Ini Jenis dan Fungsi Kujang, Pusaka Masyarakat Sunda

INDEKSMEDIA.ID – Dalam Pantun Bogar yang dituturkan Anis Djatisunda (996-2000), kujang memiliki beragam fungsi dan bentuk.

Berdasarkan fungsi, kujang terbagi empat antara lain : Kujang Pusaka (lambang keagungan dan pelindungan keselamatan), Kujang Pakarang (untuk berperang), Kujang Pangarak (sebagai alat upacara) dan Kujang Pamangkas (sebagai alat berladang).

Sedangkan berdasarkan bentuk bilah ada yang disebut Kujang Jago (menyerupai bentuk ayam jantan), Kujang Ciung (menyerupai burung ciung), Kujang Kuntul (menyerupai burung kuntul/bango), Kujang Badak (menyerupai badak), Kujang Naga (menyerupai binatang mitologi naga) dan Kujang Bangkong (menyerupai katak).

Disamping itu terdapat pula tipologi bilah kujang berbentuk wayang kulit dengan tokoh wanita sebagai simbol kesuburan.

Menurut orang tua ada yang memberikan falsafah yang sangat luhur terhadap Kujang sebagai; Ku-Jang-ji rek neruskeun padamelan sepuh karuhun urang Janji untuk meneruskan perjuangan sepuh karuhun urang/ nenek moyang yaitu menegakkan cara-ciri manusia dan cara ciri bangsa.

Apa itu ? Cara-ciri Manusia ada 5: Welas Asih (Cinta Kasih), Tatakrama (Etika Berprilaku), Undak Usuk (Etika Berbahasa), Budi Daya Budi Basa, Wiwaha Yuda Na Raga Ngaji Sadan. Ciri-ciri Bangsa ada 5: Rupa, Basa, Adat, Aksara, Kebudayaan.

Sebetulnya masih banyak falsafah yang tersirat dari Kujang yang bukan sekedar senjata untuk menaklukkan musuh pada saat perang ataupun hanya sekedar digunakan sebagai alat bantu lainnya.

Kujang bisa juga dijadikan sebagai senjata dalam setiap pribadi manusia untuk memerangi prilaku-prilaku diluar “aturan” kemanusaiaan.

Sungguh gaib dan sakti falsafah Kujang. Setiap kujang mempunyai jumlah bolong/mata yang berbeda-beda. Umumnya ada yang 3, 5 (kombinasi 2 dn 3), 9.

ltu pun mengandung nilai falsafah yang sangat tinggi dengan istilah Madep/Ngiblat ka Ratu Raja 3-2-4-5-Lilima-6.

ltu semua kaya akan makna yang dapat membuka mata kita tentang siapa aku? dari mana asalnya aku? untuk apa aku hidup? dan menuju kemana aku?

Sejak sirnanya Sunda Pajajaran sampai sekarang, Kujang masih banyak dimiliki oleh masyarakat Sunda, yang fungsinya hanya sebagai benda obsolete tergolong benda sejarah sebagai wahana nostalgia dan kesetiaan kepada keberadaan leluhur Sunda pada masa jayanya Kerajaan Sunda Pajajaran.

Di kawasan Jawa Barat dan Banten masih terdapat komunitas yang masih akrab dengan Kujang dalam pranata hidupnya sehari-hari, yaitu masyarakat Sunda “Pancer Pangawinan” yang tersebar di wilayah Kecamatan Bayah Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogar dan di Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi, dan masyarakat “Sunda Wiwitan Urang Kanekes” (Baduy).

Dalam lingkungan budaya hidup mereka, setiap setahun sekali kujang selalu digunakan pada upacara “Nyacar” (menebangi pepohonan untuk lahan ladang).

Patokan pelaksanaannya yaitu terpatri dalam ungkapan “Unggah Kidang Turun Kujang” artinya jika bintang Kidang telah muncul di ufuk Timur di kala subuh, pertanda musim “Nyacar” sudah tiba, waktunya Kujang (Kujang Pamangkas) digunakan sebagai pembuka kegiatan Ngahuma (berladang). (*)