Mengenal Fungsi Barugaya, Tempat Musyawarah Masyarakat Gowa

INDEKSMEDIA.ID – Barugaya bagi masyarakat Gowa memiliki arti kata sebagai ‘milik kita’.

Lebih jelasnya Barugaya merupakan salah satu bangunan yang digunakan sebagai tempat bersosialisasi, berinteraksi antara satu penduduk Gowa dengan penduduk lainnya.

Di Jawa, Barugaya dapat diartikan sebagai Pendopo, atau lebih luas lagi dapat pula disebut sebagai Balai Desa.

Karena rumah ini difungsikan sebagai ruang sosialisasi dan berkumpul, Barugaya memiliki bentuk, luas dan lebar bangunan yang lebih besar dari pada rumah adat Gowa pada umumnya, selain kediaman raja tentunya.

Barugaya memiliki tiga gelombang dalam sibalaja, yang menandakan bahwa bangunan tersebut tersedia untuk semua kalangan, terlebih rakyat biasa (lihat rumah adat).

Namun demikian, dalam Barugaya juga sangat lekat dengan simbol-simbol kekuasaan raja, seperti terdapat adanya bala’ babenteng (kain merah) yang senantiasa diikatkan pada setiap tiang penyangga bangunan.

Bala’ babenteng adalah semacam simbol dalam arsitektur rumah adat Gowa, yang menandakan bahwa wilayah tersebut adalah masih berada dalam kekuasaan sang raja.

Layaknya Balai Desa, dalam bangunan Barugaya tidak disertai dengan adanya banyak perabot dan peralatan rumah tangga.

Barugaya memiliki balai yang lebar, hal ini difungsikan untuk dapat menampung semua masyarakat Gowa.

Ruang sosialisasi yang disebut seperti rapat desa, ruang diskusi, pesta pernikahan, ruang bertemunya sang raja dan rakyatnya.

Ketika kita masuk dan menengok ke atas, kita akan melihat banyak batang-batang kayu yang menjorok ke bawah.

Batang-batang kayu tersebut merupakan penghubung dan antara satu reng dengan reng lainnya, satu gording dengan gording lainnya, serta penahan antara kuda-kuda (kayu di bawah gording) dengan kuda-kuda lainnya.

Uniknya, dalam mengerjakan dan menghubung batang-batang kayu yang menjorok ke bawah tersebut bukan menggunakan paku, namun menggunakan kayu sebagai pasak, sebuah kearifan arsitektur lokal yang bermanfaat. (*)