Cinta Dalam Daya Tarik dan Daya Tolaknya

INDEKSMEDIA.ID — Atraksi dan repulsi atau daya tarik dan daya tolak yang berlaku atas seluruh tata ciptaan, dalam sudut pandang ilmiah (modern) sangat diyakini bahwa tidak ada atom pun dalam dunia materi yang tidak tercakup dalam kekuatan atraksi umum ini, dan tidak ada yang mampu menghindarinya.

Dari benda dan massa yang terbesar dunia ini hingga atom-atom-nya, semua memiliki kekuatan ajaib, yang dinamai gaya tarik (attraction).

Dulu, orang tidak menemukan hukum atraksi yang universal, tetapi mereka telah menemukan atraksi di beberapa hal (benda), dan mengetahui beberapa benda sebagai simbol dari gaya ini, seperti magnet.

Selain itu, tidak ada lagi pembicaraan seputar gaya atraksi dengan benda mati lainnya, hanya mengenai bumi, dipersoalkan mengapa ia tergantung di tengah langit.

Sudah menjadi kepercayaan bahwa bumi tergantung di tengah angkasa dan tertarik pada segala sisinya, dan karena tarikan di segala sisinya itu maka wajarlah kalau ia tetap di tengah dan tidak miring ke salah satu sisinya.

Sebagian orang memercayai langit tidak menarik bumi, malah menolaknya, dan karena yang memengaruhi bumi sama di semua sisinya, maka bumi menetap di tempat tertentu dan tidak pernah berubah posisi.

Dalam kepercayaan lain tentang daya tarik dan daya tolak pada dunia hewan dan tumbuhan.

Sebagaimana yang kita ketahui bersama, tumbuhan dan hewan memiliki tiga daya alamiah pokok yaitu daya nutrisi (menyerap makanan), daya tumbuh, dan daya reproduksi.

Untuk daya nutritif ada lagi kemampuan alamiah lainnya yang bersifat pelengkap, daya tarik dan daya tolak, daya cerna dan daya simpan.

Daya tarik dari perut yang menarik makanan ke tempatnya, atau kadang menolaknya apabila ia tak berminat.

Atraksi dan repulsi yang dimaksud bukanlah gaya tarik dan gaya tolak yang berhubungan dengan seks yang memiliki kajian tersendiri.

Arti tarikan dan tolakan yang dimaksud adalah yang ada antara individu manusia dengan kehidupan sosialnya.

Proporsi terbesar dari persahabatan dan hubungan kasih sayang atau permusuhan dan kebencian.

Seluruhnya adalah manifestasi gaya tarik dan gaya tolak. Gaya tarik dan gaya tolak ini berdasarkan kemiripan dan kesamaan umum atau perlawanan dan penolakan timbal-balik.

Sesungguhnya penyebab utama dari tarikan dan tolakan harus dicari dalam hal kesamaan umum dan pertentangan sebagaimana telah dibuktikan dalam pembahasan metafisika bahwa kesamaan umum adalah sebab dari kesatuannya.

Menurut Murtadha Muthahhari akar dari gaya tarik dan gaya ini adalah kebutuhan dan pemenuhannya, bahwa manusia adalah mahluk yang membutuhkan, dan pada hakekatnya ia diciptakan dalam kebutuhan. Ia bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan dan mengisi kekurangannya.

Namun ini tidak akan mungkin terlaksana apabila ia tidak bersekutu dan mengikat hubungan dengan masyarakat, agar dengan ini ia dapat mengambil faedah dari persekutuan itu dan melindungi diri dari bencana yang mungkin datang dari kelompok lain.

Dan kita tidak akan menemukan sesuatu kecendrungan atau penentangan pada manusia, selain dari pada yang timbul dari nalurinya untuk meraih keuntungan.

Menurut teori ini, pengalaman hidup dan struktur watak primordial nya telah membentuk manusia sedemikian rupa untuk tertarik dan menolak, agar ia bergairah dalam apa yang dianggapnya baik dan menghindar dari apa yang tidak sesuai dengan tujuannya.

Akan tetapi responsif tehadap apa yang tidak termasuk dalam dua hal tersebut yakni yang tidak akan memberinya manfaat atau mudharat.

Nyatanya tarikan dan tolakan adalah pilar yang fundamental dalam kehidupan manusia.

Dalam hal gaya tarik dan gaya tolak sehubungan dengan individu lain tidak semua sama, melainkan dibagi dalam empat golongan:

1. Pribadi yang tidak menolak dan tidak pula menarik

Tidak ada yang menyenanginya, tidak ada pula yang memusuhinya, mereka tidak menggugah cinta, simpati, atau rasa kasih maupun permusuhan, dengki benci, atau rasa jijik dari orang lain. Mahluk seperti ini tidak berarti apa-apa, tidak menciptakan pengaruh, tidak memiliki sesuatu yang positif dalam pengertian baik dan buruk.

2. Pribadi yang hanya menarik, tidak menolak

Mereka bermufakat dengan setiap orang, membuat seluruh kalangan manusia menjadi pengagumnya. Sepanjang hidup semua orang menyukainya.

Sering dibayangkan bahwa karakter istimewa, basa-basi dalam pergaulan, atau dalam bahasa sekarang supel, tidak lain dari menjadikan semua manusia sebagai teman.

Bagaimanapun hal itu tidak baik bagi orang yang ber-Tuhan, yang mengikuti semua jalan yang mempunyai pola pikir dan ideal tertentu tanpa menimbang keuntungan bagi dirinya sendiri.

Orang yang demikian, mau tidak mau hanya memiliki satu saja, bermuka dua. Orang-orang ini yang tidak dapat secara serentak menyukai satu orang, seorang insan yang benar-benar mengejar satu tujuan, yang akan berbenturan dengan kepentingan mereka.

Satu-satunya orang yang dapat menarik persahabatan dengan seluruh kalangan masyarakat dan berbagai macam idealisme adalah orang yang berpura-pura dan berdusta, yang mengatakan dan memperlihatkan kepada setiap orang apa saja yang disukai orang itu.

3. Orang yang hanya menolak, tidak menarik

Mereka menciptakan musuh tetapi tidak menciptakan teman. Ini pun orang-orang berkekurangan dan hal ini menunjukkan bahwa mereka kekurangan sifat-sifat positif manusia.

Hal itu disebabkan jika mereka memiliki kualitas manusiawi, otomatis akan mempunyai kelompok, meskipun hanya sedikit yang menjadi pendukung dan terikat dengan mereka.

Bahkan seandainya pun semua orang tidak berharga dan zalim, permusuhan mereka akan menjadi bukti kebenaran dan keadilan. Tetapi mustahil semua orang jahat, sebagaimana mustahil semua orang baik.

Secara alamiah, keburukan pada diri seseorang yang memusuhi setiap orang, terdapat dalam dirinya sendiri, karena kalau tidak demikian, bagaimana mungkin ada kebaikan dalam jiwa manusia.

Ali bin Abi Thalib pernah berkata “Orang yang paling lemah adalah orang yang paling sanggup mendapatkan teman, dan yang lebih lemah adalah orang yang kehilangan teman dan tinggal sendirian.”

4. Orang yang menarik dan menolak

Mereka adalah orang-orang yang berjalan pada suatu jalan kebenaran yang bertindak pada jalan keyakinan dan prinsip-prinsipnya.

Mereka menciptakan sahabat maupun perselisihan. Dalam hal ini haruslah diperhatikan jenis manusia yang bagaimana yang tertarik dan tertolak.

Misalnya, kadang-kadang orang terhormat dan beradab tertarik dan orang-orang jahat dan keji tertolak.

Dan seperti yang telah ditunjukkan, ada perbedaan lain dalam kuatnya gaya tarik. Sebagaimana dalam teori gravitasi Newton “gaya tarik menarik membesar sebanding dengan massa suatu benda dan berbanding balik dengan jarak.”

Demikian juga pada manusia ada variasi dalam gaya tarik yang berasal dari individu yang mempunyai gaya tarik itu.

Elixir diartikan sebagai suatu substansi yang mencairkan, memadukan dan menyempurnakan: yaitu ia membuat tembaga menjadi emas dan obat yang bermanfaat dan mujarab.

Bisa juga kesempurnaan dinamakan elixir, secara metafora. Sama halnya dalam cinta pun hadir tiga sifat, ia meleburkan, memadukan, serta menyempurnakan kekuatan transformatif.

Dalam Matsnawi-nya, Rumi menulis : “Wahai cinta yang membawa kebaikan, bagi kita Engkau yang tabib bagi segala penyakit, obat bagi kesombongan dan keangkuhan kami, Plato dan Galen kami.”

Dalam filsafat cinta perspektif Mulla Shadra, cinta itu bersifat sama dan perbedaan mereka terletak pada objeknya.

Dalam hubungan jiwa-jasmani, salah satu fungsi paling berharga dari cinta adalah menuntun gerak dari kejamakan (pluralitas) menuju ketunggalan (unitas).

Cinta memberikan konteks yang tepat tentang perjalanan spiritual, memutuskan diri dari kejamakan yang lazim.

Cinta membangunkan jiwa yang terlelap dalam kebodohan dan ketidakpedulian untuk membawa mereka dari potensialitas menuju aktualitas.

Cinta memusatkan perhatiannya pada persepsi tentang hal-hal yang transenden melalui perjalanan dunia material ini.

Jadikan elixir cinta sebuah kekuatan transformasi jasmani karena persepsi jiwa.

Muthahhari melalui buku Elixir Cinta merefleksikan secara rinci ihwal cinta dalam jiwa Imam Ali.

Sebuah penjelasan cinta dalam entitas individu eksistensial dan relasinya dalam entitas masyarakat.

Cinta adalah kekuatan individu yang aktual di medan sosial dan bertransformasi ke dalam jiwa individu sebagai cahaya memandang sang Cinta Mutlak.

Revolusi, perubahan, transformasi, perlawanan, perjuangan, etika dan hukum adalah manifestasi cinta yang hadir dalam dualitas alam (baik-buruk, benar-salah).

Itulah cinta yang hadir dalam daya tarik dan daya tolak. Kita diam karena cinta, kita melawan karena cinta. Diam-melawan adalah aksiologis sedang cinta adalah ontologinya.

Penulis: Irmawati (Aktivis Perempuan Luwu Raya)

Referensi:
Elixir Cinta (Prof. Murtadha Muthahhari)
Jurnal Filsafat Mulia Shadra