Timbun Laut Menggunakan Slag, WALHI SulSel Desak Penegak Hukum Tindak Tegas Huadi

INDEKSMEDIA.ID — Pembangunan perluasan daerah pelabuhan (Jetty Huadi) di Desa Papanloe, Kecamatan Pajukukang, Kabupaten Bantaeng, mendapat banyak sorotan usai gunakan limbah slag sebagai material reklamasi (30/8).

Sebagai respons, Fadli selaku kepala divisi energi dan pangan WALHI Sulsel menilai bahwa tindakan Huadi sudah melampaui batas, sewenang-wenang dan dapat merugikan masyarakat pesisir.

“Apa yang dilakukan Huadi sudah tidak sesuai perencanaan dalam Amdal-nya, hal ini menunjukkan adanya kegiatan sewenang-wenang dan telah melampaui batas karena material yang digunakan juga masih diragukan tingkat keamanannya.” ucap Fadli.

Limbah slag yang digunakan merupakan limbah padat sisa hasil peleburan nikel. Meskipun dikategorikan sebagai limbah non-B3, material ini dapat dianggap menimbulkan risiko tinggi karena berpotensi mengandung berbagai jenis zat kimia.

“Limbah slag bisa sangat berbahaya karena kita tidak tahu kandungan apa yang tersisa di dalamnya. Saya menduga pihak PT Huadi tidak paham soal ini, tapi tindakan Huadi jelas sangat tidak bertanggung jawab dan egois karena mereka tidak transparan soal potensi dampak yang dapat muncul” tegas Fadli.

Diketahui, pelabuhan Huadi terletak di tepi jalan poros provinsi Bantaeng-Bulukumba, berdampingan dengan area pertanian rumput laut masyarakat desa Papanloe dan Desa Baruga, Kecamatan Pajukukang, Bantaeng.

Fadli merujuk pada situasi abnormal yang dialami petani rumput laut di Desa Baruga dan Desa Papanloe, karena biasanya pada musim timur, menjadi musim yang sangat produktif untuk menanam rumput laut. Namun, kali ini banyak yang mengalami gagal panen.

“Kita menduga kuat hal ini erat kaitannya dengan limbah slag yang digunakan sebagai material reklamasi. Satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi rusaknya rumput laut di musim timur ini hanya keberadaan Huadi.”

Fadli menambahkan dampak dari penggunaan limbah slag ini juga akan memberi dampak jangka panjang bagi biota laut di sekitarnya.

“Jika biota laut seperti kerang yang menjadi sumber makanan warga setempat tercemar, tentu hal ini akan berlanjut pada kondisi kesehatan warga. Selain itu ada banyak potensi dampak yang tidak dibuka secara transparan oleh pihak Huadi,” ujar Fadli.

Fadli mendesak agar, “aparat hukum seperti Gakkum atau Polda untuk segera mengambil tindakan sebelum lebih jauh merusak laut dan merugikan masyarakat.”

“Ditambah lagi pasca penetapan sanksi administrasi di tahun 2022, seharusnya pihak Huadi sudah masuk dalam kategori ancaman pidana,” tutupnya. (*)