Mengenal Asal-usul dan Tradisi Suku Dayak
INDEKSMEDIA.ID – Suku Dayak adalah salah satu kelompok etnis terbesar di Kalimantan yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang mendalam.
Meskipun suku Dayak tersebar di berbagai daerah di Kalimantan dan beberapa bagian Sabah serta Sarawak di Malaysia, mereka tetap mempertahankan adat istiadat dan tradisi leluhur mereka yang unik.
Tradisi ini tercermin dalam cara hidup, kepercayaan, pakaian, rumah adat, hingga upacara ritual yang hingga kini masih dijalankan oleh beberapa sub-suku Dayak.
Asal-Usul Suku Dayak
Nama “Dayak” pertama kali digunakan untuk merujuk pada penduduk asli Pulau Kalimantan. Suku Dayak memiliki sejarah panjang yang melibatkan migrasi besar-besaran dari berbagai wilayah, yang pada akhirnya melahirkan 405 sub-suku yang tersebar di seluruh Kalimantan.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa nenek moyang Dayak berasal dari daerah Yunnan, China, yang bermigrasi ke Kalimantan ribuan tahun yang lalu.
Suku Dayak juga pernah memiliki kerajaan sendiri, salah satunya adalah Kerajaan Nansarunai yang berdiri di Kalimantan Selatan pada abad ke-14, sebelum akhirnya dihancurkan oleh ekspansi Majapahit.
Setelah keruntuhan kerajaan ini, masyarakat Dayak menyebar dan sebagian besar masuk ke pedalaman, membentuk komunitas-komunitas baru yang terpisah.
Selain pengaruh dari Majapahit, datangnya agama Islam pada abad ke-16 membawa perubahan besar pada masyarakat Dayak, terutama yang tinggal di bagian timur dan selatan Kalimantan.
Beberapa orang Dayak yang memeluk Islam kemudian tidak lagi mengidentifikasi diri mereka sebagai Dayak, melainkan sebagai Melayu.
Pembagian Etnis dan Tradisi
Suku Dayak terdiri dari enam rumpun besar yang tersebar di Kalimantan: Apokayan, Klemantan, Ot Danum Ngaju, Murut, Iban, dan Punan.
Setiap rumpun ini memiliki sub-suku yang memiliki adat dan budaya yang berbeda, meskipun ada kesamaan dalam tradisi dan kepercayaan mereka.
Salah satu tradisi unik dari suku Dayak adalah kuping panjang, yang merupakan simbol kecantikan dan status sosial bagi perempuan Dayak.
Perempuan Dayak di Kalimantan Timur, khususnya, memanjangkan telinga mereka dengan menggunakan logam pemberat.
Semakin panjang telinga seseorang, semakin tinggi status sosial dan kecantikannya dianggap dalam masyarakat.
Tradisi ini juga melambangkan kesabaran, karena proses pemanjangan telinga membutuhkan waktu dan dedikasi yang lama.
Selain kuping panjang, tato juga menjadi bagian penting dari tradisi Dayak. Tato bagi suku Dayak memiliki makna spiritual, menunjukkan perjalanan hidup seseorang, kedewasaan, serta hubungannya dengan dunia gaib.
Proses pembuatan tato suku Dayak dilakukan dengan peralatan tradisional, di mana gambar tato yang dilukis di tubuh memiliki makna yang mendalam, seperti bunga terong yang melambangkan kedewasaan bagi laki-laki.
Tradisi Ngayau: Berburu Kepala
Salah satu tradisi Dayak yang paling terkenal adalah ngayau atau berburu kepala manusia. Tradisi ini dulu dilakukan oleh beberapa rumpun Dayak, termasuk Ngaju, Iban, dan Kenyah, sebagai bagian dari ritus perang dan spiritualitas mereka.
Pemuda yang berhasil membawa kepala musuh akan mendapatkan status sosial tinggi dan bisa menikahi gadis pilihannya.
Ngayau diyakini berfungsi sebagai pembuktian keberanian dan kekuatan, tetapi juga seringkali dilakukan untuk membalaskan dendam atas kematian anggota keluarga. Namun, tradisi ngayau ini telah lama dihentikan sejak diadakan perjanjian Tumbang Anoi pada tahun 1874, di mana para pemimpin Dayak sepakat untuk mengakhiri tradisi perburuan kepala demi menjaga kedamaian antar suku.
Tradisi Tiwah dan Manajah Antang
Selain ngayau, suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah memiliki tradisi Tiwah, sebuah upacara pemakaman untuk mengantar arwah orang yang telah meninggal menuju alam akhirat.
Dalam tradisi ini, tulang belulang dari kerabat yang telah meninggal dibakar dan diiringi dengan tarian serta nyanyian untuk mengantarkan arwah ke Lewu Tatau, dunia akhirat menurut kepercayaan Kaharingan.
Tradisi lainnya yang cukup terkenal adalah Manajah Antang, sebuah ritual yang melibatkan pemanggilan roh burung antang untuk mencari petunjuk, terutama saat suku Dayak bersiap untuk berperang.
Burung antang dipercaya memiliki kemampuan spiritual untuk menunjukkan lokasi musuh dan memberikan petunjuk lainnya.
Agama dan Kepercayaan
Agama asli yang dianut oleh masyarakat Dayak adalah Kaharingan, sebuah kepercayaan yang menekankan pada penghormatan terhadap alam dan leluhur.
Namun, seiring masuknya pengaruh dari luar, banyak masyarakat Dayak yang kini memeluk agama Kristen atau Katolik, terutama di Kalimantan Barat.
Di Kalimantan Selatan, agama asli suku Dayak Meratus dikenal dengan nama Balian, yang lebih berfokus pada pesta panen dan ritual pertanian.
Meskipun demikian, sebagian kecil masyarakat Dayak masih mempertahankan kepercayaan Kaharingan, yang kini telah diakui sebagai bagian dari agama Hindu Kaharingan di Indonesia.
Suku Dayak memiliki sejarah panjang yang kaya akan tradisi dan adat istiadat. Dari tradisi kuping panjang hingga ritual spiritual seperti ngayau dan Tiwah, warisan budaya suku Dayak terus hidup dan beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Meskipun beberapa tradisi mulai memudar, nilai-nilai spiritual dan penghormatan terhadap alam tetap menjadi inti dari kehidupan masyarakat Dayak. (**)