Asal Usul Tari Maku-maku Karya Leluhur Masyarakat Maluku
INDEKSMEDIA.ID – Tari Maku-maku merupakan hasil karya leluhur Maluku ketika tinggal di Nunusaku (tempat dimana orang Maluku diyakini berasal) sebelum berpencar ke wilayah Pulau Seram dan sekitarnya.
Tari Maku-maku diciptakan sebagai sari pergaulan yang melambangkan persekutuan anak-anak Maluku.
Dahulu Tari Maku-maku ditarikan sebagai penutup adat seperti mensyukuri acara inisiasi masuk persekutuan Kakehan (sebuah ritual yang dilakukan terhadap anak lelaki suku Nuaulu yang beranjak dewasa), pembangunan Baileo atau rumah raja, dan pada upacara pengangkatan raja negeri.
Tari Maku-maku sendiri tak dapat dilepaskan dari kisah Putri Hanuele. Konon, Nunusaku merupakan kerajaan tertua di Pulau Seram yang dipimpin oleh Kapitan Elake yang memiliki seorang putri bernama Hanuele.
Putri Hanuele adalah putri yang tercantik di kerajaan tersebut dan oleh karenanya menjadi rebutan para lelaki. Ketika sang putri beranjak dewasa diadakanlah upacara adat Pinamou (ritual terhadap anak perempuan yang memasuki usia dewasa) dan ditutup dengan pesta yang berlangsung selama sembilan hari.
Pesta ini dimeriahkan dengan Tari Maku-maku. Kala itu seluruh pemuda dan pemudi di Nunusaku mengambil bagian dari tarian tersebut sehingga terbentuklah lingkaran yang sangat besar yakni sembilan lapisan lingkaran.
Dalam tarian ini para pemuda memperebutkan putri Hanuele sehingga terjadi perlawanan dan karena tak seorangpun yang mendapatkan sang putri maka para pemuda ini melakukan gerakan toti yang merupakan gerakan dalam tempo cepat dan mulai menginjak-injak sang putri hingga terbunuh dan darahnya tertutupi oleh tanah yang telah menjadi timbunan oleh gerakan-gerakan lincah sang penari.
Peristiwa ini pulalah yang menjadi latar belakang pecahnya perang di Nunusaku antara kelompok Patasiwa dan Patalima hingga akhirnya para leluhur kemudian menyebar dari Nunusaku melalui tiga batang air Eti, Tala dan Sapalewa.
Tari Maku-maku memang dapat dikaitkan dengan kisah putri Hanuele, namun tidak berarti bahwa tarian tersebut mengandung unsur kejahatan, sebaliknya tarian ini adalah tari yang bertujuan merekatkan persekutuan namun justru dipakai sebagai alat pada masa itu untuk maksud jahat para pemuda.
Tari Maku-maku adalah tarian tradisional yang bersifat sosial yakni merupakan tarian pergaulan yang bertujuan untuk mempererat keakraban antara masyarakat dalam hal ini anak cucu Maluku.
Gerakan tarian yang sederhana secara tidak langsung menyiratkan bahwa tarian ini dapat ditarikan oleh siapa saja dan oleh karenanya semua orang diundang untuk mengambil bagian dalam tarian ini sehingga dapat dikatakan pula bahwa tarian ini memiliki sifat terbuka karena tidak adanya batasan jumlah penari, malah semakin banyak partisipan maka semakin banyak pula variasi lapisan lingkaran dalam tarian ini dan semakin semarak.
Personil Tari Maku-maku terdiri dari kapitan, mamiri, penari maku dan penabuh tifa, peniup tahuri serta pelantun kapata.
Kapitan bertugas mengarahkan penari, menyemangati dan memberi komando terhadap penari dengan teriakan-teriakannya yang khas.
Posisi kapitan dalam formasi tarian di depan, kemudian seiring dengan berjalannya tarian, kapitan akan berlari mengelilingi penari sambil berteriak-teriak.
Mamiri bertugas membimbing para penari dan dalam formasi tarian, mamiri berjalan di samping penari untuk mengiringi penari dengan gerakan tangan yang melambai-lambai.
Para penari dalam tarian ini tidak dibatasi, justru semakin banyak penari semakin semarak pula tarian, baik itu penari wanita maupun pria.
Penabuh tifa terbagi berdasarkan jenis tifa yang ditabuh yakni tifa kecil yang disebut lhaanairo dan tifa besar yang disebut Ihahi- nandalo.
Jumlah personil penabuh tifa juga tidak terbatas. Seringkali salah satu penabuh tifa juga bertugas meniup tahuri di awal dan akhir tarian untuk menandakan dimulai dan berakhirnya Tarian Maku-maku.
Pelantun kapata terkadang juga adalah orang yang menabuh tifa. Formasi mereka dalam tarian ini adalah di depan barisan, namun apabila barisan telah bertambah banyak maka mereka akan duduk di tengah-tengah lingkaran. (*)