Ini Penyebab Alergi Alkohol, Lengkap dengan Faktor Resikonya

INDEKSMEDIA.ID – Jika kamu merasa reaksi lain setelah minum Alkohol, mungkin itu reaksi Alergi.

Artikel ini akan menjelaskan penyebab Alergi Alkohol.

Selain itu, artikel ini juga akan membahas faktor resiko dari Alergi Alkohol.

Alergi alkohol disebabkan oleh reaksi sistem kekebalan tubuh yang menganggap alkohol sebagai zat yang berbahaya.

Sistem kekebalan tubuh merespons alkohol dengan melepas antibodi yang disebut imunoglobulin E.

Akibatnya, timbul gejala seperti gatal, bengkak di wajah, mual, hingga sesak napas.

Gangguan metabolisme genetik juga menyebabkan intoleransi alkohol, ketika orang terlalu banyak menelan alkohol yang mengandung etanol.

Enzim yang disebut Alkohol dehidrogenase (ADH) membantu memetabolisme (memproses) etanol.

Hati Anda mengubah etanol menjadi asetaldehida, zat yang dapat menyebabkan kerusakan sel.

Enzim lain yang disebut aldehid dehidrogenase 2 (ALDH2) membantu mengubah asetaldehida menjadi asam asetat (cuka) yang tidak beracun.

Pada orang dengan Alergi Alkohol, mutasi genetik membuat ALDH2 kurang aktif atau tidak aktif.

Akibatnya, tubuh Anda tidak dapat mengubah asetaldehida menjadi asam asetat.

Asetaldehida mulai menumpuk di darah dan jaringan Anda, menyebabkan gejala alergi.

Namun, Sebagian orang bisa salah memahami pemicu dari reaksi Alergi yang dialami setelah minum Alkohol.

Sering kali penyebab Alergi bukanlah Alkohol, melainkan kandungan lain yang terdapat dalam Alkohol, seperti gandum, anggur, atau ragi.

Orang-orang keturunan Asia Timur lebih cenderung memiliki mutasi genetik bawaan yang menyebabkan intoleransi Alkohol.

Oleh karena itu, mereka lebih berisiko tinggi mengembangkan kondisi tersebut dibandingkan ras lain.

Siapapun dapat memiliki masalah enzim yang menyebabkan intoleransi Alkohol.

Satu studi dari Deutsches Arzteblatt International (2012) mengamati 948 orang, menemukan bahwa 7,2 persen di antaranya mengalami intoleransi anggur.

Penderita alergi alkohol wanita (8,9 persen) lebih banyak daripada pria (5,2 persen).

Namun, masih tidak jelas apakah jumlah itu mencerminkan populasi umum. (*)