INDEKS MEDIA

Berita Hari Ini Di Indonesia & Internasional

OPINI: Paradoks Politik Hukum Adat dalam Sistem Hukum Indonesia

Dr. Abdul Rahman Nur,S.H.,M.H. Dosen Pascasarjana Universitas Andi Djemma dan Pengurus Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) (Facebook.com/Abdulr Rahman Nur)

INDEKSMEDIA.ID — Indonesia, sebagai negara yang kaya akan keberagaman budaya dan adat istiadat, sering kali diperhadapkan dengan paradoks politik hukum adat dalam sistem hukumnya.

Di satu sisi, sistem hukum adat telah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat selama berabad-abad, mengatur norma-norma dan tata tertib lokal yang diakui oleh masyarakat setempat.

Namun, di sisi lain, implementasi hukum adat sering kali terkendala oleh konflik dengan hukum nasional yang berlaku secara keseluruhan di Indonesia. Hal ini menjadi sumber kompleksitas dan tantangan dalam upaya mencapai keadilan dan harmoni di dalam sistem hukum Indonesia.

Sistem hukum adat mencerminkan kearifan lokal dan penyesuaian dengan lingkungan serta kebiasaan masyarakat setempat. Keterkaitan erat antara budaya dan hukum ini memungkinkan masyarakat untuk mempertahankan identitas mereka serta menjaga keseimbangan alam dan sosial di wilayah mereka.

Misalnya, masyarakat adat di pedalaman Papua menerapkan adat istiadat dalam pemilihan pemimpin lokal, mengatur penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan, dan menyelesaikan konflik di antara anggota masyarakat dengan pendekatan restorative justice.

Namun, paradoks muncul ketika hukum adat harus berbenturan dengan hukum nasional yang sering kali bersifat kaku dan tidak mengakomodasi keunikan setiap wilayah.

Hukum nasional memang harus merangkul kesatuan dan keseragaman di negara yang begitu besar dan beragam seperti Indonesia, tetapi hal ini dapat mengabaikan perbedaan budaya dan situasi lokal yang lebih baik dipahami oleh masyarakat adat.

Salah satu contoh yang menonjol adalah konflik antara pemilik hak ulayat dengan kepentingan ekonomi dan pembangunan.

Banyak konflik agraria terjadi karena kebijakan pemerintah yang ingin membuka lahan bagi investasi atau pembangunan infrastruktur tanpa mempertimbangkan hak masyarakat adat atas tanah mereka.

Hukum adat tidak selalu diakui secara resmi oleh pemerintah atau dianggap kurang berarti dibandingkan dengan izin-izin yang dikeluarkan oleh hukum nasional.
Paradoks politik hukum adat ini semakin pelik karena perbedaan pandangan antara berbagai pihak yang terlibat.

Di satu sisi, ada pihak yang berargumen bahwa hukum adat harus dihormati dan diakui secara lebih luas sebagai bagian dari sistem hukum nasional. Mereka berpendapat bahwa pengakuan ini akan memungkinkan masyarakat adat untuk berperan aktif dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi wilayah mereka dan memastikan keberlanjutan budaya dan lingkungan.

Di sisi lain, ada pihak yang skeptis terhadap hukum adat karena dianggap tidak cukup maju atau tidak sesuai dengan standar hukum nasional yang telah mapan.

Argumen mereka adalah bahwa mengakui hukum adat secara lebih luas dapat membuka pintu bagi penyalahgunaan kekuasaan oleh elit lokal, terhambatnya pembangunan ekonomi, dan berpotensi menciptakan ketidaksetaraan di dalam masyarakat. Untuk mengatasi paradoks politik hukum adat ini, diperlukan pendekatan yang seimbang dan berwawasan masa depan.

Pertama, pemerintah perlu berkomitmen untuk menghormati dan mengakui hukum adat sebagai bagian penting dari identitas budaya bangsa Indonesia. Pengakuan ini harus diikuti oleh langkah-langkah konkret, seperti memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi masyarakat adat atas tanah ulayat mereka dan mengikutsertakan mereka dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan wilayah mereka.

Kedua, harmonisasi antara hukum adat dan hukum nasional perlu dicapai dengan memastikan bahwa nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan keberlanjutan menjadi dasar dalam setiap kebijakan dan regulasi yang diberlakukan. Penyesuaian hukum nasional untuk mencerminkan keberagaman budaya dan kondisi lokal harus menjadi prioritas, sehingga masyarakat adat tidak lagi merasa diabaikan oleh sistem hukum yang ada.

Ketiga, pendekatan dialog dan kolaborasi harus ditingkatkan antara pemerintah, masyarakat adat, akademisi, dan pihak-pihak terkait lainnya. Keterlibatan aktif dan partisipatif dari semua pihak akan membantu mencapai kesepahaman bersama tentang langkah-langkah yang perlu diambil untuk mengatasi paradoks politik hukum adat.

Dalam menghadapi paradoks politik hukum adat, Indonesia perlu menjalankan peran sebagai negara yang berlandaskan Pancasila, menghargai keberagaman, dan mengakui hak-hak masyarakat adat sebagai bagian dari kesatuan bangsa. Dengan mengatasi tantangan ini, Indonesia dapat mencapai harmoni dan keadilan yang sejati, menjaga warisan budaya dan lingkungan, serta mencapai pembangunan yang berkelanjutan bagi seluruh rakyatnya.

Paradoks politik hukum adat dalam sistem hukum Indonesia, penting untuk mencermati beberapa langkah konkret yang dapat diambil untuk mereduksi konflik dan meningkatkan harmoni antara hukum adat dan hukum nasional.

Menurut hemat penulis yang pertama, penguatan kapasitas dan pengetahuan para pemangku kepentingan, termasuk hakim, jaksa, dan petugas hukum lainnya, mengenai hukum adat. Hal ini dapat dilakukan melalui pelatihan dan pendidikan yang memadai. Dengan memahami prinsip-prinsip dan nilai-nilai hukum adat, para pemangku kepentingan dapat mengambil keputusan yang lebih bijaksana dan berpihak pada kepentingan masyarakat adat.

Kedua, adanya upaya konkret untuk menginkorporasi prinsip-prinsip hukum adat dalam sistem hukum nasional. Langkah ini bisa dimulai dengan mengidentifikasi elemen-elemen penting dalam hukum adat yang sesuai dengan nilai-nilai konstitusi dan hak asasi manusia yang diakui secara universal. Dalam hal ini, pemerintah dapat mengadopsi pendekatan yang inklusif dengan melibatkan para ahli hukum adat dan perwakilan masyarakat adat dalam proses legislasi.

Ketiga, perlu adanya mekanisme alternatif penyelesaian sengketa yang mengakui keberadaan hukum adat. Masyarakat adat sering memiliki tradisi penyelesaian konflik yang efektif dan bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat. Dukungan pemerintah untuk memfasilitasi mekanisme ini dan memastikan implementasi putusan secara adil dan transparan akan membantu menghindari konflik yang berlarut-larut di pengadilan formal.

Keempat, partisipasi masyarakat adat dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi wilayah mereka harus lebih diakui dan diperkuat. Ini termasuk keterlibatan aktif dalam proses perencanaan pembangunan, pengelolaan sumber daya alam, dan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan wilayah mereka. Pemerintah perlu mengadopsi pendekatan konsultatif dan memberikan ruang bagi perwakilan masyarakat adat untuk menyampaikan aspirasi mereka.

Kelima, perlindungan hak-hak kepemilikan tanah ulayat harus diprioritaskan. Sering kali, konflik agraria muncul karena ketidakjelasan atau pengabaian hak masyarakat adat atas tanah mereka. Penyusunan dan implementasi kebijakan yang jelas dan kuat dalam melindungi hak-hak tanah ulayat menjadi penting untuk mengatasi masalah ini.

Keenam, penting untuk terus melakukan penelitian dan pengumpulan data mengenai hukum adat dan dampak kebijakan hukum nasional terhadap masyarakat adat. Informasi yang tepat dan komprehensif akan membantu pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dalam mengambil keputusan yang berdasarkan fakta dan memahami dampak kebijakan terhadap masyarakat adat.

Kesadaran akan keunikan dan kepentingan masyarakat adat harus menjadi pijakan dalam upaya mencapai keadilan dan harmoni dalam sistem hukum Indonesia.

Dengan pendekatan yang berwawasan masa depan dan keterlibatan aktif semua pihak, Indonesia dapat mengatasi paradoks ini dan membangun sistem hukum yang inklusif, adil, dan berkelanjutan bagi seluruh rakyatnya. (*)

Penulis : Dr. Abdul Rahman Nur,S.H.,M.H.
Dosen Pascasarjana Universitas Andi Djemma dan Pengurus Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA)

Disclaimer: indeksmedia.id tidak bertanggung jawab atas isi konten. Kami hanya menayangkan opini yang sepenuhnya jadi pemikiran narasumber. (*)