Kemerdekaan Manusia dan Keharusan Universal, NDP HMI Bab 3 Wajib Kamu Baca
Adanya batas-batas dari kemerdekaan adalah suatu kenyataan. Batas-batas tertentu itu dikarenakan adanya hukum-hukum yang pasti dan tetap menguasai alam.
Hukum yang menguasai benda-benda maupun masyarakat manusia sendiri yang tidak tunduk dan tidak pula bergantung kepada kemauan manusia.
Hukum-hukum itu mengakibatkan adanya “keharusan Universal” atau “kepastian hukum” dan takdir.
Jadi kalau kemerdekaan pribadi diwujudkan dalam kontkes hidup di tengah alam dan masyarakat di mana terdapat keharusan universal yang tidak tertaklukkan, maka apakah bentuk hubungan yang harus dipunyai oleh seseorang kepada dunia sekitarnya?
Sudah tentu bukan hubungan penyerahan, sebab penyerahan berarti peniadaan terhadap kemerdekaan itu sendiri.
Pengakuan akan adanya keharusan universal yang diartikan sebagai penyerahan kepadanya sebelum suatu usaha dilakukan berarti perbudakan.
Pengakuan akan adanya kepastian umum atau takdir hanyalah pengakuan akan adanya batas-batas kemerdekaan.
Sebaliknya suatu persyaratan yang positif dari pada kemerdekaan adalah pengetahuan tentang adanya kemungkinan-kemungkinan kreatif manusia. Yaitu tempat bagi adanya usaha yang bebas dan dinamakan “ikhtiar” artinya pilihan merdeka.
Ikhtiar adalah kegiatan kemerdekaan dari individu, juga berarti kegiatan dari manusia merdeka. Ikhtiar merupakan usaha yang ditentukan sendiri di mana manusia berbuat sebagai pribadi banyak segi yang integral dan bebas; dan di mana manusia tidak diperbudak oelh suatu yang lain kecuali oleh keinginannya sendiri dan kecintaannya kepada kebaikan.
Tanpa adanya kesempatan untuk berbuat atau berikhtiar, manusia menjadi tidak merdeka dan menjadi tidak bisa mengerti untuk memberikan pertanggung jawaban pribadi dari amal perbuatannya. Kegiatan merdeka berarti perbuatan manusia yang mengubah dunia dan dirinya sendiri.
Jadi sekalipun terdapat keharusan universal atau takdir manusia dengan haknya untuk berikhtiar mempunyai peranan aktif dan menentukan bagi dunia dan dirnya sendiri.
Manusia tidak dapat berbicara mengenai takdir suatu kejadian sebelum kejadian itu menjadi kenyataan.
Maka percaya pada takdir akan membawa keseimbangan jiwa tidak terlalu berputus asa karena suatu kegagalan dan tidak perlu membanggakan diri karena suatu kemujuran.
Sebab segala sesuatu tidak hanya terkandung pada dirinya sendiri, melainkan juga kepada keharusan yang universal itu. (*)