trisal Tahir ia peroleh dari media sosial dan pemberitaan yang beredar.
Sementara itu, saksi dari pihak terkait, Bonar Johnson, menyatakan bahwa Trisal Tahir memang merupakan peserta didik di PKBM Yusha. Namun, ia menegaskan bahwa PKBM tidak memiliki otoritas dalam penerbitan ijazah.
Hakim Saldi Isra dalam persidangan juga menegaskan bahwa penentuan keabsahan ijazah bukan menjadi wewenang sekolah, melainkan instansi berwenang lainnya. Di akhir sesi, ia meminta Bonar untuk memastikan keberadaan dokumen terkait, seperti daftar nama kelulusan dan nilai dari Sudin. Bonar pun menyatakan bahwa ia masih menyimpan dokumen tersebut dan akan berupaya mencarinya.