INDEKS MEDIA

Berita Hari Ini Di Indonesia & Internasional

Parenting Sayyidah Fatimah Zahra dan Aktualisasi Gerakan Kebangkitan Keluarga

Ummi Rosita, Koordinator Rumah Cinta Fatimah (RCF) Yogyakarta (Ummi)

INDEKSMEDIA.ID — Siapa yang dapat menyangkal bahwa kehadiran masyarakat berawal dari perkawinan manusia antara laki-laki dan perempuan?

Tidak bisa dipungkiri, masyarakat merupakan hasil dari perkawinan manusia antara laki-laki dan perempuan. Mereka bersama dalam sebuah kelompok kecil yang dinamakan keluarga.

Hal itu menunjukkan bahwa sejarah peradaban umat manusia tidak lepas dari keluarga. Dan karena itu keluarga merupakan norma sejarah.

Dari kelompok kecil itulah madrasah pertama berkuncup, pendidikan manusia dibentuk. Bahkan stimulus perkembangan fungsi akal, dalam aspek ilmiah (material) sudah dilakukan sejak dalam kandungan.

Kini, baik dalam model parenting (pola asuh orang tua) di Barat maupun dalam padangan dunia Islam keduanya sama-sama ingin mewujudkan generasi yang berkemajuan dan berperadaban dengan aneka tawaran metode.

Misalnya dalam p loendidikan yang diajarkan Imam Ali bin Abi Thalib terdapat 3 fase. Pertama dalam 7 tahun pertama anak berposisi sebagai raja. 7 tahun kedua sebagi pelayan, 7 tahun ketiga sebagai perdana menteri.

Namun lagi-lagi peran parenting bukan hanya dilakukan oleh hanya ayah atau pun hanya ibu, melainkan keduanya. Karena pribadi anak akan sangat bergantung dari pendidikan, pengawasan dan aturan yang dibuat orangtuanya.

Salah satu hal yang paling mendasar dalam parenting yang diajarkan oleh Ahlulbait Nabi Muhammad Saw. ialah cinta (Mahabbah) dan Kasih Sayang.

Daya tersebut itulah yang pada akhirnya amat berpengaruh dalam membentuk kepribadian seseorang.

Dari sudut pandang domain perasaan (Hati) manusia, ia merupakan elemen yang mendorong manusia itu sendiri untuk bertindak di alam. Di Hati lah tempat nama-nama yang pada gilirannya mengaktualisasikan sifat-sifat kemanusiaan.

Hati ibu yang penuh cinta dan kasih sayang akan memancarkan pada diri anak sumber kebaikan, semangat tolong menolong, serta cinta kasih terhadap orang lain. Jika tanpa Cinta, hati itu akan didominasi oleh ego yang berdampak pada menyimpangnya tindakan manusia.

Sayyidah Fatimah Zahra dalam masa kehidupan menghabiskan waktu di rumah, namun bukan berarti rumah akan membatasi gerakannya.

Rumah bagaikan universitas yang ragam pelajaran-pelajaran kehidupan. Imam Husain as, Imam Hasan dan Sayidah Zaenab as buah hati yang lahir dari rahim Sayyidah Fatimah Zahra.

Bukan tanpa perhatian khusus, ketiganya
dididik dalam madrasah cinta Ahlulbait Nabi Muhammad Saw. Dapat dikatakan bahwa paradigma dan model pendidikan di mana kenabian Muhammad Saw. laksana pengawas, Imam Ali sang ayah sebagai pengawal memastikan keadaan keluarga dan Sayyidah Fatimah Zahra sebagai pelaksana pancaran cinta yang terserap ke dalam jiwa Imam Hasan, Imam Husain dan Sayyidah Zaenab.

Terbukti dalam Madrasah Karbala, Sayyidah Fatimah berhasil mendidik kepribadian putra-putrinya, Sayyidah Fatimah bak tali pita yang terikat cantik menghubungkan antara Kenabian dan Ke-Imamah-an.

Sehingga kenabian pada Muhammad saw. tidak saja dipandang secara individu, tetapi juga sistem sejarah yang berjalan secara terus-menerus, ke-terjaga-an nilai-nilai risalah Islam dalam bentuk khazanah pemikiran maupun contoh teladan.

Terbukti 3 pilar tonggak sejarah Islam dari hasil parenting Sayyidah Fatimah Zahra :

Beliau berhasil mendidik seorang seperti Imam Hasan as, agar tetap teguh di saat yang sulit, memilih diam dan perjanjian damai degan Muawiyah.

Islam menegaskan prinsip perdamaian daripada peperangan. Opsi ini telah dilakukan oleh Imam Hasan. Meskipun pada akhirnya ia syahid diracun.

Selanjutnya opsi yang lain kita bisa melihat peristiwa Asyura di Karbala, Imam Husain yang rela mengorbankan diri, keluarga, dan sahabat, untuk membela risalah Islam yang suci dan mencegah kezaliman yang sedemikian rupa telah tersistematisasi.

Imam Husein, sekalipun darah membanjiri Karbala, yang nanti akan menuliskan tinta dalam lembar sejarah, dirinya tetap teguh dalam prahara.

Fatimah Zahra juga mengerti bagaimana harus menanamkan keberanian pada Zainab putrinya, untuk dengan tegas menentang kezaliman dan menjelaskan kesalahan-kesalahan dengan jelas menyangkut praktik politik Bani Umayyah.

Setelah harga diri putra-putri kesayangan Rasul Muhammad dilecehkan dalam pembantaian di Karbala, penutup aurat, hijab putra putri Al Mustafa disingkap terluka tapi tak berdarah.

Untuk menjaga kesucian Islam, Sayyidah Zainab dalam parade arak-arakan putri-putri Al-Mustafa saat Arbain tidak henti-hentinya mengedukasi kepada masyarakat dan menyebarkan kebenaran dalam peristiwa pembantaian keji di Karbala.

Benar Ya Rabb, inilah warisan yang pernah diminta oleh Sayyidah Fatimah Zahra. Saat itu Sayyidah Fatimah datang bersama Hasan dan Husein kecil ke tempat Kakeknya Rasul Muhammad saw. lalu berkata “Wahai Rasulullah kedua anak ini adalah anak-anakmu. Warisi-lah mereka berdua sesuatu.”

Kemudian Rasulullah mengatakan, “Untuk Hasan kewibawaan ku dan kedudukanku , sedangkan untuk Husain keberanianku dan kedermawanan ku.” (Bihar Al Anwar XLIII, hal 240).

Penulis: Ummi Rosita

Disclaimer: indeksmedia.id tidak bertanggung jawab atas isi konten. Kami hanya menayangkan opini yang sepenuhnya jadi pemikiran narasumber. (*)