Islam dan Era Modern Menurut Muhammad Husein Thabathaba’i (Part 1)

INDEKSMEDIA.ID – Mengingat keadaan saat ini dengan tingkat kemajuan yang luar biasa, dapatkah seseorang benar-benar percaya bahwa Islam mampu memenuhi kebutuhan dunia modern?

Saat ini tatkala manusia dengan kekuatan nalarnya, menaklukkan planet-planet dan mampu melakukan perjalanan jauh ke seluk-beluk ruang angkasa.

Pada gilirannya melahirkan pertanyaan; bukankah sudah waktunya bagi kita untuk membuang dogma-dogma kuno dan memusatkan visi dan kehendak kita untuk mengejar kemenangan kita yang luar biasa, yakni mengejar cara hidup modern yang canggih?

Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, saya menganggap penting untuk menyebutkan poin ini terlebih dahulu: memang benar bahwa manusia secara alami lebih menyukai yang baru ketimbang yang lama.

Kita selalu mengutamakan model baru dari sesuatu di atas bentuknya yang lama. Akan tetapi generalisasi ini tidak dapat diterapkan dalam semua situasi dan praktik.

Alasannya, kita tidak pernah dapat mengatakan bahwa karena rumus 2×2=4 yang terkenal, yang telah digunakan oleh umat manusia selama ribuan tahun, maka rumus tersebut menjadi usang dan karenanya harus dibuang;

Atau, karena kita tidak dapat mengatakan bahwa sistem pembentukan kehidupan sosial telah menjadi tua dan usang, maka sistem itu mesti dibuang dan gaya hidup individu yang baru harus ditegakkan;

Atau, kita tidak dapat mengusulkan bahwa undang-undang perdata tak perlu membatasi dan menghambat kebebasan individu, dan juga telah menjadi kuno, dan karena hukum-hukum ini membelenggu manusia, dan itu juga di zaman ketika dia menaklukkan ruang angkasa yang luas dengan meluncurkan pesawat ruang angkasa ke dalam, mengorbit planet yang berbeda untuk menemukan rahasia alam semesta, sehingga pemandangan baru harus dibuka untuknya dan dia harus dibebaskan dari belenggu hukum dan cengkeraman mereka yang ditugaskan untuk menegakkannya.

Itu semua akan tampak menggelikan, karena gagasan seperti ‘lama’ dan ‘baru’ itu masuk akal hanya bila digunakan dalam konteks variabel, objek sementara yang dapat kehilangan kesegaran dan kilaunya di bawah pengaruh waktu dan perubahan yang merusak.

Akibatnya, sementara kita terlibat dalam diskusi serius yang didasarkan pada pendekatan realistis, dan berkaitan dengan hukum alam dan sistem penciptaan (salah satu masalah ini adalah apakah Islam dapat memenuhi kebutuhan manusia mengingat kondisi saat ini), kita seharusnya tidak terlalu mementingkan perbedaan retoris antara yang lama dan yang baru.

Pembedaan seperti itu, tentu saja, memiliki tempat dan kesempatan yang tepat, yang tentunya bukan konteks pembahasan ini.

Pertanyaan apakah Islam dapat mengatur kebutuhan umat manusia dalam situasi saat ini atau tidak, itu sendiri merupakan pertanyaan yang aneh.

Keganjilannya semakin tampak ketika diletakkan dalam konteks makna Islam yang sebenarnya yang menjadi dasar seruan Al-Qur’an; karena Islam adalah jalan yang memperkenalkan manusia dengan sistem penciptaan alam semesta.

Islam memberikan hukum-hukum bagi umat manusia yang sesuai dengan kodrat manusia dan selaras sepenuhnya dengan kebutuhan naluriah manusia yang benar-benar alami—meskipun bukan “kebutuhan” seperti yang dibayangkan. (*)

Nantikan artikel selanjutnya di part 2…!!!