Tak Punya Izin, Masyarakat dan WALHI Sulsel Desak Polda dan Pemerintah Hentikan Pembangunan Pabrik Aspal di Samangki Kabupaten Maros

INDEKSMEDIA.ID — Proses pembangunan Asphalt Mixing Plant (AMP) di Desa Samangki, Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros, menuai penolakan keras dari masyarakat sekitar.

Victor Muharram, salah seorang warga Desa Samangki, menjelaskan ihwal keresahan dan penolakan masyarakat sekitar, serta potensi dampak yang akan ditimbulkan saat pabrik aspal tersebut mulai beroperasi.

“Wilayah yang menjadi lokasi pembangunan pabrik aspal itu adalah daerah resapan air dari beberapa sumber mata air, dengan kontur tanah yang berpori. Selain itu, limbah pabrik jelas akan mencemari tanah dan sungai. Apalagi, sungai-sungai sekitar dimanfaatkan oleh petani untuk mengairi daerah persawahan di Desa Samangki,” tandas Muharram.

Selain Victor Muharram, Arun yang juga merupakan masyarakat Desa Samangki mulai mengeluhkan soal apa yang masyarakat rasakan ketika berjalannya proses pembangunan pabrik aspal di desa mereka.

“Sekarang, proses pembangunannya saja sudah ada dampak yang dirasakan masyarakat, seperti debu dari aktivitas kendaraan proyek. Makanya kami sebagai masyarakat desa Samangki menolak keras pembangunan pabrik aspal tersebut,” serunya.

Polemik serta dampak pembangunan pabrik aspal yang dirasakan oleh masyarakat desa Samangki juga direspon oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan (Sulsel).

Komentar ini disampaikan langsung Kepala Divisi Perlindungan Ekosistem Esensial WALHI Sulsel, Nur Asisah yang menyebutkan bahwa pembangunan pabrik aspal oleh PT. Delima Utama sudah nyata melanggar aturan lantaran tidak mempunyai izin.

“Pabrik aspal yang dibangun oleh PT. Delima Utama tidak memiliki izin, makanya pemerintah dan aparat kepolisian harus tegas dan menghentikan proses pembangunannya”, beber Asisah.

Selain itu, dari informasi yang dikumpulkan, diketahui bahwa perusahaan melakukan aktivitas tanpa terlebih dahulu melakukan sosialisasi dengan masyarakat di Desa Samangki.

Sehingga, kehadiran perusahaan tersebut menuai protes karena mengganggu masyarakat sekitar.

Tak hanya itu, menurut Nur Asisah, pabrik ini akan memberi dampak pada ekosistem dan menghancurkan habitat hutan, lahan perkebunan, dan sawah milik masyarakat.

“Pembangunan pabrik aspal yang tidak memiliki izin dan kajian lingkungan jelas akan mengakibatkan kerusakan yang cukup masif. Jika kerusakan terjadi, tentu saja akan berdampak pada wilayah kelola masyarakat, bahkan sungai yang berada dekat dengan pabrik jelas akan tercemar”, tegas Kepala Divisi Perlindungan Ekosistem Esensial WALHI Sulsel ini.

Oleh karena itu, Masyarakat dan WALHI Sulsel mendesak agar pemerintah daerah dan aparat kepolisian turun tangan agar menghentikan pembangunan pabrik aspal secara permanen.

Terlebih lagi jika melihat dampak dan kerusakan yang ditimbulkan kepada lingkungan dan masyarakat di Desa Samangki serta Kabupaten Maros pada umumnya. (*)