INDEKS MEDIA

Berita Hari Ini Di Indonesia & Internasional

Mengenal Rumah Bale, Arsitektur Sumba

Arsitekrut Sumba, Rumah Bale. (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)

INDEKSMEDIA.ID – Arsitektur, khususnya arsitektur tradisional merupakan bagian integral dari seluruh kehidupan sosial budaya masyarakat. Arsitektur Sumba merupakan hasil dari seluruh kesatuan fisik ruang dan aktifitas sosial budaya keagamaan masyarakat Sumba.

Sepanjang sejarahnya dari masa lampau hingga saat ini serta penyesuaiannya dengan kondisi dan potensi alami yang terdapat di Pulau Sumba.

Terwujudnya arsitektur Sumba ini merupakan bentuk dari kearifan lokal dalam menanggapi dan menyesuaikan dengan lingkungan.

Sumber utama pandangan hidup masyarakat Sumba tercermin dari kepercayaan (marapu) yang merupakan warisan dari nenek moyangnya dan dianut hingga saat ini.

Marapu adalah sebuah kepercayaan masyarakat yang mempercayai bahwa arwah nenek moyang atau leluhur mereka, tetap hidup bersama dewa-dewa dan mereka tetap dapat berhubungan untuk meminta perlindungan dan berkah dari marapu.

Pemujaan dan pengkultusan leluhur ini di dalam ruang arsitekturnya diwujudkan dengan memberi ruang pada ruang adat mereka (penabakul) yang pada umumnya terletak pada sudut depan rumah adat yang berseberangan dengan pintu masuk.

Pemujaan dan pengkultusan leluhur ini didalam ruang arsitekturnya diwujudkan dengan memberi ruang pada ruang adat mereka (penabakul) yang pada umumnya terletak pada sudut depan rumah adat yang berseberangan dengan pintu masuk.

Seperti dalam arsitektur sakral di Indonesia lainnya, rumah tidak hanya dilihat sebagai tempat tinggal belaka, akan tetapi sebagai simbol kosmos yang menghubungkan dunia Ilahi dengan manusia.

Menurut mitos Sumba kuno, ketika rumah leluhur pertama dibangun pada bola langit kedelapan/muka bumi ini, atap ditutupi oleh rambut manusia asli yang diambil selama berburu kepala atau peperangan antar suju.

Di jaman sekarang daun lering kelapa disimboliskan menggantikan rambut manusia tersebut.

Rumah tradisional Sumba dibangun dengan atap tinggi yang memuncak di atasnya dan dengan balok kayu yang di kedua ujungnya dipahat sosok laki-laki dan perempuan yang terbuat dari kayu berukir atau rumput terikat.

Balok kayu di atap diyakini sebagai pintu masuk untuk roh-roh nenek moyang yang memberikan berkat kepada keturunan mereka. Kehadiran Marapu di mana-mana di antara yang hidup dan dibagian rumah dilihat se- bagai tempat yang penting bagi pemujaan leluhur.

Dalam menata kampung adatnya, masyarakat Sumba selalu mengkaitkan tata ruang dengan fenomena alam (menyesuaikan dan menggunakan orientasi yang terkait dengan peredaran matahari-bulan, arah angin, arah gunung

Simbol-simbol itu dibuat sebagai sarana komunikasi untuk menyampaikan pesan dalam bentuk verbal (mantra), dalam bentuk ruang atau fisik (pola, bentuk dan bahan bagi rumah dan pemukimannya), dalam norma-norma kehidupan maupun dalam kegiatan upacara yang dilakukan dan dalam bentuk patung atau perhiasan.

Menurut kepercayaan masyarakat Sumba dunia terbagi menjadi tiga bagian yaitu dunia atas sebagai tempat para dewa, dunia manusia dan arwah leluhur.

Bagan Perwujudan Lapisan Bumi pada Rumah Adat Sumba

– Lapisan teratas adalah umma dalo (Loteng tempat menyimpan bibit dan bahan makanan yang unggul)

– Pedambahano yaitu loteng panas diatas para-para api.

– Pedalo lo yaitu loteng tempat menyimpan makanan sehari-hari.

– Katendeng yaitu tahta untuk duduk dan tidur penghuni rumah.

– Tabola yaitu balai pertemuan.

– Katonga tanah yaitu balai untuk pijakan kaki sebelum memasuki rumah.

Pola kampung pada umumnya berorientasi arah utara-selatan dengan arah selatan sebagai arah utama.

Oleh sebab itu rumah adat kepala kampung terletak di selatan menghadap ke utara, rumah wakil kampung adat terletak di sebelah utara menghadap selatan.

Sedangkan deretan rumah adat sebelah barat adalah bagi anak nomor urut genap dan deretan rumah adat sebelah timur bagi anak nomor urut ganjil.

Seluruh bangunan rumah adat tersebar mengelilingi dan menghadap atau berorientasi pada natar yang menjadi pusatnya sehingga apabila dalam satu pemukiman kampung adat terdapat lebih dari satu kabissu itu akan tercermin pada jumlah natarnya karena setiap kabissu pasti mempunyai sebuah natar.

Arah selatan merupakan arah datangnya angin laut dan musim yang mendatangkan kesuburan dan hasil laut yang melimpah bagi masyarakat Sumba.

Untuk menghormati anugerah alam maka arah selatan memperoleh penghargaan tinggi dan dijadikan sumbu utama dalam mewujudkan pemukiman kampung adat masyarakat Sumba. (*)