Who I Am? Caritanna Pea Luwu: Mengenal Identitas Masyarakat Luwu Melalui Cerita Rakyat
INDEKSMEDIA.ID – Budaya merupakan landasan karakter bangsa yang penting untuk ditanamkan dalam setiap individu, agar mampu memahami, memaknai, dan menghargai serta menyadari pentingnya nilai dalam menjalankan setiap aktivitas kehidupan.
Tidak hanya itu, budaya amat dijunjung tinggi pada masanya sebagai wujud dari bentuk pengenalan identitas diri.
Namun kenyataan saat ini, adanya perkembangan modernisasi (era global), generasi lebih mengenal budaya teknologi dengan peran nomor satu dalam hidupnya.
Banyak hal yang digampangkan kemudian terlupakan, salah satunya adalah budaya kita sendiri.
Oleh karena itu dibutuhkan alternatif agar budaya dapat dilestarikan di era globalisasi, metode yang menarik dalam penyampaiannya akan menjadi ketertarikan sendiri bagi pendengar dalam mengenalkan budaya.
Salah satunya melalui pengenalan cerita rakyat Luwu, di mana saat ini mulai berkurang dan dilupakan, yang semestinya budaya dalam cerita rakyat Luwu dilingkungannya diketahui serta dilestarikan.
Penyebab utamanya yaitu orang tua sudah jarang meluangkan waktu untuk menceritakan cerita rakyat Luwu kepada anak-anaknya.
Selain itu, popularitas teknologi lebih menarik ketimbang sebuah cerita rakyat, terlebih jika dunia pendidikan yang tidak menerapkan pendidikan berbasis budaya.
Padahal dalam Al-Qur’an QS. Al- Hujurat:13 telah dijelaskan bahwasanya manusia yang ada di muka bumi tercipta dan menjalin hubungan beradasarkan budaya.
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu, di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal”.
Ayat diatas menjelaskan bahwa budaya adalah aspek yang paling berperan dalam menyatukan identitas satu sama lain di antara kita.
Olehnya itu melestarikannya merupakan sebuah kewajiban bersama.
Landasan Al- Qur’an tentu sangat perlu diberlakukan dengan saling berbagi peran, menjadikan Al-Qur’an sebagai solusi disetiap kejadian, termasuk tentang pelestarian budaya.
Sebagaimana yang telah diriwiyatkan bahwa Al-Qur’an diturunkan dengan tujuan dan arah yang jelas bagi manusia sebagai rahmat untuk orang-orang yang beriman, tercantum pada Q.S Al-Isra ayat 82:
“dan kami turunkan Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Al-Qur’an tidaklah menambah kepada orang-orang zalim kecuali kerugian”.
Berdasarkan hal tersebut untuk melestarikan adanya budaya dalam cerita rakyat Luwu, maka dibuatlah metode menarik yang disebut dengan “Who Am I, (Caritanna Pea Luwu)”.
Sehingga generasi (masyarakat Luwu) saat ini dan yang akan datang lebih mengenal identitas dirinya melalui cerita rakyat Luwu yang ada, serta dapat dilestarikan mengikuti perkembangan teknologi/zaman saat ini.
1. Implementasi metode Who Am I?
Penggunaan metode Who Am I? ini terdiri atas beberapa langkah untuk membuka cakrawala berpikir anak.
Melalui ragam pertanyaan yang membuat mereka penasaran untuk mengetahui jawabannya.
Contohnya, mengapa neneknya tidak makan ini?; mengapa desa kita diberi nama Desa Babang?; ada yang tau asal usul nenek moyang Luwu?.
Dengan demikian, pertanyaan ini menjadi referensi tersendiri sebagai langkah mereka mendengarkan cerita rakyat, dan mengetahui sebab-akibat dalam suatu adat, termasuk mengetahui identitas mereka.
Penerapan metode ini mulai digunakan oleh salah satu penggerak bidang literasi yaitu (Rumah Baca/Les Baca UFA), dalam proses belajar-mengajar dengan mengenalkan budaya pada anak sejak tahun 2019 silam.
2. Hasil pengembangan Motode Who Am I?, (Caritanna Pea Luwu).
Proses pembelajaran di Rumah Baca/Les Baca UFA adalah mengenal huruf, baca dan budaya pada usia anak yang bahkan dilakukan dari daerah pelosok.
Sekalipun, tujuannya agar semua anak yang ada di Luwu tumbuh dengan mengenal identitas dirinya yang disampaikan melalui cerita rakyat alasannya bahwa anak-anak biasanya menyukai cerita, sehingga metode ini tepat untuk digunakan.
Metode Who Am I?, pengenalan identitas diri dengan menggunakan 3 bahasa dalam penyampaiannya (Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah (Luwu dan Bugis), serta Bahasa Inggris) dalam sebuah cerita rakyat.
Sehingga secara tidak langsung anak sedang mengenal 3 bahasa demikian dengan cara sederhana.
Salah satu cerita rakyat Luwu, yang sempat dipopulerkan oleh Rumah Baca ini hingga ke tingkat Provinsi, Sulawesi Selatan, disajikan sebagai berikut:
Caritanna Pea Luwu
Pea Pakkaja Na Bete Sori
Pammulanna te carita, deng tau Luwu Tae na kande bete sori.
Jolo-Jolona jio Luwu, deng tau matua si sola pea beccu, mimbanua jio biringna babana. Yari na jama to mappekang pake lembang-lembang beccu. Wasselamo to na balu.
“Bete!, Bete!, alliki bete Uwa!.
Masannang pinawanna ya ke cappu ngasang betena.
“ambe’!, ambe’!.
Na bemmi ambe’na to doi.
“ala mi te’ na’, mu alliang beppa!”.
Sesanna te doi dialliang kande.
Masianna to na erai ana’na manjo siarai kabburuna indo’na. Manjomi sipaddua, mane na pitaddadoangangngi indo’na.
Puranna to na baraka ana’na!.
“Na’! masiang duambongi ke tae mo (ku mate), patarru te jama-jamang. Kari tutui to lembang!
Makalena jumai, macakka allo!
Manjomi mappekang sipaddua.
Jio tangnga tasi’, tae na disanna-sannai ramp abala.
Tilling to lembang.
Sisara to tau sipaddua.
“Ewaina’e!, ewainae!”
Tae mesa siamo tau sadding’i minggora.
Dirupang mi ambe’na, mate!.
Mane ana’na na pasalama bete sori, na rendeng jio biring tasi’.
La manjo na to bete, mappau to pea.
“Tarima kasi’, ta pasalama na’. Mattondronai: mappammula lako te allo, kaleku tarru ana ampoku tae na kande bete sori. Yake deng kandei, na rua saki’ kuli’, tae jampinna.”
Papasanna te carita:
Dau santa to pilei ya ke deng la ta bantu. To pada sikamase
Dau duka to takkalupa padanta rupa tau.
Olo kolo macca mappassalama, labbi-labbi kita te rupa tau’.
Hasil terjemahan dalam bahasa Indonesia
Cerita Rakyat Luwu
Anak Nelayan Dan Ikan Tenggiri
Kisah ini menceritakan tentang awal mula dari sebab sebagian masyarakat Luwu tidak mengkonsumsi ikan Tenggiri atau di kenal dengan ikan Sori di tengah masyarakat Luwu.
Dahulu kala di daerah Luwu, hiduplah seorang lelaki tua dan anak kecil, mereka tinggal di sekitar muara. Pekerjaan lelaki tua itu sebagai nelayan, setiap hari lelaki tua itu menjalankan aktivitasnya sebagai nelayan. Hasil tangkapannya kemudian di jual.
“Ikan…Ikan, beli ikannya! teriak si anak kecil ketika menjual dagangannya.
Dengan hati gembira, anak nelayan itu pulang membawa hasil jualannya.
“Bapak..Bapak! ini hasil jualan saya!. Sembari memberi hasil jualannya kepada bapaknya.
“Ambillah sebagian nak untuk kau gunakan jajan!. Sisanya digunakan untuk biaya hidup kita.
Keesokan harinya, lelaki tua itu mengajak anaknya untuk berziarah ke makam ibunya. Berangkatlah mereka berdua, kemudian memanjatkan doa untuk almarhum ibunya.
Maka berdoalah anak tersebut dan memohon ampunan untuk segala dosa ibunya.
“Ya allah, selamatkanlah ibu ku!”.
Selanjutnya bapak tersebut memeluk erat anaknya dan berkata:
“Nak, jika esok aku telah tiada, maka lanjutkanlah pekerjaan ini. Peliharalah perahu itu!”. Pinta sang bapak ke anaknya”.
Di suatu pagi yang cerah, mereka berdua berniat untuk berangkat kerja (memancing ikan). Di tengah perjalanan, tidak di sangka-sangka datanglah musibah, perahu yang mereka tumpangi tenggelam. Mereka berdua terombang-ambing dan berpisah satu sama lainnya.
“Tolong, tolong!” Teriak si anak”.
Namun tidak seorangpun yang mendengar suara anak tersebut.
Beberapa jam kemudian, ditemukan bapak anak itu meninggal dunia, sementara anaknya diselamatkan oleh ikan Tenggiri. Ikan tersebut membawa sang anak ke tepi laut.
Ketika sang ikan hendak kembali ke laut, maka berkatalah anak tersebut kepada sang ikan.
“Terima kasih telah menyelamatkanku, mulai hari ini, saya berjanji bahwa diriku sampai anak cucuku (keturunanku) tidak akan memakanmu. Apabila dia memakanmu maka akan di serang penyakit kulit yang tidak ada obatnya!”.
Pesan Cerita:
“Jangan pamrih untuk menolong satu sama lain, dan jangan lupa untuk berbalas budi kepada orang yang telah menolong. Hewan saja dapat melakukan demikian (menolong) maka terlebih-lebih seorang manusia”.
Sumber Cerita: Di kisahkan oleh kakek pendongeng (Faqih Al Hafiz dari Les Baca UFA ) sebab keturunan mereka tidak makan ikan Tenggiri.
Pencapaian Faqih Al Hafiz (pendiri Les Baca UFA) dalam menyampaikan budaya Luwu melalui cerita rakyat telah sampai ke tingkat Provinsi Sulawesi Selatan dalam lomba mendongeng cerita rakyat menggunakan bahasa daerah.
Sehingga Faqih dan orang disekelilingnya telah mengenal salah satu identitas masyarakat Luwu dengan alasan tertentu. Cerita rakyat ini juga pernah dibawakan Faqih dari Rumah Baca/Les Baca UFA dalam acara hari jadi Luwu (6 Februari 2022).
Referensi
Data Primer, 2023. Dokumenter dan Hasil Wawancara Bersama Penggerak Literasi di Rumah Baca/Les Baca UFA. Desa Babang, Kecamatan Larompong Selatan, Kabupaten Luwu.
- Al-Hujarat: 13 (Dalil Tentang Hidup Berbudaya).
Q.S Al-Isra: 82 (Dalil Tentang Fungsi Al-Qur’an).
Suryandari, T., E., Suwahono., Prasetyo, B. 2020. Program Sistem Manajemen Laboratorium Kimia Menggunakan Microsoft Visual Studio Community 2019 Berbasis Penegembangan Berkelanjutan. Jurnal Of Educational Chemistry.Vol. 2. No.1. Universitas islam Negeri Walisongo.
Penulis: Mutmainnah M
Artikel ini merupakan kontribusi dari lomba penulisan budaya yang diselenggarakan indeksmedia.id dengan tema “Menumbuhkan Budaya Mentradisikan Literasi.”
Disclaimer: Indeksmedia.id tidak bertanggung jawab atas isi konten. Kami hanya menayangkan opini yang sepenuhnya jadi pemikiran narasumber. (*)