OPINI: Pengalaman dan Karakter Penyelenggara Pemilu Cerminan Kepercayaan Publik

INDEKSMEDIA.ID — Tahapan Pemilu 2024 sedang berlangsung dan saat ini telah memasuki gerbang penentuan daftar calon tetap (DCT). Beberapa nama calon telah memasang nomor urut pada spanduk sebagai bukti kesiapan sebagai peserta, walaupun masih memungkinkan akan ada pergeseran nama saat pengumuman DCT di bulan Oktober mendatang.

Seperti yang diketahui bersama, proses demokrasi merupakan wadah untuk memastikan kedaulatan rakyat tersalurkan dengan baik, sebagaimana dipahami bahwa demokrasi adalah kehendak rakyat, ia dari rakyat, oleh rakyat, dan akan kembali ke rakyat.

Ragam proses yang dilalui, dari tahapan perencanaan, pembuatan regulasi, pemutakhiran data pemilih, pendaftaran calon legislatif, kampanye, pemilihan hingga penetapan calon Presiden dan Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rskyat (DPR) dari pusat sampai ke daerah adalah sebuah legitimasi proses pelaksanaan yang secara hukum sah di mata publik, asas pelaksanaan pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (luber jurdil) telah diberikan kepada masyarakat, proses ini yang sudah barang tentu harus dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat.

Di dalam pelaksanaannya, asas tersebut punya aturan main atau prinsip yang harus ditaati, sebagaimana yang tertuang dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Setidaknya disebutkan bahwa prinsip yang harus dipegang teguh oleh penyelenggara pemilu adalah mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif dan efisien.

Mengapa asas dan prinsip perlu diatur dalam penyelenggaraan pemilu agar arah dan tujuan yang dicapai benar-benar dipahami dan dimengerti oleh masyarakat, utamanya penyelenggara, di mana mereka dituntut mampu bekerja tanpa ada intervensi atau kepentingan dari pihak manapun.

Tujuan pemilu yang maksud adalah mampu memperkuat sistem ketatanegaraan yang demokratis, mewujudkan pemilu yang adil dan berintegritas, menjamin konsistensi pengaturan sistem pemilu, memberikan kepastian hukum dan mencegah duplikasi dalam pengaturan pemilu, serta mewujudkan pemilu yang efektif dan efisien.

Kesiapan Regulasi Pemilu

Untuk menjalankan asas, sesuai dengan prinsip pemilu, maka negara menyiapkan regulasi untuk mendukung pelaksanaannya. Di dalam UUD 1945 setidaknya hal ini ditemukan pada Pasal 1 dan 2 , pasal 6 dan 6A, pasal 22 C ayat 1 dan 2, pasal 5 ayat 1 pasal 18 ayat 3 pasal 22E, pasal 19 ayat 1, pasal 20, Pasal 24 C ayat 1.

Selanjutnya, sejarah pemilihan sejak reformasi juga dibuat regulasi di setiap menghadapi suksesi pemilu. Pada pemilu tahun 2004 pemerintah membuat UU Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilu, UU Nomor 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres), UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Menghadapi pemilu 2009, pemerintah melahirkan regulasi yaitu UU Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilu, UU Nomor 42 tahun 2008 untuk Pilpres, UU Nomor 22 tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu.

Selanjutnya, menghadapi pemilu tahun 2014 pemerintah kembali melahirkan UU Nomor 2 tahun 2011 tentang partai politik, ada UU Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu hasil perubahan UU nomor 22 tahun 2007 dan UU Pemilu Nomor 8 Tahun 2012, sedangkan untuk pilpres pemerintah membuat UU Nomor 42 tahun 2008.

Setiap momentum pemilu, pemerintah selalu melahirkan regulasi untuk menjamin pelaksanaan pemilu dapat berjalan dengan baik, sehingga untuk pemilu 2019 pemerintah membuat UU Pemilu Nomor 7 tahun 2017 yang menggabungkan beberapa UU, di antaranya UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pilpres, UU Penyelenggara Nomor 15 Tahun 2011, dan UU Pemilu Nomor 8 tahun 2012 dengan harapan UU Nomor 7 Tahun 2017 dapat menjadi rujukan pada pemilu serentak yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali.

Dengan adanya regulasi yang dibuat, maka penyelenggara diharapkan mampu menjalankan tahapan-tahapan pemilu secara baik dan benar.

Secara garis besar disebutkan pada pasal 167 UU Nomor 7 tahun 2017, ada beberapa tahapan yang dilalui, yaitu: perencanaan program, anggaran, dan penyusunan peraturan penyelenggara. Pemuktahiran data dan penyusunan daftar pemilih, pendaftaran dan verifikasi peserta pemilu. Penetapan peserta pemilu, penetapan jumlah kursi dan daerah pemilihan, pencalonan Presiden dan Wakil presiden serta DPR, DPD dan DPRD.

Selanjutnya ada tahapan masa kampanye, masa tenang, pemungutan dan penghitungan suara, penetapan hasil pemilu. Pengucapan sumpah/janji hasil pemilihan peserta terpilih.

Petunjuk Teknis

Sebagai tindaklanjut dari regulasi yang dibuat, maka lembaga penyelenggara, baik KPU, Bawaslu dan DKPP membuat regulasi tersendiri sebagai bentuk pelaksanaan teknis di lapangan. KPU membuat peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), Bawaslu membuat peraturan Bawaslu (perbawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) membuat peraturan sendiri.

Lembaga penyelenggara pemilu tersebut membuat regulasi untuk memastikan bahwa proses demokrasi dapat berjalan dengan baik sesuai harapan seluruh masyarakat Indonesia, bahwa pemilu benar-benar dapat menyalurkan aspirasi seluruh masyarakat Indonesia dan menjalankan kedaulatan kebangsaan sebagaimana cita-cita pendahulu bangsa.

Renungan Bersama

Pemerintah dan lembaga penyelenggara telah melahirkan UU sebagai aturan main, beserta dengan petunjuk teknis pelaksanaan dengan harapan setiap pelaksanaan tahapan pemilu berjalan dengan baik.

Perekrutan penyelenggara dilaksanakan dengan berbagai mekanisme, bahkan tim seleksi juga melalui seleksi, demi melahirkan penyelenggara pemilu yang berkompeten.

Namun secara substantif, di tengah-tengah masyarakat, di domain akar rumput, bukan soal siapa penyelenggara yang terpilih, tetapi secara mendasar adalah kepercayaan dan pengalaman sebagai penyelenggara, utamanya penyelenggara di tingkat Kabupaten/Kota.

Sangat simpel, di tingkat penyelenggara Adhock, penyelenggara dapat bekerja dengan baik, diterima apabila secara figur diterima oleh masyarakat. Jika tidak, maka tentu beribu macam persoalan akan dihadapi, sehingga regulasi yang telah dilahirkan untuk mengatur pemilu terkesan dikesampingkan, bahkan melahirkan penyelesaian persoalan dengan pendekatan lokal setempat atau sering disebut dengan istilah “lincah salah“.

Kepercayaan Publik

Kaderisasi dalam melahirkan penyelenggara pemilu sangat penting untuk diperhatikan, demi membangun kepercayaan publik terhadap sumber daya penyelenggara pemilu, slogan bahwa seorang penyelenggara akan memahami tugas dan fungsi saat terpilih, sebab akan ada PKPU atau Perbawaslu yang akan dibaca dan dipedomani, adalah mindset yang kurang tepat sebab pengetahuan tanpa pengalaman adalah sesuatu yang cacat secara proses, sehingga untuk membangun kepercayaan publik maka seorang penyelenggara harus memiliki keterpaduan pengetahuan dan pengalaman sehingga melahirkan karakter di mata masyarakat.

Seseorang yang tidak memiliki pengetahuan tentang pemilu tidak akan maksimal melahirkan ide-ide cemerlang menyangkut bagaimana menjalankan asas dan prinsip pemilu, apalagi jika diperhadapkan dengan tahapan yang saat ini sementara berlangsung, tahapan pemilu bukan warung kopi yang setiap orang bisa berasumsi terhadap regulasi yang ada.

Olehnya itu, kita berharap penyelenggara pemilu benar-benar dapat memahami kondisi dan situasi pemilu. Bukan memposisikan diri sebagai mentor training dan menganggap “senior” tidak pernah salah.

Untuk mendapatkan kepercayaan publik agar partisipasi pemilih dapat maksimal dan menjauhkan masyarakat dari cara-cara tidak legal, seperti, katakanlah menggunakan pendekatan money politik agar masyarakat menggunakan hak pilihnya, maka tentu salah satu upaya yang mesti diperhatikan adalah penyelenggaraan pemilu harus mendapatkan kepercayaan masyarakat, tentu dengan melihat karakter setiap individu penyelenggara. (*)

Penulis: Hendra (Founder Aksara Desa Tana Luwu)

Disclaimer: Indeksmedia.id tidak bertanggung jawab atas isi konten. Kami hanya menayangkan opini yang sepenuhnya jadi pemikiran narasumber.