Ralat Pernyataan Pj Gubernur, Kantor Menteri Keuangan Sebut Sulsel Tidak Bangkrut Tapi …
INDEKSMEDIA.ID – Kantor Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meluruskan pernyataan Penjabat (Pj) Gubernur Sulawesi Selatan, Bahtiar Baharuddin, yang mengatakan bahwa daerahnya telah bangkrut akibat defisit anggaran Rp 1,5 triliun.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengungkapkan secara khusus tanggapan Kementerian Keuangan terhadap kondisi keuangan yang diungkapkan Bahtiar. Menurutnya, penggunaan kata bangkrut tidak tepat menggambarkan kondisi anggaran Sulawesi Selatan saat ini.
“Tanggapan Kemenkeu adalah penggunaan istilah “bangkrut” sejatinya kurang tepat untuk memaknai ketidakmampuan Pemprov Sulsel dalam melunasi utang jangka pendek/panjang pada tahun ini,” ujar Prastowo seperti dikutip dari CNBC Indonesia.
Prastowo menjelaskan, sebetulnya yang dialami Pemerintahan Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan saat ini bukanlah kebangkrutan, melainkan kesulitan likuiditas akibat dari pengelolaan utang jangka pendek yang kurang hati-hati atau prudent.
Ia mengungkapkan, hasil analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) pada 2022 dan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) pada 2023 Pemprov Sulsel menunjukkan kinerja keuangan yang kurang sehat, khususnya pada aspek likuiditas. Pada 2023, terdapat utang jangka pendek jatuh tempo dan utang jangka panjang yang menjadi kewajiban Pemprov.
“Sebagai catatan, masalah yang dialami Pemprov Sulsel adalah likuiditas (kesulitan melunasi utang jangka pendek), bukan solvabilitas (kesulitan melunasi utang jangka panjang) mengingat angsuran pokok utang jangka panjang telah dianggarkan dalam APBD 2023 pada pengeluaran pembiayaan,” ujar Prastowo.
Ia menekankan, tingginya kewajiban utang tersebut sebenarnya dapat dihindari dengan optimalisasi pendapatan dan efisiensi belanja, mengingat tingginya akumulasi sisa lebih anggaran pembiayaan (SILPA) pada 2023 dan tahun-tahun sebelumnya.
“Per Seprember 2023 SILPA Pemprov berada di angka Rp 676 miliar, dan kondisi ini diprediksi tetap terjadi hingga akhir tahun melihat tren realisasi PAD (pendapatan asli daerah) yang meningkat serta pola akumulasi SILPA pada dua tahun sebelumnya,” ujar Prastowo.
Sebagai solusi atas permasalahan tersebut, Prastowo mengatakan, Kemenkeu menyarankan supaya Pemprov Sulsel dapat melakukan negosiasi utang jangka pendek, restrukturisasi utang jangka panjang, optimalisasi pendapatan dan efisiensi serta realokasi belanja untuk menekan SILPA, dan/atau refinancing sebagai langkah terakhir.
Sebagai informasi, merujuk pada Portal Data APBD Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu per 12 Agustus 2023, realisasi APBD Sulawesi Selatan masih surplus Rp 1,58 triliun, meski APBD 2023 didesain defisit Rp 1,24 triliun.
Surplus itu disebabkan realisasi pendapatan daerah yang sudah mencapai Rp 27,48 triliun atau 61,75% dari target tahun ini sebesar Rp 44,51 triliun dan realisasi belanja baru mencapai Rp 25,90 triliun atau 56,6% dari target Rp 45,76 triliun.
Meski begitu, dari sisi realisasi pembiayaan atau utang, memang telah mencapai Rp 1,58 triliun atau 126,93% dari target APBD nya tahun ini sebesar Rp 1,24 triliun. Pengeluaran pembiayaan daerah dalam bentuk pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo pun telah mencapai Rp 220,3 miliar atau 58,46% dari target Rp 376,87 miliar.
Sebelumnya, Pj Gubernur Sulawesi Selatan Bahtiar Baharuddin menyampaikan kondisi defisit anggaran Sulsel yang mencapai Rp 1,5 triliun dan membuat daerahnya bangkrut itu saat pidato pengantar nota keuangan dan rancangan peraturan daerah Sulsel tentang APBD 2024 dalam rapat paripurna di DPRD Sulsel, Rabu (11/10).
“Kita defisit Rp 1,5 triliun, Sulsel ini bangkrut. Saya ini pemimpin, nahkoda, kapal Sulsel sudah tenggelam,” ujar Bahtiar Baharuddin dikutip Jumat (13/10/2023) seperti dilansir detik.com.
Menurut Bahtiar, kondisi defisit senilai Rp 1,5 triliun itu disebabkan perencanaan anggaran yang bermasalah selama bertahun-tahun pada masa pemerintahan gubernur sebelumnya. Anggaran belanja yang didesain tak sesuai dengan pendapatan.
“Ini tidak sesuai apa yang diomongin. APBD Rp10,1 triliun, tapi defisit Rp1,5 triliun. Jadi uang hanya ada Rp8,5 triliun berarti uang Rp1,5 triliun, tidak ada uangnya. Saya sudah sampaikan ke Kementerian Dalam Negeri,” tegas Bahtiar.
Permasalahan utang yang bertumpuk itu kata Bahtiar disebabkan pemerintahan provinsi Sulsel selama ini mengklaim pendapatan dana bagi hasil (DBH) sebagai pendapatannya untuk digunakan sebagai pendanaan kegiatan belanja, padahal DBH itu dikhususkan bagi tingkat kabupaten atau kota di Sulsel.
“Kenapa tidak ada duitnya? Satu, uangnya orang yang kau klaim jadi duitmu, Rp 850 miliar DBH kabupaten/kota, kan begitu. Kemudian ada utang dari tahun lalu sudah audit BPK, ini harus diluruskan,” terangnya.
Ia pun memastikan, akan memperbaiki kondisi defisit APBD Sulsel itu dengan cara menghentikan berbagai program belanja daerah hingga akhir tahun ini. Dengan begitu, pendapatan yang benar-benar dimiliki Sulsel akan dia gunakan untuk membayar utang atau defisit Rp 1,5 triliun.
“Maka caranya menyelamatkan kabupaten ini hentikan semua program. Anak-anak tidak usah belanja lagi, kenapa kita mau belanja (sementara) masih ada utang,” jelasnya. (ainun)