Balai, Bangunan Tradisional Masyarakat Dayak Meratus, Tempat Uji Kesaktian

INDEKSMEDIA.ID – Balai merupakan bangunan tradisional masyarakat Dayak Meratus di Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan.

Bangunan ini adalah tempat untuk menyelenggarakan musyawarah dan upacara-upacara adat, menyimpan alat-alat upacara, serta menyembuhkan dan merawat penghuninya yang jatuh sakit.

Sesungguhnya arti balai adalah tempat bebelian, maksudnya balai adalah tempat untuk mempraktikkan ilmu-ilmu yang dimiliki oleh para belian (orang-orang yang dianggap memiliki kesaktian) dan tempat untuk belajar menjadi belian.

Namun di masa penjajahan balai pernah dijadikan sebagai tempat tinggal para keluarga yang masih memiliki ikatan kekerabatan untuk mencegah dampak negatif dari rusuhnya situasi di luar balai.

Pada saat itu para penghuninya akan merasa lebih aman dan tenang jika berkumpul bersama-sama. Lokasi sebuah bangunan balai pada umumnya mengalami rotasi dalam rentang waktu 15-30 tahun.

Dalam kurun waktu ini biasanya bangunan balai sudah mengalami kerusakan parah, sehingga harus dibangun balai baru sebagai penggantinya.

Bangunan yang baru itu bisa tetap mempertahankan nama lamanya, atau berganti nama sesuai dengan kesepakatan bersama.

Penghuninya tetap sama dengan penghuni balai sebelumnya, ditambah dengan keturunan atau anggota keluarga yang baru.

Sebagai contoh, Balai Malaris yang merupakan balai tertua di Desa Lok Lahung (Kec. Loksado) sudah mengalami perpindahan sebanyak 8 kali dan namanya tidak pernah mengalami perubahan.

Sementara Balai Manutui yang berlokasi di desa yang sama, pada awalnya bernama Balai Kamiri, setelah perpindahan pertamanya nama balai berubah menjadi Balai Sungai Lahong, baru berubah lagi menjadi Balai Manutui.

Kini bangunan balai tidak lagi dijadikan sebagai tempat tinggal permanen bagi para penghuninya, tetapi lebih berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan upacara ataupun pertemuan adat.

Sebagian orang/penghuninya menjadikan balai sebagai tempat tinggal sementara, khususnya di saat setelah musim panen usai/selama tidak mengerjakan ladang ataupun selama rangkaian upacara adat sedang diselenggarakan.

Bangunan besar ini dibangun oleh beberapa umbun (kesatuan keluarga luas) dan KK (kesatuan keluarga inti) yang menjadi anggotanya. Ukuran balai sangat tergantung dengan jumlah anggota/penghuninya.

Semakin banyak penghuninya, maka ukurannya juga akan semakin besar. Salah satu bagian khas dari bangunan balai adalah pematang.

Yakni, bagian bangunan yang letaknya di tengah ruangan balai, berbentuk persegi panjang yang dibuat lebih rendah dari lantai yang ada di sekelilingnya.

Tidak ada keseragaman untuk luas pematang di setiap balai, semakin banyak jumlah belian dan keluarga inti yang menjadi anggota balai maka akan semakin luas pula ukuran pematangnya.

Selain pematang, di balai terdapat beberapa ruang/kamar berukuran kecil (pindalam). Jumlah banyaknya pindalam disesuaikan dengan banyaknya umbun ataupun KK yang menjadi anggota balai tersebut.

Pindalam difungsikan sebagai tempat penyimpanan alat-alat upacara yang dimiliki masing-masing umbun, beristirahat khususnya bagi tamu-tamu penting yang berkunjung dan menginap di balai, serta terkadang sebagai tempat tinggal bagi keluarga yang menetap sementara di balai.

Dalam proses pembangunan balai terdapat upacara-upacara khusus yang dilakukan, tujuan utamnya adalah untuk memperoleh kesalamatan, menghindarkan diri dari bala bencana, memperoleh ketentraman, kelimpahan rezeki, dan umur yang panjang.

Keberadaan bangunan balai ini disatu sisi dapat mempertahankan kondisi religiusitas masyarakat, membina relasi sosial antar-sesama penghuni, mempertahankan ciri kehidupan komunalistik, media untuk transfer pengetahuan antargenerasi, serta penguat identitas orang Dayak Meratus. (*)