Komnas Perempuan Rilis Info Kekerasan Tahun 2023, Andy Yentriyani: Himpunan Data Hanya yang Dilaporkan
Jakarta — Menyambut Peringatan Hari Perempuan Internasional tahun 2024, Komnas Perempuan melakukan peluncuran Catatan Tahunan (CATAHU) yang merekam data kekerasan terhadap perempuan selama tahun 2023.
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam sambutannya membeberkan pada tahun ini, CATAHU mencatat dinamika pengaduan kasus yang menurun pada 2023 dari tahun sebelumnya, yaitu menjadi 289.111 dari 339.782.
“Penurunan angka pengaduan kasus ini terjadi di semua baik pada lembaga layanan, Komnas Perempuan, maupun Badilag. Khusus pada pengaduan kasus ke Komnas Perempuan penurunan angka terjadi tidak signifikan, yaitu dari 3.442 menjadi 3.303 kasus. Dengan jumlah ini berarti rata-rata Komnas Perempuan menerima pengaduan sebanyak 11 kasus/hari,” kata Andy dalam keterangan resminya, Kamis (7/3).
Namun, menurut Andy, sangat penting memahami bahwa data dalam CATAHU hanya merupakan indikasi dari puncak gunung es persoalan kekerasan terhadap perempuan di dalam realitanya.
“Data yang terhimpun adalah terbatas pada kasus yang dilaporkan oleh korban, jumlah dan daya lembaga yang terlibat dalam upaya kompilasi data sehingga CATAHU dapat hadir,” katanya.
“Dengan demikian, peningkatan jumlah kasus bukan berarti jumlah kasus kekerasan pada tahun sebelumnya lebih sedikit melainkan karena jumlah korban yang berani melaporkan kasusnya semakin banyak dan akses ke lembaga pengaduan juga lebih luas. Demikian juga sebaliknya,” tambah dia.
Karenanya, Komnas Perempuan selalu mengingatkan bahwa CATAHU bukan sekadar rujukan tentang naik-turun angka kekerasan terhadap perempuan.
CATAHU, kata dia, sebaiknya diperlakukan sebagai dokumen rujukan untuk mengembangkan pengetahuan tentang persoalan kekerasan terhadap perempuan, sekaligus basis pemeriksaan daya penanganan bagi korban untuk memenuhi hak-haknya atas kebenaran, keadilan dan pemulihan.
Dimisalkannya, pada CATAHU 2023 Komnas Perempuan mengenali bahwa mulai ada pergeseran kecenderungan kasus yang dilaporkan, yang bisa jadi merupakan konsekuensi dari kelahiran payung hukum yang selama ini sangat dibutuhkan korban, “yaitu UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.”
“Misalnya saja peningkatan signifikan kasus kekerasan di ranah publik menjadi 55% dari total kasus yang dilaporkan, yang biasanya berkisar 30%. Atau, peningkatan signifikan dari pelaporan kasus pelecehan seksual dan pemaksaan aborsi. Demikian juga peningkatan pelaporan kasus kekerasan di ranah negara, utamanya kasus terkait konflik sumber daya alam, tata ruang dan agraria,” sambungnya.
Sementara, pengenalan pada kekerasan di ruang digital, masih kata Andy, khususnya yang berdimensi seksual, juga lebih baik, dan Komnas Perempuan mengelompokkannya dalam 5 kategori.
“Dalam diskusi untuk memaknai data kasus 2023, kami menemu-kenali bahwa perlu ada percepatan penguatan infrastruktur penyikapan dalam mengantisipasi perkembangan kasus kekerasan terhadap perempuan yang semakin kompleks itu,” tegasnya.
“Penyikapan kami maknai sebagai sebuah spektrum upaya dari aras pencegahan, perlindungan, penegakan, dan pemulihan pada kasus kekerasan terhadap perempuan. Saat ini, upaya percepatan penguatan sistem penyikapan sangat mungkin dengan perkembangan kerangka hukum dan kebijakan serta program maupun keterlibatan public,” tambahnya.
Sangat mungkin, kata dia, selama ada itikad dari semua pemangku tanggung jawab dan pemangku kepentingan lintas sektor untuk mengimplementasikan komitmen penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan pemenuhan hak-hak korban.
“Inilah mengapa kami kemudian memutuskan judul CATAHU 2023 adalah “Momentum Perubahan: Peluang Penguatan Sistem Penyikapan di Tengah Peningkatan Kompleksitas Kekerasan terhadap Perempuan,” ucap Andy. (*)