Mengenal Kalosara, Simbol Hukum Adat Tolaki Sulawesi Tenggara

INDEKSMEDIA.ID – Kalosara atau yang biasa disebut juga dengan kalo merupakan sebuah simbol hukum adat pada kebudayaan Tolaki di Sulawesi Tenggara yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Kalosara digunakan dalam berbagai aturan hukum adat seperti hukum dalam bidang pemerintahan, pertanahan, perkawinan, pewarisan, utang-piutang, konflik dan penyelesainnya, serta banyak bidang lainnya.

Kalosara berbentuk lingkaran uang terbuat dari tiga utas rotan yang kemudian dililit ke arah kiri berlawanan dengan arah jarum jam.

Ujung lilitannya kemudian disimpul dan diikat, dimana dua ujung dari rotan tersebut tersembunyi dalam simpulnya, sedangkan ujung rotan yang satunya dibiarkan mencuat keluar.

Tiga ujung rotan yang dua di antaranya tersembunyi dalam simpul berkaitan erat dengan kata bijak Orang Tolaki yang berbunyi: kenota kaduki osara mokong gadu’i, toono meohai mokonggoa’i, pamaernda mokombono’i.

Kalimat tersebut memiliki arti bila dalam menjalankan suatu adat terdapat kekurangan, maka hal tersebut harus dapat diterima sebagai bagian dari adat orang Tolaki dan tidak boleh dibeberkan kepada umum atau orang banyak.

Sementara itu, lilitan tiga utas rotan mempunyai makna sebagai kesatuan dari stratifikasi sosial Orang Tolaki yang terdiri dari anakia (bangsawasan), towonua (penduduk asli atau pemilik negeri) yang juga bisa disebut sebagai toono motuo (orang yang dituakan) atau toono dadio (penduduk atau orang kebanyakan), dan o ata(budak).

Selain itu, tiga lilitan rotan juga memiliki makna sebagai satuan dari keluarga, yakni bapak, ibu, dan anak sebagai unit terkecil jika digabungkan atas beberapa keluarga akan membentuk suatu masyarakat.

Stratifikasi sosial tersebut mempengaruhi ukuran Kalosara yang dipergunakan, yaitu:

• Kalosara dengan ukuran lingkaran yang dapat masuk dalam tubuh manusia dewasa diperuntukkan bagi urusan golongan bangsawan.

• Kalosara dengan ukuran lingkaran dapat masuk pada bahu manusia diperuntukkan bagi urusan-urusan golongan toono motuo yakni para pemangku adat.

• Kalosaro dengan ukuran lingkaran dapat masuk pada kepala atau lutut manusia dewasa diperuntukkan bagi urusan-urusan golongan toono dadio atau orang kebanyakan.

Meskipun demikian stratifikasi sosial yang disebutkan sebelumnya merupakan stratifikasi sosial lama karena terdapat perbuahan dalam kebudayaan Orang Tolaki, terutama karena saat ini tidak dikenal lagi golongan o ata atau budak.

Terkait dengan pergeseran stratifikasi tersebut maka ukuran kalosaro yang dipakai juga mengalamai perubahan.

Jika dahulu Orang Tolaki mengenal tiga jenis kalo yang penggunaannya diperuntukkan untuk tiga status sosial, maka saat ini Orang Tolaki hanya mengenal dua ukuran kalosaro sesuai peruntukkannya, yaitu:

• Kalosaro dengan diameter 45 cm yang diperuntukkan untuk golongan anakia dan jabatan Bupati ke atas (Bupati, Gubernur, dan seterusnya)

• Kalosaro dengan diameter 40 cm yang diperuntukkan bagi golongan toono motuo (orang-orang yang dituakan) dan toono dadio (penduduk atau masyarakat kebanyakan). (*)

Baca Juga