Anemia Ternyata Berkontribusi pada Stunting Anak, Ini yang Bisa Dilakukan

INDEKSMEDIA.ID – Anemia atau kurang darah menjadi salah satu masalah global dialami oleh seperempat penduduk bumi.

Tercatat, sekitar 30 persen perempuan dan 37 persen ibu hamil usia 15-49 tahun di dunia yang mengalami anemia.

Anemia sendiri merupakan kondisi dimana hemoglobin (Hb) tidak cukup untuk membawa oksigen ke organ dan jaringan di dalam tubuh.

Adapun gejala yang dapat ditimbulkan oleh anemia adalah kelelahan, sesak napas, pernapasan dan detak jantung cepat dan oleng saat berdiri.

Jika anemia terjadi pada anak-anak, ini akan menghambat perkembangan kognitif dan motorik.

Dampaknya, penyakit ini menjadi salah satu yang berkontribusi dalam hal stunting pada anak.

Dilansir dari The Conversation, sebuat riset Kesehatan Dasar tahun 2018 di Indonesia menunjukkan prevalensi penderita anemia pada perempuan mencapai 48,9 persen.

Sedangkan prevalensi masalah serupa pada anak usia 6-59 bulan (di bawah lima tahun) mencapai 38,4 persen pada 2019.

Artinya 1 dari 2-3 perempuan dan anak di Indonesia menderita anemia.

Penyakit ini juga berdampak pada penurunan daya pikir, interaksi sosial, dan perhatian anak saat beranjak dewasa.

Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) bahwa pada perempuan dewasa yang tidak hamil, kadar hemoglobin mereka di bawah 12,0 g/dL.

Sementara pada perempuan dewasa yang hamil, kadar Hb-nya berada di bawah 11,0 g/dL.

Kadar Hb ini dapat bervariasi tergantung beberapa faktor seperti usia, ras, lokasi pemukinan dan aktifitas fisik.

Anemia juga bisa menjadi indikator kurangnya penyerapan nutrisi dan masalah kesehatan lain.

Contohnya kurangnya asupan zat besi, vitamin A, folat vitamin B12 dan riboflavin.

Pasien dengan anemia karena kekurangan nutrisi dapat mengkonsumsi suplementasi zat besi harian dan intermiten, serta fortifikasi makanan.

Selain itu, kehilangan darah karena menstruasi dan melahirkan juga bisa menjadi penyebab anemia.

Ada juga dari beberapa penyakit jangka panjang yang bisa mengakibatkan tubuh tidak dapat menyimpan atau menggunakan zat besi secara normal untuk membentuk sel darah merah.

Apa yang mesti dilakukan untuk mencegah anemia?

Penanganan anemia hampir sama dengan pencegahan dan pengobatan penyakit malaria, cacingan, skistosomiasis (penyakit karena infeksi cacing parasit), serta talasemia.

Pencegahan bisa dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air, penggunaan toilet yang bersih, pemberian obat cacing secara teratur.

Untuk ibu, disarankan untuk memberikan jarak kehamilan setidaknya selama 24 bulan agar anak sebelumnya bisa mendapat nutrisi cukup dari ibunya.

Sedangkan untuk perempuan dengan pendarahan menstruasi atau kehamilan (melahirkan) yang berat harus berkonsultasi ke dokter untuk perawatan.

Anemia dapat dikelola melalui konsumsi makanan sehat beragam dan kaya zat besi, folat, vitamin B12, dan vitamin A dalam kehidupan sehari-hari serta mengkonsumsi suplemen sesuai rekomendasi dokter.

Contoh makanan yang kaya akan zat besi adalah daging merah tanpa lemak, ikan dan unggas, polong-polongan seperti buncis, sereal yang difortifikasi zat besi, dan sayuran berdaun hijau tua.

Makanan seperti tepung gandum, oat, teh, kopi, coklat dan kalsium dapat menghambat penyerapan zat besi, sehingga sebaiknya dihindari untuk dikonsumsi secara bersamaan.***

Baca Juga