Tana Luwu dalam Sudut Pandang Arkeologi

INDEKSMEDIA.ID – Arkeologi diartikan sebagai langkah untuk menganalisis bentuk, makna, dan nilai filosofis yang merepresentasikan eksistensi dan peran dalam suatu peristiwa, sebagai cikal bakal dalam catatan sejarah.

Pada umumnya arkeologi dikenal untuk mempelajari kehidupan manusia pada masa lalu maupun modern yang menekankan pada hubungan benda budaya dengan perilaku manusia pada keseluruhan ruang dan waktu.

Penerapan Arkeologi sebenarnya telah dikenal jauh sebelum masehi, kemudian timbul kecenderungan bagi kaum cendekiawan, khususnya di Eropa, untuk memusatkan perhatiannya kepada perbedaan-perbedaan agama dari pada perbedaan-perbedaan kebudayaan pada umumnya.

Seiring waktu penyelidik alam dan ilmuwan mengumpulkan artefak yang berbentuk indah dan pengetahuan arkeologi kemudian menggunakannya untuk penafsiran umat manusia pada masa lalu dengan kebiasan yang rapih yang tercatat dalam sejarah.

Mulai dari memetakan kemajuan masyarakat manusia sepanjang zaman, sehingga hubungan dimensi bentuk, ruang, waktu yang mulai dikembangkan, dan para peneliti berupaya mencari jejak-jejak dari difusi budaya yang pernah terjadi.

Tujuan arkeologi adalah untuk mengetahui kejadian ataupun identitas masa lalu dari suatu bangsa atau wilayah, mengetahui keragaman manusia dan pengalamannya masing-masing, baik interaksi manusia dengan lingkungan alam dari masa ke masa dan upaya konservasinya, dan mencari pengetahuan untuk kepentingan masa kini dan masa depan atau lebih populernya dikenal oleh kutipan Dark dalam bukunya yaitu “A long-term perspective on the present and a guide to the future”.

Berangkat dari ilmu arkeologi masyarakat mengkaji sejarah dengan kepercayaan masing-masing, termasuk yang telah dicantumkan dalam Al-Qur’an Surah Al-Hadid (4):

“Allah SWT menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. Pembentukan alam semesta melalui proses bertahap, evolutif, atau tidak langsung sekali jadi.”

Al-Qur’an merupakan wahyu yang kemudian ditulis atau menjadi teks dan selanjutnya dikompilasi menjadi buku.

Beberapa struktur, bangunan, lokasi atau situs seperti Mekah, Madinah, dan sekitarnya yang tak terhitung banyaknya pada dasarnya dapat disebut peninggalan arkeologi.

Penyebutan nama tanaman seperti Zaitun, dan berbagai penyebutan bentang alam seperti gunung cukup banyak disebut dalam Al-Qur’an, termasuk tentang Maqam Ibrahim disebut dalam QS Ali Imran (3): 97. Ka’bah disebut dalam QS Al-Ma’idah (5): 97.

Kota kaum Nabi Luth AS dalam QS Al-Hijr (15): 76 disebutkan terletak di jalan yang masih tetap dilalui manusia.

Bahtera Nabi Nuh AS dalam QS Hud (11): 44 dinyatakan berlabuh di atas bukit Judi.

Begitupun dengan wilayah Luwu itu sendiri, tentu saja adanya Luwu tidak terlepas dari jejak-jejak peninggalan sejarah yang memiliki kesamaan dan telah tercantum dalam suatu arkeologi termasuk dalam Al-Qur’an.

Oleh karena itu, penulis tertarik mengkaji bentuk, makna, dan nilai filosofis dibalik jejak peninggalan Tana Luwu.

Penelitian terhadap jejak peninggalan Tana Luwu ini penting untuk menambah wawasan dalam kasus masyarakat adat, juga untuk mengisi kekosongan literatur dalam wilayah.

Jejak Peninggalan Tanah Luwu

Langkah dalam mengenal jati diri Tana Luwu, dapat ditemui melalui jejak peninggalannya sebagai bentuk pengenalan identitas yang tergambar dan menumbuhkembangkan semangat generasi ke generasi di Kabupaten Luwu.

Beberapa jejak peninggalannya yang paling akrab dengan masyarakat tentu saja tentang adanya cerita rakyat yang menjadi kepercayaan, juga tentang gelar simbolik yang dimiliki.

Salah satu contohnya adalah wacana latar belakang masyarakat Luwu yang dapat memberi kemudahan dalam meraih sebuah status sosial.

Jejak peninggalan seperti ini disebut sebagai kepercayaan terhadap adanya keluarga bangsawan di masyarakat Luwu, biasanya gelar ini paling akrab dikenal dengan panggilan opu atau Andi.

Dalam kepercayaan masyarakat Luwu bahwa seseorang dengan status kebangsawanan memiliki keterlibatan terhadap keberuntungan yang diberkahi yang dikenal dengan Datu Luwu.

Kedatuan Luwu sebagai cikal-bakal kebudayaan Sulawesi Selatan, yang merupakan pegangan teguh masyarakat Luwu dengan berbagai tanda yang diorganisasikan dalam kesatuan logo.

Tanda tersebut berupa payung merah, guci, sayap burung, tanaman labu dan senjata kerajaan ‘Bessi Pakka’ yang tentunya setiap benda tersebut memiliki makna dan nilai filosofis.

Fakta bahwa tetap dipertahankannya kedatuan Luwu saat ini mengandung makna bahwa Datu masih memiliki tempat di hati masyarakat Luwu.

Lebih luas lagi, gelar Andi yang bertahta di depan nama seseorang menandakan seseorang itu adalah keturunan bangsawan di Luwu sehingga menjadi hal yang diperhitungkan.

Hal menarik lainnya yang ditemukan dari hasil wawancara bersama beliau (Musa Dg. Magguna) pada, 18 April 2023 masih tentang kebangsawanan sebagai jejak peninggalan Tana Luwu.

Hal itu menunjukkan identitas diri masyarakat Luwu di khalayak luas adalah tentang budaya pernikahan Luwu yang erat dikaitkan dengan budaya bugis adalah balasuji.

Kisah yang terangkum dalam makna balasuji adalah simbolik yang sangat dipercayai oleh masyarakat, bahwasanya keturunan bangsawan Luwu adalah bagian dari keturunan Dewa yang berasal dari bambu.

Dahulu kala, seorang kakek mendapat mimpi bahwasanya ada seorang anak laki-laki dalam sebuah pattung (bambu) yang pada akhirnya kembali ke Dewa sebab melanggar suatu hal yang tak boleh dilakukannya.

Namun amanahnya adalah mengenangnya dengan membuat hiasan pernikahan dari bambu (balasuji).

Dengan ini disimpulkan bahwa salah satu jejak peninggalan Tana Luwu adalah tentang cerita rakyatnya, tokoh ikonik, dan beberapa benda pusaka serta bangunan lainnya dengan menyisakan kisah yang menjadi kepercayaan masyarakat Luwu.

Menurut catatan sejarah, masyarakat yang berdiam dalam wilayah itu (Kerajaan Luwu), yakni sebuah kerajaan yang dihormati para tetangganya, sehingga menyisakan beberapa jejak untuk generasi selanjutnya.

Jejak peninggalan Tana Luwu yang ditemukan dalam studi pustaka pada artikel ini sebagai tambahan refrensi disebutkan sebagai berikut (Lestari, 2014):

Mengurai Jejak Islamisasi Awal Kedatuan Luwu, Syamsan Syukur. Buku ini menjelaskan tentang kesuksesan misi yang dijalankan oleh tiga serangkai Datuk (Datuk TelluE) dalam menyiarkan Islam di kerajaan Luwu karena metode pendekatannya yaitu, adaptasi antara konsep al Tauhid dengan kepercayaan Dewata Seuwae.

Kerajaan Luwu; Menurut Catatan D.F. Van Braam Morris, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Buku ini memuat informasi tentang Kerajaan Luwu, keadaan negeri, penduduk, pemerintahan, sejarah, dan sosial budaya sekitar abad ke 18 dan 19.

La Galigo, R.A. Kern. Buku setebal 1043 halaman ini bercerita tentang Bugis kuno yang dikenal dengan nama Galigo yang memiliki dua jenis tradisi penyebaran, yaitu tradisi tulis dan tradisi lisan.

Yang satu berupa cerita berangkai (cyclus), mengisahkan riwayat Batara Guru yang dikirim dari langit sebagai cikal bakal raja-raja Bugis pada umumnya dan raja-raja Luwu pada khususnya, sekaligus sebagai peletak dasar pemerintahan yang berbentuk kerajaan.

Simbolik/ikon Tana Luwu yang sering dijumpai masyarakat Luwu saat ini, sebagai bentuk dari jejak peninggalan untuk generasinya adalah Istana Datu Luwu, Kumpulan Benda Pusaka dan Gua Andulan (tempat tengkorak dan benda leluhur).

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dalam artikel ini disimpulkan bahwa adanya Luwu tidak lepas dari catatan sejarah, beberapa ikon peninggalannya seperti cerita rakyatnya, tokoh iconik, dan beberapa benda pusaka serta bangunan lainnya dengan menyisakan kisah yang menjadi kepercayaan masyarakat Luwu adalah bukti bahwa segala hal yang terjadi di muka bumi tidak lepas dari sebuah proses panjang yang patut untuk terus dilestarikan.

Referensi:

Akbar, A., 2020. Arkeologi Al-Qur’an (Penggalian Pengetahuan Keagamaan). Lembaga Kajian dan Peminatan Sejarah. Depok.

Data Primer, 2023. Hasil Wawancara bersama Tokoh Adat (Musa Dg. Magguna). Dusun Tobemba. Desa Babang. Kec. Larompong Selatan. Kab. Luwu.

Herawati, H., N urkidam., 2019. Arkeologi Sebagai Suatu Pengantar. CV Kaaffah Learning Center. Pare-Pare. Sulawesi Selatan.

Lestari, E., 2014. Islamisasi di Kerajaan Luwu Abad XVII. Skripsi. UIN Alauddin Makassar.

Rismawidiawati, 2016. Bertahannya Bangsawan Luwu (Suatu Analisa Budaya Politik Orang Bugis). Jurnal Patanjala. Vol. 8. No. 3. Balai Pelestarian Nilai Budaya Makassar.

Penulis: Musdalifah Mustafa

Artikel ini merupakan kontribusi dari lomba penulisan budaya yang diselenggarakan indeksmedia.id dengan tema “Menumbuhkan Budaya Mentradisikan Literasi.”

Disclaimer: indeksmedia.id tidak bertanggung jawab atas isi konten. Kami hanya menayangkan opini yang sepenuhnya jadi pemikiran narasumber. (*)