INDEKS MEDIA

Berita Hari Ini Di Indonesia & Internasional

Tradisi Unik 7 Bulanan Adat Jawa untuk Memuliakan Calon Ibu, Begini Penjelasannya

Ilustrasi, tradisi 7 bulanan adat jawa untuk memuliakan ibu hamil. (Pixabay/Boris Gonzalez)

INDEKSMEDIA.ID – Setiap daerah di Indonesia punya tradisi sendiri untuk ibu hamil.

Seperti di Jawa yang memiliki tradisi mitoni atau acara tujuh bulanan ibu hamil.

Tradisi mitoni ini dimaksudkan untuk memuliakan calon ibu yang hamil anak pertama dengan usia kandungan 7 bulan.

Selain mitoni, nama lain dari tradisi ini dikenal dengan nama tingkeban.

Biasanya, masyarakat Jawa melaksanakan upacara tradisi mitoni pada hari Rabu atau Sabtu di tanggal ganjil.

Dilansir dari kratonjogja.id via Semarangku.com, pelaksanaan upacara mitoni berdasarkan perhitungan penanggalan jawa sebelum bulan purnama muncul.

Adapun rangkaian dalam tradisi mitoni ini diantaranya sungkeman, prosesi siraman, pecah telur, memutus lawe, brojolan, pecah kelapa, ganti busana, dan slametan.

Prosesi dimulai dengan sungkeman oleh calon ibu kepada calon ayah atau dari istri ke suaminya.

Kemudian dilanjutkan dengan sungkeman kepada orang tua untuk memohon doa restu untuk kelancaran kehamilan hingga melahirkan.

Selanjutnya dilakukan siraman. Ritual ini bertujuan membersihkan kotoran dan hati serta jiwa pada calon ibu, singkatnya biasa disebut membuang sial.

Uniknya, air yang digunakan tidak asal-asalan karena diambil dari tujuh sumur berbeda.

Setelah siraman, prosesi dari tradisi mitoni dilanjutkan dengan pecah telur oleh calon ayah.

Satu butir telur ayam kampung ditempelkan ke dahi dan perut calon ibu kemudian dibanting ke lantai agar pecah.

Maksud dari prosesi pecah telur ini adalah agar saat proses persalinan nanti dapat berjalan lancar.

Prosesi selanjutnya adalah memutus lawe atau janur yang sebelumnya diikatkan di perut sang calon ibu.

Pemutusan lawe atau janur ini dilakukan oleh sang calon ayah. Kemudian dilanjutkan dengan prosesi brojolan.

Prosesi brojolan dilakukan dengan melepaskan dua buah kelapa muda gading.

Dalam hal ini kelapa muda tersebut digambari tokoh pewayangan Kamajaya (laki-laki) dan Kamaratih (perempuan).

Untuk prosesi brojoloan, ini dimaksudkan agar supaya bayi yang dilahirkan selamat dan orang tua bisa menerima apapun jenis kelamin sang anak nanti ketika lahir ke dunia.

Prosesi kemudian dilanjutkan dengan pecah kelapa dimana sang calon ayah mengambil salah satu kelapa dalam keadaan mata tertutup dan kemudian dipecahkan.

Maksud dari prosesi pecah kelapa adalah untuk memprediksi jenis kelamin calon anak.

Setelah enam prosesi dilewati, kemudian dilanjutkan dengan ganti busana sekaligus mengeringkan tubuh sang calon ibu selama 7 kali.

Dilansir dari surakarta.go.id via Semarangku.com, setiap mengganti busana, para tamu akan ditanyakan apakah kain yang digunakan untuk busana sang calon ibu sudah pantas atau belum.

Jika tamu menjawab belum, maka sang calon ibu akan kembali mengganti pakaian hingga tujuh kali.

Setelah ganti busana, lanjut jualan cendol dan rujak baik calon ayah dan calon ibu.

Calon ayah membawa payung untuk memayungi ibu dan calon ibu berjualan sambil membawa wadah untuk menampung hasil jualannya.

Uang yang digunakan adalah yang terbuat dari tanah liat (kreweng).

Sebagai penutup dari seluruh rangkaian prosesi tradisi mitoni ini, dilakukan acara potong tumpeng dengan aneka macam lauk pauk.

Pemotongan tumpeng ini dilakukan oleh calon ayah kemudian diterima calon ibu.

Singkatnya, upacara tradisi ini dilaksanakan agar calon ibu dan calon bayi yang dikandungnya mendapatkan keselamatan dan kesehatan.***