INDEKS MEDIA

Berita Hari Ini Di Indonesia & Internasional

Komnas Perempuan Teken Nota Kesepahaman dengan Kemen PPPA, 34.682 Perempuan Jadi Korban Kekerasan

Gie

JAKARTA – Kemen PPPA dan Komnas Perempuan meneken nota kesepahaman terkait Laporan Sinergi Database Kekerasan Terhadap Perempuan. Dalam laporan yang telah disinergikan ini, tercatat ada 34.682 perempuan menjadi korban kekerasan.

Dalam keterangan tertulis di laman Komnas Perempuan, laporan ini diluncurkan dengan tema ‘Gerak Bersama dalam Data’ pada Senin (12/8/2024). Selain dua lembaga tersebut, sinergi data ini juga melibatkan Forum Pengada Layanan (FPL).

Peluncuran laporan ini menandai puncak dari kerja kolaboratif tiga lembaga yang dimulai sejak Desember 2019. Sejak saat itu, ketiga lembaga ini telah berkomitmen untuk secara bersama-sama menyajikan data kekerasan terhadap perempuan di Indonesia melalui sistem pendokumentasian yang terpadu.

Kolaborasi ini telah diresmikan melalui Nota Kesepahaman yang mengikat ketiga lembaga dalam Sinergi Data dan Pemanfaatan Sistem Pendokumentasian Kasus Kekerasan terhadap Perempuan untuk Pemenuhan Hak Asasi Perempuan Korban Kekerasan.

Plt Sekretaris Kementerian PPPA, Titi Eko Rahayu menyampaikan bahwa memang ada perbedaan dalam sistem pelaporan data dari ketiga lembaga ini. Namun, hal ini tidak menghalangi upaya mencapai tujuan bersama.

“Upaya sinergi data dilakukan dengan mencari kesamaan dan memanfaatkan perbedaan untuk saling mengisi dan melengkapi,” ungkapnya.

Ia juga menegaskan bahwa sinergi dalam pendokumentasian kasus kekerasan terhadap perempuan diharapkan mampu menghasilkan data yang lengkap, akurat, dan akuntabel, sehingga dapat memenuhi kebutuhan para pengambil kebijakan dalam upaya menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan (KtP).

Sementara itu, Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani menyatakan pentingnya ketersediaan data dan informasi. Data ini diperlukan untuk melakukan perubahan di tingkat kebijakan serta dalam mendorong perubahan di tengah masyarakat.

“Ketersediaan data membuka pintu pengetahuan dan kesadaran bersama untuk mengatasi persoalan yang ada. Kehadiran Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) adalah contoh nyata dari pentingnya data,” ujar Andy.

Ia juga menambahkan bahwa upaya sinergi database ke depan perlu memberikan perhatian khusus pada kasus kekerasan seksual, mengingat angka kekerasan seksual yang tinggi dan dampak khususnya terhadap perempuan.

Sementara itu, Fery Wira Padang selaku Dewan Pengarah Nasional Forum Pengada Layanan (FPL), mengungkapkan harapannya agar laporan data kasus KtP menjadi data rujukan yang berkontribusi signifikan dalam mendukung kerja-kerja advokasi guna memastikan negara hadir menyediakan layanan yang komprehensif bagi perempuan dan anak korban kekerasan di seluruh Indonesia.

“Korban harus lebih mudah mengakses layanan, terutama di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar), agar tidak ada perempuan dan anak korban kekerasan yang terpuruk karena tidak mendapatkan layanan yang layak,” tegasnya.

Sinergi data kekerasan terhadap perempuan ini merupakan gabungan dari sistem data pengaduan kekerasan terhadap perempuan yang dikembangkan oleh masing-masing lembaga, yaitu Simfoni PPA dari Kemen PPPA, SintasPuan dari Komnas Perempuan, dan Titian Perempuan dari FPL.

Dalam laporan ini disebutkan bahwa pada tahun 2023, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan yang tercatat di ketiga lembaga ini mencapai 34.682 korban, dengan rincian Simfoni PPA mencatat 26.161 korban, SintasPuan Komnas Perempuan mencatat 3.303 korban, dan Titian Perempuan FPL mencatat 5.218 korban.

Menurut Kepala Biro Data dan Informasi Kemen PPPA, Sulistyo Wibowo peningkatan jumlah perempuan korban kekerasan yang melapor, terutama di Simfoni Kemen PPPA dan Titian Perempuan FPL, dapat diartikan sebagai peningkatan kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan.

Secara geografis, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur menjadi tiga wilayah dengan jumlah pelaporan kasus KtP tertinggi, yang dipengaruhi oleh ketersediaan akses layanan, organisasi sipil pengada layanan yang banyak, serta infrastruktur yang mendukung.

Sepanjang tahun 2023, data dari SintasPuan dan Titian Perempuan menunjukkan bahwa kekerasan di ranah personal masih mendominasi. Kekerasan seksual mencatat angka tertinggi dengan 15.621 kasus, diikuti oleh kekerasan psikis sebanyak 12.878 kasus, kekerasan fisik sebanyak 11.099 kasus, dan kekerasan lainnya sebanyak 6.807 kasus.

Berdasarkan analisis, korban dengan tingkat pendidikan SMA atau sederajat adalah kelompok tertinggi yang mengalami kekerasan, yang kemungkinan disebabkan oleh pengetahuan yang lebih baik mengenai kekerasan berbasis gender.

Sementara itu, Bahrul Fuad, Komisioner Sub Komisi Pemantauan Komnas Perempuan, menyoroti kekerasan terhadap perempuan penyandang disabilitas sebagai kelompok yang rentan. Data Simfoni Kemen PPPA mencatat kasus kekerasan terhadap perempuan disabilitas tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan 33 korban, sementara data FPL mencatat 120 korban dan Komnas Perempuan mencatat 38 kasus.

Di saat yang sama, Novita Sari, Sekretaris Nasional FPL, mengungkapkan bahwa terdapat 75 perempuan positif HIV/AIDS yang melaporkan kekerasan yang mereka alami pada tahun 2023. Status positif HIV/AIDS ini menambah kerentanan korban terhadap kekerasan dan kesulitan dalam memperoleh keadilan.

Banyak korban enggan melaporkan kasusnya karena takut status kesehatannya diketahui oleh banyak orang dan mengalami diskriminasi lebih lanjut.

Data korban dengan keragaman gender dan seksualitas menunjukkan adanya 54 kasus yang dilaporkan pada periode Januari-Desember 2023. Namun, laporan dari kelompok tertentu seperti transgender, lesbian, dan biseksual masih minim karena perspektif organisasi layanan dan aparat penegak hukum yang bias. Sering kali, korban dengan identitas gender tertentu malah mengalami kekerasan tambahan ketika melaporkan kasusnya.

Kekerasan berbasis gender online (KBGO) juga menjadi perhatian khusus karena jumlah kasus yang terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2023, berdasarkan data dari ketiga lembaga, terdapat 1.801 korban KBGO. Hal ini menunjukkan pentingnya perhatian lebih terhadap kasus-kasus yang melibatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam bentuk pelanggaran atau pelecehan.

Berdasarkan tren dan karakteristik pelaporan data KtP ini, upaya penyediaan data dan penanganan kasus KtP harus terus dilakukan secara berkelanjutan. Sinergi antar lembaga baik dalam infrastruktur data, anggaran, maupun sumber daya manusia diperlukan untuk mencapai kebijakan satu data yang terkait dengan kasus kekerasan terhadap perempuan.

Dalam peluncuran laporas sinergi database yang diselenggarakan secara hybrid ini menghadirkan dua penanggap dari Kejaksaan Agung dan akdemisi dari Universiatas Brawijaya Malang. Keduanya memberikan tanggapan yang positif atas peluncuran laporan tersebut.