Asal Mula Tari Ehe Lawn Milik Masyarakat Marsela Maluku Barat Daya
INDEKSMEDIA.ID – Seka Besar merupakan salah satu kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat Masela di Kabupaten Maluku Barat Daya.
Tari Seka Besar secara etimologi dapat dijabarkan dalam beberapa istilah lokal antara lain, Ehe Lawn (ehe: Tari dan Lawn:besar), Nyilai Lewna (Nyilai : Tari dan Lawna : besar), selain itu juga terdapat istilah wneyseka yang artinya menyanyi bergembira dengan menggerakan kaki secara serentak.
Sehingga korelasi antara istilah Seka Besar sebagai tari tradisional masyarakat Masela dengan ehe Lawn/Nyilai Lewn/wneyseka berada pada tarian dengan orientasi tumpuhan pada gerakan kaki yang dilakukan secara serentak diiringi dengan irama tifa dan nyanyian adat.
Menurut sejarah yang berkembang pada masyarakat sekitar, penemuan tari ini dimulai dari sebuah perkampungan tua yang bernama Kalewn/Letkil.
Di kampung/negeri ini hidup seorang peternak kambing juga seorang seniman bernama Kowjer Penaonde. Sebagai peternak kambing, setiap hari Kowjer menggembalakan kambingnya disekitar hutan yang dikenal dengan nama Amukryene (tempat pemeliharaan kambing). Pada suatu hari, ketika Kowjer menggembalakan kambingnya tergeraklah dalam hatinya untuk memperhatikan binatang-binatang itu.
Setelah diperhatikannya, ternyata ada kambing yang hilang. Ia kemudian berfikir bahwa kambing yang hilang itu sudah tentu ada di dalam hutan ini.
la merasa gelisah dan muncul niat dalam hatinya untuk mencari kambing yang hilang ke dalam hutan tersebut.
Saat berada di dalam perjalanan tibalah is pada suatu tempat yang diberi nama Pipnukra (tempat pemelihara kambing). Dari tempat tersebut is melihat beberapa ekor kambing sedang bermain dengan asiknya di bawah pohon beringin yang rindang.
Kambing-kambing itu bermain sambil sesekali melompat, saling dorong mengadu kekuatan dan sebagainya.
Selain itu, tanpa disangka Kowjer juga mendengar kambing-kambing yang bernyanyi.
Mendengar kambing yang bernyanyi kemudian membuat Kowjer langsung bersembunyi dalam semak-semak dan terus mengamati gerak-gerik kambing karena ingin memastikan bahwa kambing yang hilang itu ternyata ada dalam kelompok kambing yang sedang melakukan gerakan-gerakan dengan nyanyian.
Peristiwa ini membuat Kowjer tertegun dan terinspirasi akhirnya mengilhami lagu dan gerakan-gerakan kambing yang dilakukan secara spontan.
Ia kemudian melagukan sebuah lagu dan setelah itu Kowjer kembali pulang. Dalam perjalanan pulang, Kowjerterus menyanyikan lagu dan sesekali melompat mengikuti gerakan kambing, sehingga setiap orang kampung yang berpapasan dengannya berkata bahwa ia kemasukan setan.
Namun is tidak peduli dengan ocehan (wanyena) masyarakat yang melihatnya. Hari-hari berikutnya, Kowjer memperlihatkan perilaku yang sama disehingga muncul dugaan dari orang kampung bahwa Kowjer sudah gila (neploa).
Akan tetapi mereka berupaya mendekati Kowjer untuk mengetahui lebih dekat mengapa ia berbuat demikian.
Hasil pendekatan dimaksud membuat mereka memahami perilaku Kowjer yang sebenarnya dimana ia telah berhasil menemukan gerak tari dari kambing dengan sebuah lagu ciptannya yang diberi judul Pipyo Mkyalimyese Wullyo yang berarti lihatlah betapa indahnya buluh kambing itu.
Kesenian ini kemudian dijadikan sebagai tarian sakral bagi para kasatria negeri/kampung yang akan berperang dengan sebuah asumsi bahwa tari seka besar mampuh secara magic melindungi dan menjaga para pejuang negeri yang turun ke medan perang.
Tari ini menjadi gambaran kehidupan masyarakat yang begitu dekat dengan kepentingan menaklukan berbagai wilayah yang ada di Kepulauan Masela.
Perang suku yang melibatkan masyarakat tentunya membuat tarian ini menjadi penyemangat dalam memandu para kasatria yang akan pergi dan pulang dari medan pertempuran.
Dalam komposisi tari selalu akan terlihat perempuan yang diberi kepercayaan dalam mempertemukan unsur keseragaman dalam perpaduan tari tradisional Seka.
Keterwakilan perempuan akan memberikan semangat yang penuh bagi para pejuang yang akan turun ke medan pertempuran.
Dari perspektif sejarahnya Tari Ehe Lawn pada awal penemuannya adalah sebuah tari perang yang sangat sakral dan biasanya ditarikan pada saat-saat tertentu misalnya pada saat terjadinya perang antar kampung di Pulau Masela. (*)