Opu Daeng Risadju: Menyongsong Fajar Kemerdekaan

INDEKSMEDIA.ID – Opu Daeng Risadju merupakan salah satu tokoh perempuan di Tana Luwu.

Tentu saja berkat perjuangan Opu Daeng Risadju yang mencengangkan lawannya.

Perjuangan Opu Daeng Risadju yang barangkali amat dikenang oleh rakyat Tana Luwu adalah kontribusinya dalam gerakan kemerdekaan.

Saat itu, kekuasaan Militer Jepang di Sulawesi Selatan diawali dengan pendaratan di Makassar pada 9 Februari 1964.

Kemudian menyusul pula daerah-daerah di sekitarnya termasuk di Tana Luwu.

Dengan Pendidikan Militer, Jepang menjadikan situasi perpolitikan dan kondisi organisasi keagamaaan di Sulawesi Selatan menjadi suram.

Hal ini tentu saja membuat Opu Daeng Risadju tidak mampu berbuat banyak dan terpaksa harus mengikuti kebijaksaan Pemerintah Militer Jepang tersebut.

Meskipun hal itu telah membuat salah seorang sahabatnya, Achmad Cambang tertangkap, dan kemudian ditahan lalu disiksa di penjara Masamba hingga menghembuskan nafas terakhirnya.

Dengan demikian perjuangan Opu Daeng Risadju tetap berjalan dengan penuh kesederhanaan, ketabahan, kesabaran dan pengetahuan menjadi suri teladan di mana-mana.

Ketika beliau berada di Belopa, tersebar berita bahwa Militer Jepang menyerah.

Tetapi berita kemerdekaaan tersebut dimanfaatkan lagi oleh NICA dengan menyebar luaskan pasukan di sekitar Kota Palopo.

Mereka mengambil Markas di Bajo, bagian Selatan Palopo tempat kaum pergerakan kebangsaan melakukan aktivitasnya.

Pemuda Luwu yang bergabung dalam Pemuda Republik Indonesia Luwu melakukan serangan umum kepada NICA tepatnya tanggal 23 Januari 1946.

Sehingga kemudian atas dorongan Penasehat Pemuda Republik Indonesia di Belopa yaitu Opu Daeng Risadju terjadi pula serangan ke daerah Bajo yang merupakan pusat kegiatan NICA di wilayah Selatan Kota Palopo.

Pada waktu Opu Daeng Risadju tiba di Bajo, kepada distrik Bajo bentukan NICA Ludo Kalapita menyeret Opu Daeng Risadju ke lapangan  sepak bola Bajo.

Kemudian beliau diperintahkan berelari mengelilingi lapangan dengan iringan letusan senapan. Lalu berdiri dengan tegap menghadapkan diri pada matahari.

Tak lama kemudian mendekatlah Ludo Kalapita, lalu meletakkan laras senapannya di atas pundak Opu Daeng Risadju, jatuh tersungkur dan mencium tanah di antara kaki Ludo Kalapita. diapun masih sempat menyepaknya lalu pergi.

Opu Daeng Risadju yang semakin termakan usia setelah pengakuan kedaulatan 1949, beliau pindah ke Pare-Pare bersama Putranya H. Abdul kadir Daud.

Setelah Puteranya tersebut meninggal dunia, maka Opu Daeng Risadju kembali ke Palopo, kemudian beliau jatuh sakit dan menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 10 Februari 1964.

Melihat perjuangan Opu Daeng Risadju tersebut yang telah memegang peranan penting dan secara aktif dalam perjuangan kebangkitan Nasional dan Masa Revolusi fisik, dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia.

Atas jasa-jasa beliau tersebut maka Pemerintah Republik Indonesia menganugerahi gelar Pahlawan Nasional dan bintang Maha Putra Adhi Pradana dengan keputusan Presiden Republik Indonesia No.085/Tk/Tahun 2006 Tanggal 3 November 2006 di Jakarta.

Artikel ini merupakan kontribusi dari lomba penulisan budaya yang diselenggarakan indeksmedia.id dengan tema “Menumbuhkan Budaya Mentradisikan Literasi.”

Disclaimer: Indeksmedia.id tidak bertanggung jawab atas isi konten. Kami hanya menayangkan opini yang sepenuhnya jadi pemikiran narasumber. (*)