Mulla Sadra Pendiri Filsafat Transendental, Ada yang Tahu Siapa Gurunya?
Risalah Fi Al-Jayb Al-Zawiyyah, Risolehyi Fi Al-Nahi Al-Tasmiyyah, Al-Iqazat, Syari Al-Najah, Al-Adalat, Majma Al-Fususa dan Afash Kada.
Kemudian, sebagaimana tradisi ulama Tasayyu, Mir Damad juga membuat komentar atas hadis-hadis Imam-Imam Syiah yang tercantum dalam kitab Usul al-kahfi karya Muhammad ibn Yaqub Al-Kulani.
Dan kemungkinan sebenarnya masih banyak karya-karya lainnya dari Mir Damad yang belum ditemukan.
Mir Damad adalah sosok yang sangat dikagumi oleh Sadra.
Salah satu bentuk kekaguman ini tercermin dalam ungkapannya yang ia tulis dalam Muqaddimah Syarh Usul al-Kafi.
Dalam pembukaan kitab tersebut, Sadra secara khusus memuji gurunya ini.
“Telah dikabarkan kepadaku dari penghuluku, sandaranku, guruku dalam ilmu-ilmu agama, ilmu-ilmu Ketuhanan, Makrifat Hakiki, dan prinsip-prinsip keyakinan, penghulu yang memancarkan cahaya, alim yang suci, filsuf Ilahi, faqih Rabbani, yang utama di masanya, Pemimpin yang Agung, Rembulan Purnama, tanda-tanda zaman yang bernama Muhammad dengan laqab Baqir al-Damad al-Husayni (Semoga Allah menyucikan akalnya dengan cahaya ketuhanan)”.
Mir Findiriski
Mir Findiriski adalah seorang pengajar resmi di Kota Isfahan dan pada tahun 1050 H, dalam perjalanannya menuju India, dia meninggal dunia.
Mir Findiriski juga merupakan seorang Peripatetik, dia banyak menulis karya yang berkaitan dengan Ibn Sina.
Akan tetapi, meski Mir Findiriski cukup dekat dengan Mir Damad dan mereka banyak melakukan dialog, mereka adalah dua orang yang sangat berbeda.
Dikatakan, Mir Damad merupakan ilmuwan peniliti yang sangat mendalam, juga sebagai Sahib al-Nazar.
Sementara Mir Findiriski adalah pemikir yang banyak menolak konsep-konsep filsafat, seperti gerak transubstansi (Harakat al-Jawhariyyah), Ide Platonik (Mutsul Aflatun).
Tak hanya itu, Findiriski juga menolak kesatuan subjek yang mengetahui dan objek yang diketahui (Ittihad al-Aqil wa al-Maqul).
Pengaruh Peripatetik pada Mir Findiriski begitu kental, dan tidak ditemukan sama sekali dalam pemikirannya yang bernuansa Iluminasionis dan metode intuitif.
Mulla Sadra juga belajar kepada Mir Findiriski, terutama yang menyangkut dengan Filsafat Peripatetik.
Meski demikian, Mulla Sadra tampaknya tidak banyak terpengaruh dari gurunya yang satu ini, dan pemikirannya lebih cenderung kepada Mir Damad.
Syaikh Bahauddin Al-Amili
Mulla Sadra juga belajar secara khusus kepada Syaikh Bahauddin Al-Amili.
Meski tak terlalu banyak Mulla Sadra membahas tentang Syaikh Bahauddin Al-Amili.
Namun ia adalah tempat Sadra belajar tentang ilmu Hadist, Rijal al-Hadist, Fiqh, dan Usul Fiqh.
Secara Khusus, Mulla Sadra hanya menyinggung gurunya ini pada kitabnya, Syarh Usul al-Kafi, antara lain:
“Telah disampaikan kepadaku dari pembimbingku, guruku, dan sandaranku dalam ilmu-ilmu naqliyah, yang paling berilmu pada zamannya serta tokoh bagi masanya.”
“Baha Al-Haqq wa Al-Din, Muhammad Al-Amili Al-Harisi Al-Hamadani, semoga Allah memberikan cahaya bagi hatinya dengan cahaya kesucian…”
Syaikh Bahauddin Al-Amili hidup pada masa yang bersamaan dengan Mir Damad dan Mir Findiriski, tetapi dia tidak banyak dikenal.
Referensi:
Jalaluddin Asthiyani, Muqaddimah bar Al-Sawahid Al-Rububiyyah fi al-Manahij As-Sulukiyyah, dalam Kholid Al-Walid, Perjalanan Jiwa Menuju Akhirat (Jakarta: Sadra Press)
Mulla Sadra, Syarh Al-Usul Al-Kahfi, dalam Sayyed Hossein Nasr, Al-Hikmah Al-Mutaaliyyah Mulla Sadra: Sebuah Terobosan dalam Filsafat Islam, terjemahan Mustamin al-Mandary, (Jakarta: Sadra Press)
Mustamin al Mandari, Menuju Kesempurnaan: Pengantar Pemikiran Mulla Sadra, (Sulawesi Barat:Rumah Ilmu)
Demikianlah informasi singkat terkait guru-guru Mulla Sadra.
Semoga artikel ini bermanfaat untuk Anda. (*)