Masjid Jami Bua: Masjid Tertua di Sulawesi Selatan yang Terlupakan
INDEKSMEDIA.ID – Masjid Jami Bua adalah sebuah masjid yang terletak di Desa Tana Rigella, Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, Indonesia.
Masjid Jami Bua ini memiliki sejarah yang kaya dan menjadi salah satu situs bersejarah yang penting dalam perkembangan Islam di wilayah Kerajaan Luwu.
Pendirian Masjid Jami Bua dapat ditelusuri pada Tahun 1593 atau penghujung abad ke-16 karena pada tahun tersebut Datok Sulaiman menginjakkan kakinya di kerajaan Luwu, pada masa pemerintahan Datu La Pattiware Daeng Parebbung di Kerajaan Luwu.
Masjid ini didirikan sebagai pusat kegiatan keagamaan dan sosial masyarakat Luwu pada masa itu.
Sejak berdiri, Masjid Jami Bua telah menjadi tempat ibadah dan pusat kegiatan masyarakat setempat dalam menjalankan ibadah Islam serta kegiatan sosial dan budaya.
Yang melatar belakangi berdirinya Masjid Jami Bua, yaitu datangnya tiga orang ulama yang menyebarkan Islam di Sulawesi Selatan yang dimulai dari Kerajaan Luwu.
Ketiga ulama tersebut yaitu Datok Sulaiman yang bergelar Khatib sulung, bersama dua rekannya, Datok Ri Bandang bernama asli Abdul Makmur yang bergelar Khatib Tunggal dan Datok Ri Tiro bernama asli Nurdin Ariyani dengan gelar Khatib Bungsu.
Sebelum Mereka menginjakkan kaki di pusat kerajaan Luwu di Malangke, terlebih dahulu perahunya singgah di Bua tepatnya di Lapandoso melalui muara sungai Lapandoso.
Kedatangan mereka di sambut oleh Maddika Bua (Maddika adalah nama jabatan pada Kerajaan Luwu setara Gubernur) di muara sungai Lapandoso.
Setelah berdialog (singkarume) dengan ketiga muballig tersebut Ma’dika Bua tertarik lalu mengucapkan dua kalimat syahadat.
Maddika Bua adalah orang pertama di kerajaan Luwu yang memeluk Islam, tapi ia meminta untuk keislamannya dirahasiakan dari Datu Luwu pada saat itu yakni, La patiware’ daeng Parebbung.
Berdasarkan kejadian tersebut Ma’dika Bua bergelar Tandi Pau (tidak boleh di ucapkan atau dikatakan).
Sebelum berangkat ke Pattimang sebagai pusat Kerajaan Luwu pada masa itu ketiga ulama tersebut Bersama masyarakat mendirikan Masjid Jami Bua di Desa Tanarigella.
Setelah mendirikan Masjid Jami Bua, ketiga ulama tersebut menuju pattimang pusat kerajaan Luwu bersama Maddika Bua, untuk bertemu dengan Datu Luwu agar menerima ajaran islam yang dibawa oleh ketiga ulama tersebut.
Bertemulah ketiga ulama tersebut dengan Datu Luwu yang di dampingi oleh Maddika Bua kemudian menyampaiakan maksud dan tujuan mereka, tentu saja Datu Luwu tidak langsung percaya apa yang disampaikan oleh ketiga datok tersebut.
Datu Luwu menguji kesaktian Datok Sulaiman, tentunya atas izin allah datok sulaiman memperlihatkan kesaktiannya hingga Datu Luwu pun sepakat untuk memeluk Islam ditandai degan mengucap dua kalimat syahadat dan dengan resmi menerima Islam sebagai agama dan kepercayaan Kerajaan Luwu pada tanggal 15 Ramadhan 1013 H, bertepatan dengan tanggal 14 februari 1605.
Arsitektur Masjid Jami Bua perpaduan antara adat suku Minangkabau Sumatra Barat dan suku Bugis Sulawesi Selatan.
Kubah Masjid Jami Bua berjumlah lima kubah berbentuk segi empat berbalut cat warna putih dan hijau, tiga kubah utama dan dua kubah kecil mempunyai Menara di sisi kiri Masjid, bangunan Masjid dengan konsep menyerupai rumah panggung dengan lantai Masjid terdiri dari tiga lantai.
Lima kubah Masjid melambangkan hubungan manusia dengan keesahan Yang Maha Kuasa.
Masjid Jami Bua telah melewati beberapa tahap perubahan, faktor yang melatar belakangi perubahan bangunan Masjid akibat umur Masjid yang sudah tua dan pengrusakan Masjid serta pembakaran oleh tentara KNIL.
Masjid yang dibakar oleh tentara KNIL serta pengrobekan Al-Qur’an yang mengakibatkan kemarahan oleh masyarakat Luwu yang melatar belakangi perlawanan rakyat Luwu dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia yang diperingati masyarakat Luwu setiap tahunnya pada tanggal 23 Januari 1946.
Perlawanan rakyat luwu pada tanggal 23 Januari mempengaruhi Konferensi meja bundar di Denn Haag Belanda, dimana Belanda dengan terpaksa mengakui kedaulatan NKRI karena adanya perlawanan masyarakat Luwu.
Sebagai kesimpulan, Masjid Jami Bua adalah sebuah masjid bersejarah yang memiliki peran penting dalam perkembangan Islam di Kerajaan Luwu maupun di Sulawesi Selatan serta menjadi bukti sejarah perlawanan Masyarakat Luwu dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Dengan arsitektur yang khas dan makna budaya yang terkandung di dalamnya, Masjid Jami Bua menjadi salah satu situs bersejarah yang harus dijaga dan dilestarikan untuk menjaga warisan sejarah dan budaya yang berharga di Kabupaten Luwu.
Sumber Referensi:
Syamzan Syukur, Mengurai Jejak Islamisasi Awal di Kedatuan Luwu, Makassar: eSA Publishing, 2014
Syamzan Syukur, Integrasi Islam Dalam Sistem Pemerintahan. Jurnal Rihlah Vol V. No. 2/2016
Masita (2017), Perlawanan Terhadap NICA dan Eliminasi Orang-Orang Pro NICA di Palopo dan Sekitarnya 1946-1950. Skripsi Sarjana Ilmu Budaya, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Anzar Abdullah (2016), Islamisasi Di Sulawesi Selatan Dalam Perspektif Sejarah. Pendidikan Sejarah, FKIP, Universitas Pejuang Republik Indonesia (UPRI), Makassar
https://katasumbar.com/jami-bua-masjid-tertua-di-luwu-sulsel-perpaduan-arsitektur-minang-bugis/
https://sampaijauh.com/selain-masjid-tertua-masjid-jami-bua-jadi-bukti-situs-sejarah-islam-di-sulsel-13107#:~:text=Masjid%20Jami%20Bua%20merupakan%20masjid,dibangun%20pada%20tahun%201594%20masehi
Penulis : Gunawan Jaya
Artikel ini merupakan kontribusi dari lomba penulisan budaya yang diselenggarakan indeksmedia.id dengan tema “Menumbuhkan Budaya Mentradisikan Literasi.”
Disclaimer: indeksmedia.id tidak bertanggung jawab atas isi konten. Kami hanya menayangkan opini yang sepenuhnya jadi pemikiran narasumber. (*)