INDEKS MEDIA

Berita Hari Ini Di Indonesia & Internasional

Animisme, Dinamisme, dan Tuhan Yang Maha Esa Tana Luwu

Ilustrasi: Luwu dan Islam (kolase)

INDEKSMEDIA.ID – Tana Luwu merupakan wilayah mayoritas beragama Islam.

Tentu saja berkat penyebarannya, perjuangan para tokoh Tana Luwu lah yang kemudian menjadikan masyarakat bisa menerima Islam dengan baik.

Sebelum agama Islam masuk ke Tana Luwu, perkiraan awal abad XVII, masyarakat mulanya menganut animisme.

Setelah beberapa lamanya, barulah Luwu menerima agama Islam.

Penduduk Sulawesi Selatan termasuk Luwu telah menganut kepercayaan ini, yang merupakan warisan nenek moyang (To Dolo).

Kepercayaan animisme yaitu keyakinan bahwa tiap-tiap benda mempunyai roh.

Dalam pengertian lain disebutkan bahwa animisme adalah kepercayaan kepada roh yang mendiami semua benda (pohon, batu, sungai, gunung, dan lain sebagainya).

Selain kepercayaan animisme, masyarakat Luwu pra-Islam juga menganut kepercayaan dinamisme.

Kepercayaan dinamisme itu memandang bahwa segala sesuatu mempunyai tenaga atau kekuatan yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan usaha manusia dalam mempertahankan hidup.

Kepercayaan dinamisme itu didasari atas keyakinan atau rasa kagum akan hal seperti peristiwa ghaib yang tak dapat diterangkan dengan pikiran.

Misalnya sifat luar biasa manusia, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda lainnya.

Di samping kepercayaan pada roh-roh nenek moyang, orang Luwu pra-Islam juga mempunyai kepercayaan kepada dewa-dewa.

Dianggapnya dewa mempunyai susunan menurut derajat dan fungsinya.

Dalam kosmologi masyarakat Luwu, dunia tersusun dari tiga tingkatan, yaitu dunia atas disebut Botting Langi, dunia tengah disebut Lino, atau ale Kawa, dan dunia bawah di sebut Peretiwi atau uri’Liyu.

Pada masing-masing tingkatan dunia ini dalam anggapan masyarakat Luwu dihuni oleh para dewa.

Di Botting Langi, ada dewa yang menurunkan hujan, memancarkan petir, dan peristiwa alam lainnya.

Di ale Kawa, ada dewa yang bermukim di pohon-pohon rindang, batu sakti, hutan belukar, dan tempat-tempat tertentu lainnya.

Sedangkan di Peretiwi, yang dianggap berada di bawah laut di huni oleh berbagai dewa yang mengatur arus ombak dan pasang surutnya air.

Namun di antara sekian banyak dewa itu, ada suatu dewa yang dianggap sebagai dewa tertinggi yang disebut dengan Dewata Seuwwae (Dewa Yang Esa)

Artikel ini merupakan kontribusi dari lomba penulisan budaya yang diselenggarakan indeksmedia.id dengan tema “Menumbuhkan Budaya Mentradisikan Literasi.”

Disclaimer: Indeksmedia.id tidak bertanggung jawab atas isi konten. Kami hanya menayangkan opini yang sepenuhnya jadi pemikiran narasumber. (*)