Mengenal Che Guevara, Perintis Revolusi Amerika Selatan
INDKESMEDIA.ID – Siapa yang tidak mengenal Che Guevara, seorang revolusioner asal Amerika Selatan.
Meskipun usianya relatif singkat, Che Guevara memiliki sepak terjang yang cukup signifikan terhadap gerakan revolusinoner dunia.
Che Guevara merupakan seorang revolusioner Marxis. Dirinya melakoni perjuangannya sekaligus sosok pemimpin gerilya yang terkemuka.
Sang revolusioner ini dilahirkan dari keluarga berdarah blasteran Irlandia, Basque dan Spanyol. Dirinya menghirup udara dunia awal kali di Rosario, Argentina, 14 Mei 1928.
Che telah mengonsumsi berbagai buku sejak dirinya masih belia, khususnya karya para legendaris seperti Marx, Freud, Engels dan lainnya. Beruntungnya, buku-buku ini didapatkan terhampar di perpustakaan pribadi ayahnya.
Che duduk di bangku sekolah menengah pertama pada 1941 di Colegio Nacional Dean Funes Colorado, yang juga kediamannya saat itu.
Darah muda Che bergelora tatkala situasi politik Argentina sedang kisruh, juga meletusnya perang saudara di Spanyol yang pada gilirannya mengungsi ke negaranya.
Di sini, kebencian dalam dirinya mekar terhadap pemerintahan Juan Peron, pemimpin Argentina, yang disebutnya sebagai sang diktator.
Beragam kekisruhan yang ditemuinya menjadikan Che amat tidak respek atas pemerintahan di negerinya itu.
Tidak hanya itu, ia juga amat membenci politisi militer dan bangsa kapitalis yang digawangi Amerika Serikat melalui mata uang dolarnya.
Sekalipun begitu, Che justru menahan amarah ini dan tidak memili studi politik, tetapi saat berada di Universitas Buenos Aires pada 1974 ia bergelut dalam dunia kedokteran.
Semasa kuliah, ia sering-sering berkunjung ke luar kampus, pernah menjelajahi seluruh pelosok Argentina menggunakan sepeda motor, dan berinteraksi dengan banyak orang, khususnya rakyat jelata.
Pada 1951, Che mangawali petualangannya ke mancanegara, di antaranya Chile, Kolombia, Venezuela, Peru, bahkan pernah menginjakkan kaki di Amerika Serikat, tepatnya di Miami dengan menggunakan sepeda motornya.
Setelah mudik ke negerinya, ia sempat mengunjungi berbagai negeri, termasuk Guatemala, Bolivia hingga Meksiko.
Niat Che memperjuangkan keadilan saat dirinya menemui banyak sekali kejadian yang menyayat hatinya.
Saat di Guatemala, ia menetap bersama seorang Marxisme keturunan Indian, Hilda Gadea.
Dari Gadea inilah, Che berkenalan dengan pengikut Fidel Castro bernama Nico Lopez, yang kemudian menggiringnya berjumpa dengan presiden Kuba itu.
Che yang amat kagum kepada Castro, bergabung dalam barisan para gerilyawan pada 1959 dan menyerbu Kuba.
Dari seorang simpatisan, Che kemudian menjadi komandan gerilyawan yang begitu agresif. Ia memberikan pengajaran mengenai Marxisme kepada seluruh anak buahnya.
Manakala revolusi Kuba suskes dimenangkan, Che menjadi sosok paling berperan dalam membentuk Kuba sebagai negara komunis. Dari sinilah, dirinya mengumandangkan kebenciannya kepada kaum-kaum kapitalis.
Saat itu, di Kuba, salah satu peran besar Che adalah dengan membelah undang-undang, menyusun hukum agraria dan menyita tanah milik feodal.
Pada 12 Juni 1959, Che mangunjungi 14 negara di Asia, khususnya negara peserta Konferensi Asia Afrika yang digelar di Bandung. Ia lalu berkunjung ke Jakarta dan berjumpa dengan Bung Karno.
Petualangan Revolusioner Che Guevara berakhir di Bolivia. Pada Oktober 1967, ia ditahan oleh tentara Bolivia, kemudian dijatuhi hukuman tembak.
Jenazahnya digali dan disemayamkan kembali dengan ucapan kemiliteran di Santa Clara, Las Villas, Kuba, pada 12 Juli 1997.
Kegigihan Che dalam menjejaki perjuangannya justru menjadikan dirinya sebagai sang legenda.
Che Guevara menjadi panutan sekaligus idola kaum muda, termasuk para pejuang revolusi yang memantapkan diri sebagai penentang kapitalisme.