INDEKS MEDIA

Berita Hari Ini Di Indonesia & Internasional

Asal Usul Kalosara Simbol Hukum Adat Tolaki

Kalosara simbol hukum adat Suku Tolaki, Sulawesi Tenggara. (gusdurian)

INDEKSMEDIA.ID – Terdapat beberapa versi mengenai munculnya Kalosara pada Orang Tolaki.

Versi yang pertama mengungkapkan bahwa Kalosara diciptakan dan digunakan pertama kali oleh Wekoila.

Wekoila sendiri merupakan utusan dari Sangia I Wawo Sangia, atau dewa penguasa dunia atas.

Wekoila mengaku diutus untuk mengatasi kekacauan di Konawe (meliputi Kabupaten Konawe, Konawe Utara, Konawe Selatan, Kolaka, dan Kolaka Utara sekarang) yang dikarenakan adanya perang saudara antara tiga kerajaan yang berada di tanah tersebut, yaitu Besulutu, Padangguni, dan Wawolesea.

Sebagai bukti bahwa Wekoila merupakan utusan dewa, maka dirinya kemudian memperlihatkan suatu benda sakti yang dapat dipakai untuk memulihkan Konawe menjadi damai dan bersatu di bawah satu pemerintahan. Benda tersebut adalah Kalosara.

Wekoila kemudian dinikahkan dengan anak dari Raja Padangguni dan memindahkan pusat Kerajaan di Kambo llaronii (sekarang Unaaha) dan kemudian mengubah nama kerajaannya menjadi Kerajaan Konawe.

Setelah itu kemudian Wekoila memerintahkan penduduk yang berada di tempat tersebut membuat duplikat Kalosara sebanyak jumlah onapo (setingkat kampung) dan otobu (setingkat kecamatan).

Setelah duplikat selesai dibuat maka Wekoila kemudian mengirim duta untuk mengundang tamu dari kerajaan lain.

Para duta ini masing-masing membawa duplikat Kalosara yang diletakkan pada suatu wadah dari peralatan dapur dan dilapisi dengan kain putih bersih.

Kalosara yang dibawa tersebut dianggap merupakan pengganti diri Wekoila. Para undangan tersebut kemudian memenuhi undangan Wekoila dan berkumpul di Kambo llaronii.

Dalam pertemuannya bersama undangan tersebut Wekoila menjelaskan tentang keberadaannya sekaligus menjelaskan tentang Kalosara yang merupakan benda dari Sangia I Wawo Sangia.

Pertemuan ini menghasilkan dua kesepakatan penting, yakni: kesepakatan untuk mengangkat Wekoila menjadi Raja Konawe dan menetapkan kalo sebagai benda adat kebesaran Kerajaan Konawe. Selain dua keputusan itu, juga dibuat keputusan lain, yakni:

• Bahwa kalosara ditetapkan sebagai simbol kehadiran sangia saat mengambil keputusan dalam berbagai situasi tertentu.

• Memberi nama peowai untuk kalosara, memiliki arti aturan yang diberlakukan di seluruh Konawe

• Mengikuti petunjuk Wekoila untuk meletakkan kalosara di hadapan atau di tengah-tengah suatu pertemuan dalam berbagai upacara adat.

• Menetapkan petugas pabiatara atau to/ea yang akan menjalankan atau memegang atribut kalosara

• Menetapkan ukuran kalosara yang disesuai dengan tiga golongan pada stratifikasi sosial di Konawe.

Demikianlah sejak saat itu Orang Tolaki mengenal tiga jenis ukuran Kalosara dan termasuk sasaran penggunaannya.

Versi lainnya dikatakan bahwa keadaan kacau yang melanda Konawe tersebut disebabkan oleh mewabahnya penyakit yang mematikan.

Keadaan ini tidak dapat diatasi sehingga para orang tua sepakat untuk meminta bantuan kepada Raja Luwu.

Raja Luwu sepakat untuk membantu tetapi dengan syarat, bahwa jika kemudian orang yang dia utus dapat mengatasi kekacauan itu maka utusan ini harus dijadikan raja.

Hal itu kemudian menjadi kesepakatan antara Raja Luwu dan utusan dari Konawe dan kemudian Raja Luwu mengutus dua orang yaitu Larumbalangi dan Wekoila.

Kedua utusan tersebut kemudian berhasil memulihkan keadaan di Konawe. Larumbalangi memulihkan keadaan kacau di Mekongga dan kemudian dilantik menjadi raja.

Wekoila berhasil memulihkan keadaan di Konawe namun tidak dapat dilantik menjadi raja karena pada saat itu kerajaan tersebut masih dipimpin oleh Raja Ramandalangi.

Ramandalangi kemudian menikah dengan Wekoila. Setelah Ramandalangi meninggal, kemudian Wekoila menggantikannya sebagai raja.

Pada saat Wekoila menjadi raja, di Kerajaan Konawe masih terdapat tiga kerajaan kecil yakni Kerajaan Padangguni, Kerajaan Besulutu, dan Kerajaan Wawolesea.

Wekoila menginginkan suatu struktur pemerintahan yang kuat dan baik di seluruh Konawe tetapi mendapat tantangan dari tiga kerajaan kecil itu.

Untuk mewujudkan maksudnya, Wekoila kemudian meminta kepada tiga kerajaan itu bersatu dalam satu kerajaan. Padangguni dan Wawolesea menyambut dengan baik, namun Besulutu menolak maksud tersebut.

Melihat penolakan tersebut, Wekoila kembali mengirimkan utusan untuk menemui Raja Besulutu.

Oleh Wekoila utusan tersebut dilengkapi dengan benda yang disebut Kalosara sebagai perlambangan dari Wekoila sendiri.

Melihat benda tersebut Raja Besulutu merasa dihargai dan kemudian memutuskan untuk bergabung dengan Kerajaan Konawe.

Demikianlah maka sejak itu Kalosara digunakan dalam berbagai urusan dan dalam setiap penggunaannya Kalosara merupakan simbol dari kehadiran raja.

Versi ketiga kemunculan Kalosara menyatakan bahwa benda tersebut diciptakan oleh Lelesuwa yang bergelar Kotubihara.

Pada saat itu dia menjabat sebagai penasihat Raja Konawe. Lelesuwa menggunakan Kalosara pertama kali untuk membagi wilayah Kerajaan Konawe menjadi empat bagian sekaligus menentukan penguasa atas wilayah-wilayah tersebut. Sejak saat itu pulalah Kalosara dipakai dalam berbagai urusan. (*)