Lokakarya Liputan Kolaboratif Jurnalis Masyarakat Adat dan Jurnalis Lokal
INDEKSMEDIA.ID – Lokakarya liputan kolaboratif jurnalis masyarakat adat dan jurnalis lokal digelar di Jakarta. Dalam kegiatan itu menghadirkan berbagai narasumber yang ahli di bidangnya.
Seperti Titi Pangestu yang mempertemukan jurnalis lokal dan jurnalis MA dari AMAN. Setelah itu mereka menentukan tema issue masyarakat adat dari kelompok yang dibentuk untuk dibahas lebih lanjut.
Capaian agenda ini salah satunya melakukan liputan secara bersama media lokal terkait MA. Setelah itu dilakukan Pemaparan organisasi AMAN Situasi MA.
Narasumber selanjutnya datang dari Infokom Aman, Alfa Gumilang. Dalam pemaparannya, dia menjelaskan media memiliki peran penting dalam kondisi masyarakat adat.
Dia juga menceritakan issue kondisi masyarakat adat yang diliput media terkait kondisi masyarkat adat yang ada di wilayah IKN, sehingga hasil liputan tersebut terdapat narasumber yang dicari oleh oknum setelah menyampaikan kesaksiannya.
Upaya ini juga merupakan bentuk untuk mengaktifkan masyarakat adat (warga lokal) dalam melakukan pemberitaan terkait situasi di wilayah adatnya.
“Besok, tanggal 26/7/2024 bagaimana mempublikasikan beritanya,” singkatnya.
Materi selanjutnya dari Bang Eustobia Rero Renggi. Dia adalah Deputi Sekjen AMAN urusan organisasi (tentang AMAN)
Dia menjelaskan masyarakat adat, hak-haknya dan permasalahannya. Dalam materinya dia juga menentukan istilah dalam pemberitaan penyebutan masyarakat adat, apakah dia adalah MHA, masyarakat tradisional atau masyarakat lainnya.
Permalasahan selanjutnya tidak adanya data resmi jumlah masyarakat adat. Belum adanya konsistensi dari terminologi masyarakat adat, apakah dia adalah MHA, masyarakat terpencil dan lain sebagainya.
“Istilah MA muncul pada tahun 1993, dan WALHI melakukan pertemuan Nasional, meraka lakukan pertemuan itu di mkassar. Pada tahun ini juga mereka datangkan warga kampung yang disebut sebagai korban pembangunan pada masa ORBA dengan program REPELITA, pada saat itu mereka dibubarkan oleh POLRI,dan selanjutnya pindah ke toraja, lalu menjamin pertemuan tersebut agar aman. Dalam pertemuan di toraja kemudian melakukan penggalian terhadap kondisi masyarakat adat seperti asal usul, adat yang mengikat, dan singkat cerita munculah istilah MA. Di tahun 1993 ini dibentuklah JAPAMA yang kemudian meliput kondisi MA,”urainya.
Praktek umum; (1) gantungkan hidupnya secara sosial, ekonomi, dan budaya pada wilayah adat. (2) ketergantungan terhadap wilayah adat sebagai sumber pemenuhan kehidupan, (3) sifat gotong royong terhadap masyarakat secara luas, (4) pengambilan keputusan berdasar dari musyawarah adat. Salah satu contoh dalam pengambilan keputusan ini mengarah pada kondisi politik elektoral yg sebagai salah satu contihnya di papua itu mereka menyepakati bahwa hanya ada satu colon yang di usung utuk maju karena dia merupakan anak adat.
Problematika masyarakat adat antara lain Pemiskinan dan kemisikinan yang merajalela di kalangan masyarakat adat. Sebagai contohnya yakni, tikus mati di lumbung padi. Arah dari contoh ini bisa jadi kayak yang terjadi sekarng sebagaimana di atur dalam PERMEN ATR/BPN terbaru (inventarisasi tanah ulayat).
Upaya ini sebagai penghidupan di konsentrasikan kepada masyarakat adat itu sendiri, akan tetapi kepada pihak di luar dari wilayah adat. Kemudian Pelanggaran HAM.
Penegasan hak hak kolektif sebagai masyarakat adat Penentuan nasib sendiri, Tanah, wilayah dan SDA Budaya dan kekayaan intelektual, Free, prior, and informed, consent (EPIC)
Penentuan model dan bentuk bentuk pembangunan yang sesuai Lima hal di atas merupakan hasil deklarasi PBB tentang hak masyarakat adat (UNDRIP) pada tanggal 13 September 2007.
Pelibatan perempuan adat di ruang masyarkaat adat, hal demikian dapat dilihat dari perempuan AMAN
Sejarah Penaklukan masyarakat adat melalui; Negara masa lalu (kerajaan/kesultanan), Kolonialisme, Republik Indonesia, Melalui rentetan sejarah ini masyarakat adat masih eksis namun meraka berada dalam ambang kepunahan diakibatkan situasi rezim yang berupaya melakukan penghancuran dengan program hilirisasi, pembangunan, dan lain sebagainya.
Tahap tiga penaklukan di atas inilah sebagai suatu skema yang contohnya terjadi kepenuhan masyarakat adat di beberapa wilayah adat, dan salah satu jembatan untuk mengembalikan kondisi ini dengan melalui gerakan kepemudaan, perempuan AMAN.
Setelah itu, materi dari Ketua Aji, Nani Afrida. Dia menjelaskan terdapat 47 ribu media di seluruh indonesia. Media meliput masyarakat adat seperti isu-isu masyarakat adat selalu kurang terwakili dalam media. Dia juga menjelaskan dalam pemberitaan tidak semestinya melibatkan pemerintah dalam suatu narasi pemberitaan.
Masyarakat adat hanya dijadikan momen eksotis dalam ramuan untuk menarik wisata. Organisasi adat kurang akses terhadap sumber daya dan sekaligus kurangnya dalam menjangkau media.
Kurangnya pemahaman tentang perbedaaan antara budaya masyarakat adat dan non budaya masyarakat adat.
Dia juga memaparkan isu yang harus diliput seperti Mengenai Tidak diakui statusnya sebagai masyarakat adat. Perkembangan agresi dan pelanggaran hak atas tanah, wilayah dan SDA.
Migrasi dan perpindahan paksa
Tidak dikenalnya praktek penghidupan tradisional, salah satu contoh kondisi masyarakat adat yang ada di IKN, hal tersebut sedikit yang menulis kondisi MA yang ada di IKN.
Pelanggaran hak adat perempuan, Penindasan politik dan militerisasi, Fokus pada kebenaran dan konteks, bukan click-bait, Kalau belum bisa untuk memberitakan suatu kejadian yang diperoleh, cukup ditampung saja dulu.
Dalam kurun waktu satu bulan merampungkan kondisi atau fakta fakta yang ada dan dibuat dalam bentuk timers, pemberitaan ini merupakan satu jalan dalam merampungkan kondisi atau fakta yang ada.
Selanjutnya untuk penggalian datanya tidak semestinya lakukan wawancara kepada korban karena bisa jadi mereka tidak mau, alternatifnya dengan mencari fakta, apakah hal tersebut betul-betul terjadi berdasarkan keterangan warga atau informasi dari pemerintah setempat.
Materi selanjutnya dari Saparia saturi dari Mongabay. Dia mengatakan Istilah yang dikeluarkan oleh pemerintah terhadap masyarakat adat mengenai pengelolaan hutan adat, tentu terdapat keberlakuan waktu, sedangkan masyarakat adat sendiri dalam mengelola wilayah adatnya/hutan adatnya tidak menggunakan terminologi atau rentan waktu dalam pengelolaannya.
Pengumpulan data atau pemberitaan tidak hanya narasumbernya dari ketua adat, akan tetapi perlu juga narasumbernya dari warga adat agar informasinya lebih meluas.
Setelah itu, masuk materi dari Alfa Gumilang, INFOKOM AMAN. Dia mengatakan salah satu dampak pemberitaan jurnalis masyarakat adat yang selama ini dihimpun oleh AMAN menjadi alat penelusuran baru terhadap media-media lain.
Hal tersebut didasari dari informasi yang terbilang baru ditemukan oleh media-media lain sehingga tidak jarang media tersebut kemudian melakukan penelusuran terhadap pemberitaan AMAN. (*)