Dua Tradisi Suku Dayak Kenyah yang Punah Ditelan Zaman
INDEKSMEDIA.ID – Masyarakat adat Suku Dayak Kenyah di Desa Budaya Lekaq Kidau, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, kehilangan dua tradisi penting mereka akibat pengaruh perkembangan zaman.
Kedua tradisi tersebut adalah kuping panjang dan ngayau, yang masing-masing memiliki nilai budaya dan spiritualitas yang mendalam bagi masyarakat Dayak Kenyah.
1. Tradisi Kuping Panjang: Simbol Kecantikan yang Hilang
Kuping panjang, yang secara tradisional dianggap sebagai simbol kecantikan bagi perempuan Dayak Kenyah, kini telah punah.
Tradisi ini melibatkan pemanjangan telinga dengan menggunakan pemberat, sebuah tanda status sosial dan keindahan yang dihormati di dalam komunitas Dayak Kenyah.
Namun, perkembangan zaman membuat generasi muda enggan melanjutkan praktik ini, karena mereka merasa malu atau tidak nyaman dengan simbol tersebut.
Menurut Pjs Kepala Desa Lekaq Kidau, Adang, beberapa tahun lalu masih ada beberapa wanita lanjut usia di desa yang mempertahankan tradisi ini. Namun, setelah generasi tua meninggal dunia, tradisi kuping panjang ikut terkubur bersama mereka.
“Dua tahun lalu masih ada orang tua yang memiliki telinga panjang, tapi sekarang sudah tidak ada lagi sejak mereka meninggal,” ujar Adang.
Tidak hanya berpengaruh pada identitas budaya, hilangnya tradisi kuping panjang juga berdampak pada pariwisata.
Para turis asing yang berkunjung ke desa sering kali kecewa karena tidak menemukan masyarakat Dayak dengan ciri khas telinga panjang yang mereka kenal dari literatur atau cerita lama.
Beberapa turis bahkan meragukan keaslian masyarakat Dayak di sana karena tidak menemukan simbol budaya tersebut.
2. Ngayau: Perburuan Kepala yang Telah Lama Ditinggalkan
Selain kuping panjang, tradisi ngayau atau perburuan kepala manusia juga menjadi salah satu bagian dari sejarah Dayak Kenyah yang kini sudah ditinggalkan.
Ngayau dulunya merupakan bagian dari ritus perang dan spiritualitas yang dilakukan oleh para prajurit Dayak dalam mempertahankan kehormatan suku atau melindungi wilayah. Kepala yang diambil dari musuh dianggap sebagai simbol kekuatan dan perlindungan dari roh-roh jahat.
Namun, seiring dengan masuknya agama dan hukum modern, tradisi ngayau telah lama dilarang dan ditinggalkan.
Kehadiran agama serta penerapan hukum positif di wilayah Kalimantan membuat masyarakat Dayak Kenyah menghentikan praktik ini, meskipun ingatan tentang tradisi tersebut masih hidup dalam sejarah lisan dan cerita rakyat.
Menurut penelitian, ngayau tidak hanya dilakukan suku Dayak Kenyah, tetapi juga oleh beberapa kelompok Dayak lainnya di Kalimantan.
Ritual ini diyakini memiliki kekuatan mistis, di mana kepala manusia dianggap dapat membawa kekuatan spiritual yang besar bagi komunitas.
Dampak Hilangnya Tradisi
Hilangnya kedua tradisi ini bukan hanya menyisakan kekosongan dalam budaya Dayak Kenyah, tetapi juga mempengaruhi cara pandang masyarakat luar terhadap budaya Dayak.
Tradisi kuping panjang, yang dahulu menjadi ikon dan kebanggaan budaya Dayak, kini hanya tinggal cerita bagi generasi muda.
Sementara itu, ngayau, yang sebelumnya dianggap menakutkan oleh masyarakat luar, sekarang hanya menjadi bagian dari masa lalu yang penuh misteri.
Meski begitu, masyarakat Dayak Kenyah terus menjaga berbagai aspek lain dari kebudayaan mereka, seperti tarian, musik, dan ritual adat lainnya yang tetap lestari hingga kini.
Mereka terus berusaha menemukan cara untuk menyeimbangkan tradisi leluhur dengan tuntutan zaman modern, meskipun beberapa tradisi harus dilepaskan.
Hilangnya tradisi kuping panjang dan ngayau menjadi pengingat bahwa perubahan zaman dan modernisasi sering kali datang dengan harga yang harus dibayar dalam bentuk hilangnya identitas dan warisan budaya yang telah dijaga selama berabad-abad. (**)