Mengenal Karungut, Seni Pertunjukkan Kalimantan Tengah

INDEKSMEDIA.ID – Karungut berasal dari kata karunya yang diambil dari bahasa Sangiang dan bahasa Sangen/Ngaju Kuno.

Korunyo berarti tembang. Puisi tradisional atau puisi rakyat yang dikenal di Kalimantan Tengah ini diwariskan oleh nenek moyang mereka dalam bentuk lagu dan syair yang disusun sendiri oleh penciptanya, sepanjang tidak menyimpang dari kaidah yang telah dianggap baku.

Di awal perkembangannya, bahasa yang digunakan dalam karungut adalah bahasa Sangen (Ngaju Kuno), tapi kini sangat jarang dipergunakan lagi.

Dahulu salah satu fungsi karungut adalah sebagai media pengajaran. Karena seorang balian (guru atau dukun) menyampaikan pen gajaran kepada para muridnya dengan mengarungut.

Sementara para muridnya menjawab atau melaksanakan perintah dari gurunya dengan mengarungut pula. Sedangkan orang yang menuturkan karungut disebut pengarungut.

Sejak pertama kali karungut mulai dikenal oleh masyarakat Ngaju di Kalimantan Tengah hingga perkembangannya saat ini, telah terjadi penyebaran karungut yang dilakukan dengan berbagai cara.

Dahulu penyebaran dilakukan dengan cara migrasi dari satu daerah ke daerah lain, atau melalui perkawinan antar-kelompok subsuku/suku yang berbeda.

Namun dewasa ini pendokumentasian, pertunjukan dan perlombaan dijadikan pula sebagai media untuk penyebaran karungut. Dahulu karungut merupakan karya budaya yang dimiliki secara kolektif.

Para pencipta karungut tidak pernah mencantumkan namanya, namun setelah dikenal budaya tulis dan rekaman secara elektronik, para pencipta karungut mulai mencantumkan namanya.

Penyair-penyair karungut tidak lahir dari pendidikan formal, juga bukan dari proses pewarisan yang dilakukan secara terstruktur dari generasi tua ke generasi muda.

Kemampuan menulis/menciptakan dan melantunkan karungut berlangsung secara alamiah yang didorong oleh keinginan untuk mencoba-coba, meniru dan belajar dari orang-orang tua.

Dalam perkembangannya kini proses pewarisan secara tidak langsung pun telah dilakukan.

Para penulis maupun perekam karungut ada yang telah mempublikasikan karya-karyanya secara luas, melalui media cetak dan elektronik. Di wilayah pedalaman pun, warga masyarakat yang gemar berkarungut belajar dengan cara menirukan tuturan karungut melalui radio.

Dengan demikian dimungkinkan terjadinya pengembangan dan perubahan karungut dari bentuk asalnya.

Hingga saat ini karungut masih dituturkan dengan menggunakan bahasa Ngaju, baik oleh orang Ngaju sendiri ataupun orang di luar Ngaju yang telah mengusai kebudayaan dan bahasa Ngaju dengan baik.

Dahulu pelantunan karungut diiringi dengan musuk pengiring berupa kacapi (kecapi) bersenar dua dan tiga. Namun dalam perkembangannya, musik pengiring karungut semakin beragam.

Selain kacapi, terdapat pula gong, reba, seruling dan sebagainya. Fungsi instrumen ini semata-mata hanya untuk menyemarakkan pelantunan karungut. (*)