Teks NDP HMI Bab 4, Ketuhanan Yang Maha Esa dan Perikemanusiaan
INDEKSMEDIA.ID — NDP atau Nilai Dasar Perjuangan ialah landasan perjuangan untuk seluruh kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
NDP dalam teksnya yang terstruktur dan logis, memuat beberapa pelajaran penting, ada tujuh bab.
Di dalam kandungan bab keempat NDP tertuang pembahasan ihwal “Ketuhanan yang Maha Esa dan Perikemanusiaan.”
Berikut ini teks NDP bab empat yang disediakan oleh indeksmedia.id;
Telah jelas bahwa hubungan yang benar antara individu manusia dengan dunia sekitarnya bukan hubungan penyerahan.
Sebab penyerahan meniadakan kemerdekaan, keikhlasan dan kemanusiaan.
Tetapi jelas pula bahwa tujuan manusia hidup merdeka dengan segala kegiatannya ialah kebenaran.
Oleh karena itu, sekalipun tidak tunduk pada suatu apapun dari dunia sekelilingnya, namun manusia merdeka masih dan mesti tunduk pada kebenaran.
Karena menjadikan sesuatu sebagai tujuan adalah berarti pengabdian kepada-Nya. Jadi kebenaran-kebenaran menjadi tujuan hidup.
Apabila demikian, sesuai dengan pembicaraan terdahulu, maka tujuan hidup yang terakhir dan mutlak ialah kebenaran yang terakhir dan mutlak yang tiada lagi kebenaran sesudahnya.
Tidak ada kemerdekaan hakiki tanpa menjadikan kebenaran terakhir dan mutlak sebagai tujuan dan tempat menundukkan diri.
Adakah kebenaran terakhir dan mutlak itu? Ada, sebagaimana tujuan akhir dan mutlak dari hidup itu ada.
Karena sikapnya yang terakhir (ultimate) dan mutlak, maka sudah pasti kebenaran itu hanya satu secara mutlak pula.
Dalam perbendaharaan bahasa dan kulturiil, kita sebut kebenaran mutlak itu “Tuhan”, kemudian sesuai dengan uraian Bab I, Tuhan itu menyatakan diri kepada manusia sebagai Allah.
Karena kemutlakan-Nya, Tuhan bukan saja tujuan segala kebenaran. Maka Dia adalah Yang Maha Benar.
Setiap pikiran yang maha benar adalah pada hakekatnya pikiran tentang Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu, seorang manusia merdeka ialah yang berketuhanan Yang Maha Esa.
Keikhlasan tiada lain ialah kegiatan yang dilakukan semata-mata bertujuan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yaitu Kebenaran Mutlak, guna memperoleh persetujuan atau “ridha” dari pada-Nya.
Sebagaimana kemanusiaan terjadi karena adanya kemerdekaan, dan kemerdekaan ada karena adanya keikhlasan, maka keikhlasan itu disebabkan pemurnian tujuan kepada Tuhan semata-mata.
Hal itu berarti bahwa segala bentuk kegiatan hidup dilakukan hanyalah karena nilai kebenaran itu yang terkandung di dalamnya guna mendapatkan persetujuan atau ridah Kebenaran Mutlak.
Dan hanya pekerjaan ‘karena Allah’ itulah yang bakal memberikan rewarding bagi kemanusiaan.
Kata ‘Iman’ berarti percaya. Dalam hal ini percaya kepada Tuhan sebagai tujuan hidup yang mutlak dan tempat mengabdikan diri kepada-Nya.
Sikap menyerahkan diri dan mengabdi kepada Tuhan itu disebut Islam.
Islam menjadi nama segenap ajaran pengabdian kepada Tuhan YME. Pelakunya disebut “Muslim”.
Tidak lagi diperbudak oleh sesama manusia atau sesuatu yang lain dari dunia sekelilingnya, manusia muslim adalah manusia yang medeka, yang menyerahkan dan menghambakan diri kepada Tuhan YME.
Semangat tauhid (memutuskan pengabdian hanya kepada Tuhan YME) menimbulkan kesatuan tujuan hidup, kesatuan kepribadian dan kemasyarakatan.
Kehidupan bertauhid tidak lagi berat sebelah, parsial dan terbatas. Manusia tauhid adalah manusia sejati dan sempurna, yang kesadaran akan dirinya tidak mengenal batas.
Dia adalah pribadi manusia yang sifat perorangannya adalah dari keseluruhan (totalitas) dunia kebudayaan dan peradaban.
Dia memiliki seluruh dunia ini dalam arti kata mengambil bagian sepenuh mungkin dalam menciptakan dan menikmati kebaikan-kebaikan peradaban dan kebudayaan.
Pembagian kemanusiaan yang tidak selaras dengan dasar kesatuan kemanusiaan (human totality) itu antara lain ialah pemisahan antara eksistensi ekonomi dan moral manusia, antara kegiatan duniawi dan ikhrawi, antara tugas-tugas peradaban dan agama.
Demikian pula sebaliknya, anggapan bahwa manusia adalah tujuan pada dirinya sendiri membelah kemanusiaan seseorang menjadi: manusia sebagai pelaku kegiatan dan manusia sebagai tujuan kegiatan.
Kepribadian yang pecah berlawanan dengan kepribadian kesatuan (human totality) yang homogen harmonis pada dirinya sendiri: jadi berlawanan dengan kemanusiaan.
Oleh karena hakekat hidup adalah amal perbuatan atau kerja, maka nilai-nilai tidak dapat dikatakan ada sebelum menyatakan diri dalam kegiatan konkrit dan nyata.
Kecintaan kepada Tuhan sebagai Kebaikan, Keindahan dan Kebenaran yang mutlak dengan sendirinya memancar dalam kehidupan sehari-hari dalam hubungannya dengan alam dan masyarakat berupa usah-usaha yang nyata guna menciptakan sesuatu yang membawa kebaikan.
Keindahan dan kebenaran bagi sesama manusia. ‘Amal Saleh’ (harfiah; pekerjaan yang selaras dengan kemanusiaan) merupakan pancaran langsung daripada iman.
Jadi Ketuhanan YME memancar dalam perikemanusiaan. Sebaliknya, karena perikemanusiaan adalah kelanjutan dari pada kecintaan kepada kebenaran, maka tidak ada perikemanusiaan tanpa Ketuhanan YME.
Perikemanusiaan tanpa Ketuhanan adalah tidak sejati. Oleh karena itu semangat Ketuhanan YME dan semangat mencari ridha dari-Nya adalah dasar peradaban yang benar dan kokoh.
Dasar selain itu pasti goyah dan akhirnya membawa keruntuhan peradaban.
“Syirik” merupakan kebalikan dari Tauhid, secara harfiah artinya mengadakan tandingan, dalam hal ini kepada Tuhan.
Syirik adalah sikap menyerah dan menghambakan diri kepada sesuatu selain kebenaran, baik kepada sesama manusia maupun alam.
Karena sifatnya yang meniadakan kemerdekaan asasi, syirik merupakan kejahatan terbesar kepada kemanusiaan.
Pada hakikatnya segala bentuk kejahatan orang karena syirik. Sebab dalam melakukan kejahatan, dia menghambakan diri kepada motiv yang mendorong dilakukannya kejahatan tersebut yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kebenaran.
Demikian pula karena syirik seseorang mengadakan pamrih atas pekerjaan itu sendiri dalam hubungannya dengan kebaikan, keindahan dan kebenaran, tapi karena hendak memperoleh sesuatu yang lain.
“Musyrik” adalah pelaku daripada syirik. Seseorang yang menghambakan diri kepada sesuatu selain Tuhan, baik manusia maupun alam disebut musyrik, sebab dia mengangkat sesuatu selain Tuhan menjadi setingkat dengan Tuhan.
Demikian pula seseorang yang memperhamba manusia (sebagaimana dengan tiran dan diktator) adalah musyrik, sebab dia mengangkat dirinya sendiri sama atau setingkat dengan Tuhan.
Kedua perlakuan itu merupakan penentang terhadap kemanusiaan, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.
Maka sikap berperikemanusiaan adalah sikap yang adil, yaitu sikap menempatkan sesuatu kepada tempatnya yang wajar.
Seseorang yang adil ialah yang memandang manusia sebagai manusia; tidak melebihkan sehingga menghambakan diri padanya dan tidak mengurangkan sehingga memerhambanya.
Dia selalu menyimpan I’tikad baik dan lebih baik (ihsan). Maka Ketuhanan menimbulkan sikap yang adil dan baik kepada sesama manusia.
Demikianlah teks NDP HMI bab 4 yang wajib kamu, khususnya kader-kader HMI untuk menelaahnya. (*)