Cerita Rakyat (Bagian 4), Asal Usul nama I La Galigo

INDEKSMEDIA.ID — Dalam kisah sebelumnya, diceritakan para dewa turun ke Bumi saat I We Cudai, istri Sawerigading, melahirkan anak yang nanti diberi nama I La Galigo.

Tujuan para dewa bergegas ke bumi karena diperintah oleh I We Tenriabeng, saudara kembar emas Sawerigading, untuk mengambil tembuni (ari-ari) I La Galigo.

Waktu itu, Sawerigading muncul di Istana La Tanete, kemudian hendak membawa I La Galigo kembali ke Luwu menjadi pemimpin di sana.

Tiba-tiba saja rombongan para dewa datang, ditandai dengan guntur berbunyi keras, yang pada gilirannya membuat penduduk keheranan dan merasa takut.

Mereka pun bergumam, “Sang Patoto’e pasti sedang murka lantaran I We Cudai telah menghina keturunannya. ”

Namun, Sawerigading menyela, bermaksud untuk menenangkan mereka yang ada di Istana La Tanete, “tak usah panik, tak akan terjadi apa-apa di negeri Cina ini,” ucapnya dengan yakin.

Penduduk yang sebelumnya panik, seketika menjadi tenang lantaran perkataan tersebut. Dalam kondisi ini pula, rombongan dewa yang dipimpin Palisu Langi’ pun tiba.

Rombongan dewa tersebut memasukkan tembuni I La Galigo ke dalam tempayan berkilau yang dibungkus kain bermotif bulan.

Kemudian rombongan dewa membawa tembuni itu lalu mengelilingi Istana La Tante sebanyak 7 kali.

Usai melakukan ritual tersebut, Palisu Langi bersegera pamit kepada Sawerigading untuk kembali ke Boting Langi.

Setelah itu, Sawerigading menyampaikan kepada masyarakat bahwa tembuni anaknya sudah dibawa oleh para dewa.

Kala itu, semua penghuni Istana La Tanete terkejut mendengar ucapan Sawerigding tersebut, karena mereka tidak melihat dan mendengar percakapan Sawerigding dengan rombongan para dewa.

Tak lama berselang, Sawerigading berucap, “baiklah, tiba saatnya aku membawa anakku dan meninggalkan Istana La Tanete ini.”

Seluruh penghuni Istana membujuk, kecuali I We Cudai. Bahkan ada yang menangis agar Sawerigading dan I La Galigo tetap tinggal di negeri Cina.

Sawerigading pun bergeming, dirinya tak mau keturunannya itu dicampakkan oleh ibu kandungnya sendiri.

“Untuk apa tinggal di sini bila I We Cudai terus menggali-gali tak tahu diri?, “bisik Sawerigading kepada dirinya.

“Lantaran ibunya terus menggali-gali, biarlah anakku ini kuberi nama Galigo,” ucapan dalam benak Sawerigading.

Lalu, batin Sawerigading pun mendengar suara dewa dari Kerajaan Langit dan Kerajaan Peretiwi mengucapkan “kuru sumange’ untukmu, I La Galigo! Semoga kelak dikau tak menggali-gali seperti perempuan yang baru saja melahirkanmu.”

Sawerigading pun mengangguk sambil berkata dalam hatinya, “para dewa memang telah meresmikan nama putraku, tapi sepertinya mereka kurang senang dengan nama itu.”

“Semoga saja kelak anakku ini tidak menggali-gali seperti ibunya yang bisa saja merepotkan orang lain,” harap Sawerigading.

Galigo artinya “banyak ulah”.

Referensi
1. I La Galigo (R.A.Kern)
2. Ensiklopedia Sejarah Tana Luwu (Idwar Anwar)
3. I La Galigo (Abdul Rahman)